Malam ini laptop sudah menyala, waktu di laptop menunjukkan pukul 20.04 WIB. Jadi saat ini sudah mulai larut malam. Tapi anak-anak masih asyik nonton tayangan di youtube dan televisi masih menyala dengan disaksikan oleh istri dan anak gadisku.
Beberapa menit aku pandangi layar laptop dan kubuka akun Kompasiana untuk membagikan tulisan apa saja. Sayangnya malam ini pikiranku seperti tersumbat. Entahlah sejak sore badan terasa kurang fit. Apa karena  faktor cuaca, atau faktor x yang aku tidak mengerti. Faktor x bisa karena ada problem yang belum terpecahkan, atau karena dua hari yang lalu salah satu keponakan menghembuskan nafas terakhir. Berdasarkan rongent si remaja ini mengalami sakit usus buntu. Awalnya merasa sakit pada perut, ia anggap biasa, hanya diperiksakan ke Puskesmas dengan diberikan obat sakit perut. Benar sekali karena salah diagnosis usus buntunya semakin parah. Baru dibawa ke rumah sakit Sukadana,  Lampung Timur, ia divonis dokter harus operasi.
Semua proses dijalani dengan lancar dan selesai sudah proses operasi, tapi sungguh yang menyedihkan si anak begitu cepat siuman dan mengalami gejala seperti kesurupan. Padahal pasien lain tidak mengalami gejala apa-apa. Entah mungkin karena gerakan yang tidak bisa dikontrol mungkin bagian yang dioperasi tadi pecah, hingga si keponakan harus berakhir dengan menyedihkan. Seorang anak yang masih berumur belasan tahun, persis dengan anak sulungku karena masa kelahiran tidak terlalu jauh jaraknya, dan saat ini masih menempuh pendidikan menengan pertama. Anak ini berprestasi dengan ranking kedua di kelasnya. Tapi mungkin qadarullah, semua sudah kehendak-Nya, orang tua harus merelakan kepergiannya.
Kejadian yang menimpa sang ponakan mirip dengan apa yang dialami adikku pertama. Kala itu adik menderita sakit demam tinggi dan berkali-kali di bawah ke bidan dan diberi obat. Ternyata meskipun sempat sembuh, ternyata sakitnya kembali kambuh.Â
Galibnya orang tua dulu, jika anak sakit kebanyakan dikerokin agar panasnya turun. Kalau tidak turun juga baru dibawa ke klinik atau Balai Pengobatan (BP) untuk perawatan lebih intensif. Nah jika penyakitnya tidak kunjung sembuh, baru dirujuk ke rumah sakit daerah.
Pada umumnya di rumah sakit pun dokter hanya memeriksa denyut nadi, tekanan darah (tensi), kondisi mata, bagian tenggorokan (lidah)kemudian  diberikan pengobatan. Sayangnya kala itu keluarga tidak semuanya di rumah. Khususnya ayah yang merantau ke luar daerah untuk mencari sesuap nasi. Pada saat itu aku yang memang belum pernah keluar daerah, akhirnya nekat mencari di mana ayah bekerja. Alhamdulillah lokasi yang cukup jauh dengan bertanya sana-sini akhirnya tempat yang aku tuju akhirnya ditemukan.
Beberapa saat ngobrol dengan ayah terkait kondisi adik di rumah sakit, akhirnya ayah pun pamit pulang-meskipun saat itu beliau lagi ada proyek pekerjaan membuat waduk kecil. Dengan berat hati karena harus meninggalkan kewajibannya karena harus mengurus sang anak yang terbaring lemah di rumah sakit.
Sayang sekali, mungkin karena proses pengobatan kurang tepat dan salah melakukan diagnosis, sang adik akhirnya menghembuskan nafas terakhir,Â
Dua kejadian yang aku alami di antara keluarga sendiri yang di usia yang relatif muda harus mengalami kondisi yang harus merenggut nyawanya. Kondisi keluarga yang dibilang pas-pasan, ternyata sang anak pun sedikit terlalaikan. Bisa jadi karena memang kondisi yang sulit, jadi untuk mendapatkan pengobatan yang segera dan tepat sulit didapatkan.
Pentingnya Memahami Kondisi PasienÂ