Tidak terasa dua belas tahun blog kroyokan Kompasiana merajai dunia netizen. Para netizen tersebut secara sukarela bergabung dalam komunitas menulis yang cukup besar ini, yang ternyata bisa menghimpun banyak tulisan penuh warna dari berbagai penulis. Dan ternyata para penulisnya pun berasal dari berbagai suku, agama, pekerjaan dan daerah tentunya.Â
Dengan keanekaragaman penulisnya, maka tipe dan gaya penulisan pun berbeda-beda sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Bagaimana dengan saya? Â Saya bisa dibilang kompasianer kawakan jika dilihat dari masa pendaftaran menjadi member atau anggota genk di blog bersama ini. Yakni 2011 yang lalu saya memberanikan diri bergabung dengan para penulis yang hadir dari banyak latar belakang ini.Â
Awalnya sempat down, minder atau rendah diri, dan merasa bukanlah siapa-siapa jika disandingkan dengan para penulis yang  bisa dikatakan beken-beken. Meskipun dalam perjalanan waktu, ternyata banyak kompasianer yang rela undur diri dan berpindah rumah menulis demi mengikuti kata hati. Semua kembali pada masing-masing personal, apa sebenarnya yang menjadi alasan mengapa mereka bisa ke lain hati. Semoga saja karena niat ingin mencari kehidupan baru jika di keluarga lamanya sudah cukup membuat jenuh.
Dengan rentang sembilan tahun tentu harapannya sosok ndeso ini bisa menjadi salah satu kontributor atau penulis yang bisa menghiasi dunia internet dengan tulisan yang bermutu, bernas dan inspiratif. Sayangnya saya merasa selalu  ada yang kurang. Embohlah, mungkin sebatas inilah kemampuan saya sampai kini. Meskipun tidak salah untuk terus mengasah diri dalam tulis menulis sampai usia tak lagi mampu menulis. Bahkan sampai sekarang, saya tetap merasa sebagai penulis junior yang harus terus belajar menjadi sama dengan penulis lainnya (bukan senior).
Kembali ke  judul pada tulisan ini, sebenarnya saya merasakan sungkan atau malu jika harus mengatakan dengan sejujurnya siapa sederet Kompasianer yang bisa mengambil kekaguman saya pada mereka berempat ini. Meskipun dari relung hati yang paling dalam, semua penulis di blog bersama ini adalah inspirator dan sosok-sosok yang menjadi panutan serta idola saya. Tanpa saya sebutkan satu persatu kalian adalah sosok inspiratif.
Para penulis yang sejatinya saya kenali dari pertama kali membaca tulisan-tulisan mereka, dan sederet aktivitas yang nampak di media sosial, nyatanya sampai saat ini memberikan nilai plus bagi penilaian saya pribadi, bahwa mereka layak untuk diberikan empat jempol.
Lalu, siapa sih sebenarnya empat idola saya tersebut? Cekidot!
Sosok pertama yang sampai sekarang menjadi idola saya adalah Bapak Tjiptadinata Effendi. Pria kelahiran Padang, Indonesia ini adalah seorang kompasianer yang sampai sekarang tetap menjadi idola saya. Kiprah perjuangan sampai beliau berhasil menjadi sosok yang sukses menjadikan saya selalu ingin belajar kiat-kiat bagaimana menggapai kesuksesan itu. Yang membuat saya salut, meskipun beliau adalah tokoh yang merupakan kalangan atas -menurut saya, ternyata masih mau bertegur sapa dengan orang kecil seperti saya ini.Â