Setelah menerima obat dari resep tersebut, tubuh kami memang menunjukkan sedikit enakan, tapi jika malam hari demam tak juga turun. Bahkan sampai sepekan kami tidak bisa menyentuh air, sebab kalau sekali menyentuh air misalnya ketika wudhu, tubuh kembali menggigil hebat, hidung mampet dan batuknya parah. Dan rasa yang parah kami alami adalah tubuh ini dingin seperti mayat, telapak tangan pucat dan setiap hari harus menggunakan jaket tebal. Indera perasa tiba-tiba hilang dan perut selalu ingin muntah. Beruntungnya saya tetap memaksa untuk mengonsumsi makanan, sebab jika tak sedikit makanan yang masuk ke perut, khawatirnya penyakit itu semakin parah.
Selain mengonsumsi obat dan vitamin, kami melawan penyakit itu dengan mengonsumsi buah-buahan, susu hangat pun menjadi makanan dan minuman wajib yang harus kami konsumsi agar kondisi tidak nge-drop.
Selama sepekan lebih rasa sakit itu tak juga membaik, bahkan tangan dingin dan badan panas tinggi. Saya sempat berpikir karena gejala demam berdarah atau malaria.
Merasakan gejala covid-19 tapi enggan rapit test
Mendengar kata rapit test atau swab tes tentulah tidak asing lagi. Begitu juga kami sudah mendengar istilah-istilah tersebut yang menunjuk cara mengetes keadaan fisik seseorang, apakah ia terpapar virus atau tidak. Sayangnya saya tidak mengikuti prosedur pemeriksaan itu lantaran saya trauma dengan banyaknya pasien yang dinyatakan positif ternyata kesehatannya tidak kunjung membaik. Berharap mendapatkan fasilitas pengobatan yang baik di rumah sakit, ternyata penyakitnya semakin parah. Tak sedikit pasien yang justru meninggal setelah mendapatkan pengobatan dan penanganan protokol Covid-19. Meskipun banyak pula yang mengalami kesembuhan setelah ditangani rumah sakit, tapi tak sedikit yang gagal. Lantaran kondisi tersebut saya putuskan untuk tetap di rumah dengan menjalani isolasi mandiri.
Setelah isolasi mandiri ternyata fisik belum juga berangsur pulih, padahal obat-obatan dan vitamin sudah kami konsumsi, ditambah di siang hari kami juga berjemur agar mendapatkan sinar matahari. Sayangnya meskipun proses itu kami lakukan, penyakit tersebut tidak juga hilang.
Kurang lebih sepuluh hari kami bed rest dengan penyakit yang tak juga membaik, dan alhamdulillah akhirnya merasakan kesembuhan setelah mendapatkan suntikan dokter dua kali, berupa  suntikan antibiotik dan vitamin.
Meremehkan Covid-19, akhirnya berakhir derita
Sebenarnya bukan meremehkan, tapi karena yakin sudah menerima vaksin maka kami otomatis  terhindar dari virus.Â
Sayangnya dugaan saya keliru, meskipun telah mendapatkan vaksin pertama, nyatanya kami masih merasakan gejala yang sama dengan Covid-19. Setiap malam demam, kepala pusing, batuk pilek, dan  sangat sulit bernapas. Untungnya saya menggunakan minyak kayu putih untuk melonggarkan pernapasan, jadi semalam masih bisa bernapas dengan baik.
Setiap hari menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, ternyata masih juga terkena serangan virus. Boleh jadi pada saat itu kondisi lagi nge-drop, jadi virus begitu mudah menyerang.