[caption id="" align="aligncenter" width="599" caption="Gambar: Brownies, sulit membedakan antara brownies dengan atau tanpa ganja (vivanews.com)"][/caption] Baru-baru ini Kompas online merilis berita tentang penangkapan pembuat dan pengedar kue brownies yang dicampuri ganja. Narkoba kelas satu ini ternyata sengaja diedarkan dengan memanfaatkan kelengahan aparat. Mereka mengedarkannya dengan cara yang tidak lazim, mencampurkan narkoba ke dalam kue brownies. Apa jadinya jika kue brownies pun tak luput dari campuran produk berbahaya tersebut? Konsumen yang boleh jadi hanya peminat kue, ternyata harus mengkonsumsi narkoba tanpa disengaja. Meskipun dugaan saya para pemesan kue tersebut hanyalah trik dan modus bagaimana mereka bisa menikmati narkoba tanpa diketahui oleh aparat BNN. Pembuat brownis dengan resep ganja tersebut membuka lapaknya di kawasan Blok M Plaza, Jakarta Selatan. Mereka membuat kue tersebut sengaja untuk menutupi ulah buruknya menjajakan barang haram tersebut berharap tidak tercium oleh aparat. Seseorang dengan inisial IR (38 th) ini terendus pihak BNN tatkala kue yang disantap pelanggan yang kebetulan siswa SMP, justru membuat teler selama 2 hari. Kecurigaan akhirnya terbukti  setelah dicek di laboratorium, makanan tersebut mengandung THC, zat yang terdapat dalam ganja. Tanpa menunggu lama, pihak BNN pun melakukan penyergapan dan ditemukan barang bukti beberapa paket ganja, adonan ganja dalam baskom yang siap dibuat menjadi kue dan tak hanya itu, ternyata selain menemukan paket ganja, BNN pun menemukan alat isap (bong) yang biasa digunakan oleh para pengguna narkoba (sabu). Diduga seperangkat alat hisap tersebut memang disediakan oleh pengedar setelah berhasil menjerat korbannya ke dalam pengaruh narkoba. Produk makanan yang berbahaya ternyata tak hanya masyarakat umum, kalangan terpelajar, siswa SMP bahkan mungkin SD,  termasuk kalangan mahasiswa ternyata menjadi pelanggan tetap. Sebuah kondisi yang cukup memprihatinkan. Ketika Ganja dijadikan Bahan Makanan Menurut informasi yang saya dapatkan beberapa waktu lalu, dari seorang pendatang yang kebetulan berasal dari Aceh, beliau menceritakan bahwa ganja sebenarnya bisa digunakan sebagai campuran bumbu masakan. Alasannya karena dengan narkoba tersebut masakan akan terasa lebih lezat. Semoga saja informasi ini tidak benar. Karena masyarakat Aceh adalah kaum agamawan dan menjaga tradisi leluhur yang menghindarkan diri dari makanan haram. Namun anehnya, informan tersebut tanpa basa-basi menjelaskannya bahwa penggunaan ganja tersebut sudah sedari nenek moyang mereka. Mereka memang memanfaatkannya untuk tambahan bumbu dapur. Entahlah, apakah ini hanya modus peredaran narkoba secara terselubung atau memang benar adanya untuk mempergurih masakan. Yang pasti narkoba, termasuk ganja sampai saat ini masih tergolong zat berbahaya bagi penggunanya. Dan tak dapat digunakan untuk apapun termasuk dicampurkan dalam makanan. Melihat fenomena peredaran ganja di tanah air dan kebetulan ketika terjadi penggerebekan ternyata barang haram tersebut banyak dihasilkan di wilayah Aceh.  Turut memicu perhatian orang tua, termasuk saya sendiri selaku orang tua semakin was-was. Apalagi beberapa waktu yang lampau menurut informasi didapati permen yang sengaja dicampur narkoba. Awalnya si anak menerima pemberian orang yang tak dikenal, karena narkoba adalah candu, lama kelamaan pengaruh zat adiktif tersebut merusak syaraf anak-anak, dan secara otomatis mereka menjadi pengguna dan pelanggan baru peredaran narkoba. Tak hanya pada permen, karena perluasan peredaran ganja sudah masuk ke semua lini kehidupan. Tak heran jika kita menemukan segerombolan anak-anak yang awalnya tak mengenal narkoba ini, tiba-tiba ketagihan dan terjerat menjadi pengguna aktif tanpa bisa dicegah dan sulit disembuhkan. Pemanfaatan Kantin (koperasi) sekolah dalam mengantisipasi makanan bercampur narkoba Sebagai bagian pendidik di sekolah, sampai sejauh ini, pemanfaatan koperasi sekolah, termasuk di dalamnya kantin sekolah ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Karena sampai sejauh ini pula, saya masih banyak melihat sekolah-sekolah yang memiliki kantin, ternyata makanan yang dijual tidak memenuhi standar kesehatan. Banyak makanan ringan yang mengandung pengawet dan seringkali kontrol kadaluarsa kurang begitu dilakukan oleh sekolah. Maka amat wajar, jika setiap tahun terdapat anak-anak yang menjadi korban makanan yang dijual bebas. Apalagi jika kantin tersebut dikelola oleh masyarakat umum yang kurang begitu memahami pengaruh makananan berbahaya bagi kesehatan. Di samping pemanfaatan kantin sekolah yang tak memenuhi harapan, ternyata situasi ini dimanfaatkan oleh para pedagang nakal yang memanfaatkan kesukaan anak-anak akan makakan siap saji. Makanan yang dijual seringkali yang penting murah, tapi bahan yang digunakan ternyata tidak layak konsumsi. Belum lagi makanan seperti sosis ternyata banyak pula yang diketemukan telah kadaluarsa dan berjamur. Ditambal lagi saus yang beredar rata-rata berasal dari produk sukabumi yang notabene diproduksi dari ampas pabrik singkong dicampur bahan kimia. Terlihat sekali, pihak sekolah, dan dinas kesehatan kurang begitu respeck terhadap peredaran makanan tak layak konsumsi. Masyarakat seringkali kecolongan dengan makanan berbahaya meskipun makanan tersebut acapkali dijual di lingkungan pendidikan. Mudah-mudahan, dinas terkait mulai mawas diri, dan melakukan pengecekan secara berkala terhadap makanan-makanan yang dijual di kantin atau warung-warung di sekitar sekolah, agar harapannya makanan yang dikonsumsi anak-anak kita benar-benar bebas dari barang berbahaya termasuk narkoba. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir lagi terhadap makanan yang disantap oleh anak-anaknya. Semoga Sumber : Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H