Kasus ketiga adalah ada seorang mahasiswa yang telah menyelesakan pendidikan tinggi dan meraih status sebagai sarjana. Ternyata dalam statusnya di media sosial, ia bukannya membanggakan orang tuanya tapi memuji sang kekasih dengan maksud ingin mengatakan bahwa selama ini sang kekasih sudah berjasa mengantarkan dirinya memperoleh sarjana. Ia lupa bahwa dibalik statusnya saat itu, ada ayah ibunya yang telah mendukungnya dari belakang. Menghabiskan seluruh hidupnya demi menyelesaikan pendidikan anaknya.
Sungguh sikap sang anak yang sama sekali tidak menghargai orang tua. Sebaliknya membanggakan orang lain yang baru dikenalnya.
Ketika Anak malu mengakui siapa orang tuanya
Bolehlah kita menganggap diri kita mampu segala-galanya. Bahkan seolah-olah tidak ada campur tangan orang lain.
Padahal tidak ada manusia yang sukses tanpa campur tangan orang lain, termasuk orang tua yang telah mengandung dan membesarkannya. Mendidiknya sejak lahir hingga menjadi sosok yang sukses.
Sayangnya acapkali kesuksesan membuat dirinya lupa siapa sebenarnya dirinya. Bahkan orang tua yang petani saja dilupakan. Dengan kata-kata ketus "saya gak mau seperti ayah, orang kampung miskin." Atau "saya gak mau jadi petani, apa petani adalah pekerjaan hina." Padahal karena uang hasil pertanianlah yang mengantarkan dirinya menjadi orang besar.
Intinya, biarlah status melekat pada diri kita, tapi jangan pernah melupakan perjuangan orang lain termasuk orang tua sendiri.
Salam