[caption id="" align="aligncenter" width="275" caption="0ikodomeo.wordpres.com"][/caption]
Berkompasiana, istilah yang aku sebut aktifitas tanpa batas waktu dalam berkecimpung dalam dunia tulis menulis di kompasiana. Sebuah dimensi holistik hubungan timbal balik yang saling menguntungkan secara immateril, keuntungan yang bukan semata-mata karena uang. Tapi, keuntungan di dalamnya adalah bertambahnya pengetahuan diri dalam dunia tulis menulis.
Detik demi detik aku selami perjalanan hidup ini dalam bait-bait kata yang tersusun rapi menjadi tulisan yang mungkin nilainya tak sebaik penulis lainnya. Aku mencoba meluruskan setiap bait itu menjadi susunan kata yang indah, layak dibaca dan selalu mencoba belajar dan merenungi diri, dimanakah letak sempurnanya tulisan itu. Meskipun kadang lelah, kenapa saya tak bisa menulis indah yang bisa membangkitkan gairah pembacanya. Tak hanya itu, kadang terlihat membosankan dan basi, itu lagi-itu lagi yang tertulis. Ahhhh mungkin memang inilah perjalanku dalam mencari jati diri. Sejauhmanakah aku bisa bertahan dan selalu ingin mempersembahkan yang terbaik bagi diri sendiri, meskipun seringkali berharap setiap orang yang membaca menjadi puas, dan ingin lagi membaca tulisanku. Tapi entahlah, mungkinkah hanya ini batas kemampuanku dalam melahirkan tulisan.
Benarkah aku dungu? Atau aku memang bukan penulis yang dicari-cari? Ada kesenjangan antara harapanku melahirkan tulisan yang bernas dengan kemampuan dan kecerdasan fikirku dalam merangkai kata-kata. Bahkan jari-jemariku seakan-akan kaku, tak bisa bergerak lagi tatkala dadaku bernafsu untuk menyentuh lagi tombol demi tombol keyboar. Benarkah ini pertanda aku kurang bisa menulis? Atau memang menulis benar-benar karena bakat? Entahlah. Sejauh ini aku menyadari bahwa inilah aku, si dungu yang sampai kini tak mampu menjadi penulis yang diharapkan selalu hadir. Kadang aku berfikir, aku hanyalah bagian kecil dari jutaan manusia yang berbakat dan mampu melahirkan karya-karya indah yang menggugah selera pembaca. Berharap semua bisa melahapnya sampai habis dan merasa ketagihan. Tapi nyatanya detik demi detik kulalui ternyata tetap begini dan masih saja begini.
Aku merasa tulisanku selalu saja tak bisa memuaskanku. Hati ini merasa berdosa, kenapa kemampuanku tak juga bertambah? Adakah yang salah dengan kecerdasan berpikirku? Atau memang Tuhan hanya sebatas ini anugerah yang diberikanNya kepadaku. Entahlah. Namun yang pasti, aku merasa hidup, tatkala jari-jemariku mampu melahirkan lagi huruf demi huruf, bait demi bait, dan paragraf demi paragraf tulisan yang terlahir dari gairah ini.
Aku ingin selalu berbagi dengan semua orang, meskipun mereka mengejekku dengan senyumannya yang sinis. Sambil bergumam "si bodoh itu masih saja menulis ya?" terkaku dalam hati. Biarlah, seandainya ungkapan-ungkapan yang lahir setelah membaca tulisanku, aku berharap semuanya menjadi penyemangat dan doa bahwa orang bodoh ini ternyata keras kepala, meski tak memiliki kemampuan apa-apa ternyata tetap saja menulis dengan hasil yang sungguh-sungguh mengecewakan. Menjiikkan sekali dirimu? Dimana letak harga dirimu meski engkau dungu nyatanya engkau adalah sosok yang keras kepala.
Berharap usiaku akan panjang, melebihi usia nabi yang hanya 63 tahun. Tak ingin akhir hayatku dipenuhi noktah-noktah kebodohan, kenapa tidak sedari dulu menyemangati diri sendiri. Kenapa tak sedari dulu membagi yang dimiliki? Bodoh sungguh bodohnya aku. Tapi, apa sih yang dibanggakan dari tulisan tak berisi itu? Sampah yang hanya memenuhi kantung-kantung simpanan server. Ia seperti lilitan sampah yang tercecer dan menyumbat sirkulasi udara ruangan server. Mau dibuang sayang, tapi disimpan menjadi bangkai.
Tapi, meskipun sekelebat perjalanan hidupku, ada kebanggan yang tak dapat aku simpan selama ini, ternyata diriku pun masih bisa memberikan manfaat. Laksana rumput yang selalu saja dianggap gulma pengganggu tanaman, tapi ternyata ada makhluk lain yang membutuhkanku. Tak masalah, jika semuanya serba tak sempurna, seandainya ketidak sempurnaan itu cukup memberikan ruang agar sedikit terbuka sehingga menjadikan cahaya masuk ke dalam ruangannya.
Aku tak ingin menyalahkan rendahnya kemampuanku, tapi aku akan membangunkannya menjadi gairah yang takkan padam, meskipun raga ini semakin tua. Bersama-sama menjadi bagian dunia yang tak terpisahkan jarak oleh ruang dan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H