Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Admin Kompasiana, Mendukung Erotisme?

7 Agustus 2016   05:34 Diperbarui: 7 Agustus 2016   17:19 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sedikit demi sedikit saya  mulai mengerti dengan apa yang menjadi kiblat admin kompasiana. Kompasiana sepertinya sudah mulai berpikir jumawa bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah semuanya mesti dibuat tak berdaya. Khususnya kebijakan yang hakekatnya memunculkan ide moralitas. Admin kompasiana sepertinya sudah mulai berada di satu sisi yang lebih mengedepankan pada "menjual" tulisan yang dampaknya akan berefek negatif bagi masyarakat. Bagaimana bisa tulisan yang mendukung erotisme begitu mudah menjadi tulisan yang dikategorikan pilihan, sedangkan saat ini negara kita tengah berusaha memecahkan masalah tentang kejahatan asusila.

Bagaimana mungkin sebuah laman media sosial yang "katanya" ingin mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang demokratis yang sesuai aturan, justru malah memberikan ruang yang lebih bagi pelanggaran hukum dan mencederai hak-hak demokratis yang sebenarnya. Secara kasat mata saja sudah terlihat, betapa tulisan yang menggiring opini agar umat Islam semakin tidak berdaya oleh gesekan-gesekan opini yang sengaja diarahkan demi melawan hegemoni penguasa Islam lantaran bangsa ini saat ini memang dipimpin dan dikelola oleh mayoritas umat Islam. Dengan risiko penggiringan opini yang sudah dipilih dengan tidak memberikan ekses yang negatif kepada media sosial keroyokan ini. Bagaimanapun bentuk tulisan, apakah itu baik atau tidak yang penting disesuaikan dengan selera pasar dan keuntungan maka tulisan itu menjadi tulisan yang "penting" banget.

Entah, meskipun dampaknya justru akan memberikan effek yang negatif atau tidak dihiraukan lagi. Dan yang lebih aneh lagi, meskipun katanya mengedepankan semangat perbedaan, tapi faktanya jajaran tulisan pilihan adalah tidak berbeda. Semua yang mendukung ide kebebasan "tanpa batas" seakan-akan dijadikan berita terpenting abad ini.

Seorang yang menjual "dirinya" dengan berbisnis makanan yang mengandung erotisme ternyata justru disambut hangat dan terkesan sesuai selera pembaca. Padahal pembaca kompasiana juga menginginkan tulisan yang mendukung kebaikan terjadi di masyarakat kita. Admin kompasiana yang semestinya memperhatikan efek yang terjadi jika tulisan itu diletakkan di tempat terhormat, ternyata sampai sejauh ini semakin terlihat belangnya. Maka dugaan saya yang sudah-sudah memang kesannya admin tebang pilih dalam memuat berita. Padahal semestinya masyarakat kita diberikan hidangan yang benar-benar sesuai dengan semua kelompok, meskipun itu akan memberikan batasan pada pergerakan masyarakat untuk tidak berbuat amoral, sampai sejauh ini masih sulit dilakukan.

Anggapa ini bisa saja salah, tapi siapa yang tidak heran jika pemberitaan tentang Ahok yang notabene telah melakukan aneka kesalahan sengaja diredam, sedangkan penulis-penulis "habul" dan bayaran yang membelanya habis-habisan justru ditempatkan di tempat yang istimewa. Atau pemberitaan mengenai kesalahan BPOM yang telah menyita barang dagangan yang disangkakan mempertotonkan erotisme itu ternyata dijadikan berita utama. Saya dan mungkin pembaca lain yang isinya ribuan atau jutaan ini tentu akan mengelus dada. Media sosial yang semestinya mengedepankan pemberitaan yang syarat informasi dan opini yang tidak menyesatkan justru tidak menjadi sandaran. 

Saya mungkin terlalu mendikte, tapi saya memaklumi karena kompasiana meskipun media warga adalah bergaining dari orang-orang "besar" di belakangnya yang cenderung lebih menggiring pemerintah dengan berita-berita yang absurd. Meskipun faktanya memang admin bekerja karena pesanan dan bayaran, mbok semestinya pahamilah efek yang akan ditimbulkan jika pemberitaan dan opini itu semakin meluas.

Ketika tindakan yang dilakukan pemerintah sudah benar, semestinya didukung dengan tidak menempatkan berita yang justru memberanggus ide-ide kebaikan dari penyelenggara negara ini. Karena dampaknya masyarakat semakin dibuat bingung dan tidak percaya lagi dengan apa yang dilakukan karena dianggap semuanya salah. Sedangkan pelaku kejahatan yang terang-terangan melakukannya dengan kesadaran justru dibela habis-habisan.

Sekali lagi, saya paham bahwa admin bekerja karena ingin mendapatkan "bayaran" tapi janganlah idealisme Anda dibunuh demi sebuah rating dan penghasilan yang mengalir meskipun harus merusak sendi-sendi masyarakat kita. Mari bersama-sama kita bangun masyarakat yang beradab dan bermoral Pancasila sebagaimana yang menjadi prinsip dan ide nawa cita dari Presiden Joko Widodo. 

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun