Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Makna Pengangguran di Sekitar Kita

18 Juni 2024   20:54 Diperbarui: 19 Juni 2024   11:30 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: defimedia.info

Sebelum meneruskan tulisan ini, saya batasi dulu makna pengangguran adalah sosok yang sama sekali tidak mempunyai kegiatan yang berorientasi penghasilan. Alias hanya diam saja dan melakukan hal-hal yang sia-sia.

Apa yang menjadi bahan renungan saat ini adalah sebuah stigma bahwa saat ini banyak orang yang menganggur dengan tanda kutip tidak bekerja di sektor formal, seperti: menjadi pegawai atau karyawan swasta. Karena memang orang-orang sebelumnya menganggap bahwa pengangguran itu tidak bekerja di sektor pemerintah atau swasta dengan seragam tertentu dan mereka digaji sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebut saja pegawai negeri atau pegawai swasta di BUMN di mana orang-orang sibuk menempuh pendidikan yang tinggi untuk kemudian melamar pekerjaan pada bidang tertentu dan mendapatkan gaji sesuai dengan yang sudah ditetapkan. 

Sedangkan ketika sosok itu berpakaian kaos lusuh, dia membuat bata merah di sebuah tobong, apakah mereka disebut pengangguran? Atau ketika seseorang asyik membuat konten di media sosial dan mereka mendapatkan uang atas jerih payahnya apakah disebut pengangguran juga? 

Nah, inilah titik awal stigma yang keliru sekaligus paradigma yang melenceng ketika menganggap pengangguran itu orang yang tidak bekerja di sektor formal dan tidak berpakaian ala-ala pegawai negeri atau perusahaan tertentu.

Padahal ketika sosok itu sudah berusaha dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki, maka sosok itu bukan lagi pengangguran. Meskipun apa yang diusahakan belum membuahkan hasil, tapi paling tidak mereka tengah berusaha membangun usaha sesuai mimpinya demi masa depan yang cerah.

Dan ironinya, ketika di sekitar kita banyak orang yang memilih usaha mandiri membuka usaha produktif atau sebagai konten kreator di media sosial, sebagian orang masih menganggapnya naif dan aib. Padahal apa yang diusahakannya adalah bagaimana mencari penghasilan yang halal dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pertanyaannya, kenapa pengangguran masih merajalela?

Nah, pertanyaan inilah yang selama ini banyak dicari jawabannya. Entah itu profesor pendidikan atau ahli dalam bidang sumber daya manusia, membuat penelitian mengapa masih banyak pengangguran di negeri ini. 

Mungkin jawabannya adalah karena "stigma" banyak pekerja-pekerja yang secara mandiri bekerja dari rumah tanpa diketahui para peneliti itu. Atau dengan kata lain para pekerja bawah tanah itu memang tidak pernah menunjukkan prestasinya karena takut dianggap sebagai pembohong atau penghalu lantaran tidak pernah keluar rumah tapi uangnya kok banyak. Jangan-jangan pelihara tuyul, hehe.

Boleh jadi pemikiran pembaca (eh, kita maksudnya) juga sama, ketika melihat tetangganya yang bukan pegawai tapi punya banyak uang masih dianggap pengangguran. Atau seolah-olah orang yang dianggap aktif bekerja dan punya prospek masa depan adalah milik pekerja kantoran. Sedangkan pekerja seni atau pemilik usaha kreatif tidak punya prospek masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun