Sedangkan para bandar akan tertawa lepas, di balik meja layar menyaksikan berapa trilyun uang masuk ke rekening mereka. Meskipun mungkin modal membuat aplikasi tersebut juga tidak sedikit, faktanya tidak ada satu pun bandar yang mau rugi. Maka ujung-ujungnya akan mengambil uang para pemainnya.
Ibarat kata, jangankan judi online, judi koprok (dadu) saja para bandar selalu menggunakan trik curang agar pemainnya kalah. Bahkan jika tidak kalah, dia berusaha menggunakan trik bagaimana memenangkan laga tersebut. Bagaimana caranya dengan siasat busuk agar mampu menguras isi kantung celana para pemain.
Itu di dunia nyata ketika bandar ada di hadapan pemain, bagaimana jika judi itu online dan dikendalikan oleh AI atau kecerdasan buatan dengan kecanggihan teknologi yang sudah di-setting agar pemainnya kalah.Â
Fakta yang tidak bisa dibantah, ada di beberapa negara, situs judi justru didukung pemerintah lantaran uang pajak dan upeti yang diserahkan juga terlampau besar.
Apakah bandar tega melihat kekalahan pemainnya yang sampai-sampai depresi dan bunuh diri atau kehabisan harta benda?Â
Heh, mana mungkin bandar punya rasa gak tega, justru dia berprinsip bagaimana memenangkan permainan dan seluruh harta masuk ke kantung perusahaan judi atau kantung pribadi. Sedangkan para pemain yang pailit, hanya bisa menyesali akibat dari aktivitas ilegal ini.Â
Mungkin tidak sedikit yang merasa lelah dan menyerah karena sudah kehabisan harta benda. Mereka taubat dan tidak melakukan aktivitas perjudian lagi.Â
Lalu bagaimana sosok yang "ngeyel" dan tidak mau mendengar peringatan atau teguran orang lain? Tentu lebih buruklah akibatnya.
Bagaimana dari sudut pemain?Â
Dari beberapa kasus, perjudian rerata dimainkan kalangan menengah ke bawah, tapi di luar negeri tak sedikit para pemilik modal atau konglomerat yang begitu semangatnya bermain judi.Â