[caption caption="Gambar: www.rimanews.com"][/caption]
Emosi, sedih dan miris rasa-rasanya ketika kubuka facebook kog yang nongol (muncul) dua anak ABG tengah asik di sebuah kamar hotel, menurut analisis teman-temen media sosial mereka adalah dua sosok anak sekolah yang lepas dari ikatan norma keluarga dan masyarakat. Banyak yang menduga mereka telah melakukan tindakan asusila. Yang lebih parah lagi mereka mengeksposnya di media sosial.
Meskipun ada yang menduga bahwa pelakunya adalah PSK yang berusia muda. Karena selama ini mata kita sering dikelabui, bahwa pekerja seks komersil rerata adalah usia dewasa. Padahal amat mungkin terjadi pelakunya juga anak-anak yang masih belia.
Jadi sedih dan geram juga ketika Bandar Lampung dicemari oleh ulah seorang pedangdut yang tertangkap tangan oleh pihak berwajib, diduga terlibat prostistusi artis. Meskipun anehnya, para pelaku yang notabene memang pekerjaannya (maaf) menjual diri ini justru bisa dibebaskan dengan alasan karena dugaan perdagangan manusia. Otomatis hanya mucikari yang dikenai hukuman. Sedangkan pelakunya (psk) bisa melenggang bebas. Bukankah kemungkinan besar mereka melakukan aksi yg sama di tempat lain?
Ironis sekali.
Perbuatan melanggar norma kesusilaan yang selama ini ditayangkan di beberapa media mainstream ternyata semakin lama semakin membuat miris. Tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang notabene jauh dari agama, karena ternyata perilaku keji ini juga dilakukan oleh orang-orang yang klimis. Khilaf? Benar sekali, tidak ada kejahatan yang diakui dengan rasa percaya diri bahwa ia telah melakukannya, karena rata-rata pelakunya akan mengatakan khilaf. Padahal setelah disidik kepolisian justru ia mengakui bahwa perbuatannya itu dilakukan dengan keadaan sadar dan tidak sedang mabuk.
Boleh jadi ada pelaku-pelaku lain seperti muda-mudi yang kedapatan melakukan perbuatan asusila ini, yang kebetulan mereka tidak sempat diendus media. Mereka tiba-tiba hamil, kemudian untuk menutupi rasa malu orang tuanya menikahkan anaknya dengan menyuap seorang petugas pencatat nikah.
Melihat fenomena seks bebas, sepertinya kita seolah-olah terkejut dengan apa yang terjadi, ya? Padahal di antara kita justru banyak yang membiarkan perilaku tidak senonoh ini terjadi. Tak sedikit orang tua yang membiarkan anak-anaknya bergaul tanpa mengenal waktu dan di luar batas kewajaran. Mereka membiarkan pergaulan anak-anak mereka keluar dari batas kewajaran, dengan dalih modern.
Padahal dengan dalih modern dan membiarkan prilaku anak yang menyimpang ini, otomatis kita membiarkan bibit kejahilan semakin mewabah. Mohon maaf sekali lagi kejahatan seksual tidak melulu dilakukan orang yang bertampang sangar saja, karena mereka yang sok alim ternyata banyak yang memiliki kelainan seksual, atau membiarkan kebejatan ini terjadi di lingkungannya.
Saya masih ingat cerita kawan, bahwa salah satu siswa SLB ada yang telah diperkosa oleh sopir yang biasa mengantar dia ke sekolah. Namun yang membuat miris, korbannya ternyata bukannya trauma tapi justru terlihat biasa saja. Seolah-olah delik ini bukan pemerkosaan tapi justru perbuatan suka sama suka.Â
Begitu pula yang terjadi beberapa tahun silam, seorang kepala SLB di Jawa Timur telah merudapaksa siswanya sendiri. Kebetulan siswanya adalah seorang anak tuna grahita. Kemudian di salah satu SLB di Lampung, seorang penjaga dan pengurus asrama telah melakukan tindakan asusila terhadap siswa asramanya. Entah suka sama suka atau apa, yang pasti pelakunya adalah penjaga sekolah yang usianya berselisih jauh dan kebetulan korbannya adalah anak sekolah dan tuna grahita pula. Akhirnya pelakunya dimasukkan ke dalam penjara.