Beberapa bulan yang silam saya mendapati seseorang yang mengaku telah melakukan investasi. Menurut apa yang diceritakan ternyata investasi tersebut gulung tikar dan dana investor menguap entah kemana. Ia melakukan gugatan pun nyatanya tidak membuahkan hasil.
Ada pula beberapa konsumen yang merasa tertipu dengan Kampung Kurma. Bahwa pihak pengelola memberikan janji-janji akan memberikan ketentuan bagi hasil yang sesuai jika nanti bidang tanah dan tanaman kurma sudah membuahkan hasil.Â
Tahu sendiri kan yang namanya manusia acapkali terpedaya oleh penampilan. Maka tak sedikit investor yang dibuat menangis batin lantaran uang yang disetorkan yang jumlahnya tak sedikit itu telah raib entah kemana.
Padahal awal niatnya berinvestasi adalah menabung sambil mengembangkan uang agar semakin menghasilkan. Sayangnya investor lupa bahwa janji-janji yang begitu muluk itu hanyalah manis dibibir. Meskipun saya enggan menyebutnya kecerobohan, lantaran biasanya lembaga investasi sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga lembaga yang bergerak dalam bisnis tersebut dijamin keamanannya.
Para investor pasti sudah membaca draft  perjanjian dan kondisi serta latar belakang lembaga pengelola. Jika ternyata lembaga itu awalnya sehat kok tiba-tiba bangkrut tentu ada yang tidak beres di dalamnya.
Terlepas dari investasi apapun memang sangat mungkin mengalami kebangkrutan, baik karena faktor kecerobohan pengelola, pengelola tidak profesional, korupsi dan penipuan, iklim ekonomi yang jatuh, serta ketidak jelasan status investasi tentu menjadi catatab buruk bagi iklim investasi di Indonesia.
Ada beberapa hal yang membuat iklim investasi semakin jatuh.
Pertama, kepercayaan masyarakat semakin hilang. Saya menilainya sebagai social effect. Di mana masyarakat akan mengikuti apa yang terjadi saat ini. Ketika setiap investasi ternyata berujung kerugian, maka lambat laun siapapun akan enggan untuk ikut nimbrung dalam bisnis ini.
Kedua, banyak sektor bisnis yang akan mangkrak. Bagaimanapun hebatnya lembaga investasi, jika tanpa ada kepercayaan dari investor, maka lembaga itu lama-lama aka bangkrut. Lembaga itu secara perlahan akan tutup permanen lantatan tidak ada lagi yang mau berinvestasi.Â
Bayangkan saja jika uang-uang yang dititipkan agar dikelola dengan baik, ternyata tidak dikelola dengan tepat, maka dapat dipastikan calon investor pun akan berbalik badan. Jangankn uang ratusan juta, puluhan juta yang lenyap saja sudah pasti membuat kapok.
Pada hakekatnya, banyak lembaga keuangan (bank) atau asuransi yang menggunakan dana investor untuk bisnis tertentu. Seperti developer yang menyediakan tanah serta gedung untuk dikomersilkan. Seperti di beberapa televisi swasta seringkali muncul iklan investasi yang ternyata nilainya sangat fantastis. Dengan presentasi sang sales, seolah-olah apa yang diprogramkan seratus persen berhasil. Nyatanya banyak pula yang justru menjadi korban.
Berinvestasi tanah, solusi investasi paling murah dan menguntungkan
Banyak investasi yang justru menggiring calon korbannya dengan retorika yang tidak masuk akal. Seperti misalnya bisnis dengan keuntungan lima puluh persen, tentu bisnis ini amat mencurigakan dan membahayakan.
Namun beda jika investasi tanah yang jelas kepemilikan, Sertifikat Hak Milik, badan usaha yang juga jelas dan kondisi daerah yang jika dilihat memiliki tingkat kemajuan yang pesat.
Jika awalnya membeli tanah seharga 50 juta misalnya, ternyata di tahun pertama sudah mengalami kenaikan seratus persen bahkan lebih. Namun tetap harus dipastikan status tanah tersebut resmi atau tidak, bersertifikat atau belum, ada konflik dengan lembaga keuangan apa tidak. Karena kalau status tanah saja sudah bermasalah, tentu esok hari akan muncul masalah yang lebih serius.
Investasi tanah memang menjanjikan, khususnya di daerah yang aman dan berpotensi untuk berkembang.
Kenapa? Karena masyarakat berkembang sangat dinamis. Penduduk semakin maju, pusat ekonomi juga berkembang pesat, dan keamanan yang terjamin. Baik keamanan dari kejahatan maupun risiko bencana merupakan faktor utama sebelum memutuskan melakukan investasi.
Jika daerah itu rawan rampok dan rawan banjir, maka berfikir dua kali untuk berinvestasi di daerah tersebut. Karena risikonya juga besar. Dan yang pasti otomatis nilai tanah juga tidak akan berkembang karena sepi peminat dan pertumbuhan penduduk juga lambat. Beda halnya di daerah yang aman, nilai tanah tidak berkurang bahkan naik secara signifikan.
Berfikir realistis dalam berinvestasi agar uang yang seharusnya bisa menguntungkan bukan sebaliknya malah mendapatkan kerugian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H