Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Memetik Untung dari Pelarangan Kantong Plastik

1 Juli 2020   20:03 Diperbarui: 2 Juli 2020   10:27 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini Pemerintah DKI Jakarta resmi melarang penggunaan kantong plastik ketika berbelanja yang tertuang dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 142 2019, yang merekomendasikan kepada semua pihak yang berjualan atau pembeli untuk tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai. 

Hal ini otomatis menjadi aturan baku bahwa saat ini penggunaan plastik sekali pakai amat dilarang. Meskipun ada pula hal-hal yang dibolehkan penggunaannya pada jenis benda-benda tertentu.

Apakah aturan ini serta merta bisa diapresiasi oleh pemiliki usaha yang setiap harinya menggunakannya? Kemungkinan besar banyak yang mengapresiasi aturan ini, meskipun tidak menampik banyak pula pihak yang jelas menerima kerugian akibat kebijakan yang ramah lingkungan ini.

Siapa yang paling diuntungkan?

Mereka adalah pengusaha yang menghasilkan tas-tas belanja yang saat ini bertumbuh di seantero negeri. Saat ini banyak berdiri usaha-usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang secara kontinyu menghasilkan produk tas-tas belanja dengan harga terjangkau. 

Seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak berkebutuhan khusus, saat ini pun sudah banyak memproduksi kantong-kantong belanja yang diproduksi dari kain yang relatif murah.

 Merekalah yang mendapatkan kesempatan untuk semakin memperbesar usaha dan mendapatkan angin segar atas kebijakan yang tepat ini.

Namun, di antara mereka yang mendapatkan angin surga dari kebijakan ini adalah pengusaha yang memproduksi kantong plastik sekali pakai (kresek) yang sampai sejauh ini masih beroperasi dan memproduksi serta mendistribusikannya ke seluruh nusantara. Bahkan tak hanya produk dalam negeri yang beredar, kabarnya, saat ini banyak pula produk "kresek" ini yang berasal dari import. 

Meskipun demikian, terkait pelarangan plastik sekali pakai ini, tentu saja tidak serta merta menutup kran usaha para pengusaha tersebut, lantaran pada benda-benda tertentu penggunaannya masih dibolehkan.

Memetik Untung Dari Pelarangan Kantung Plastik

Orang bijak selalu berkata bahwa di dalam kondisi apapun, akan selalu menjadi jalan meraih keuntungan. Sama seperti kondisi saat ini, ketika pemerintah sejak jauh-jauh hari menetapkan harga perkantong plastiknya, nyaris menjadi sumber keuntungan bagi pelaku usaha perdagangan produk konsumsi harian ini, ternyata penggunaan plastik tidak mengalami penurunan. 

Setiap hari mudah saja kita temui pemilik gerai atau pedagang di pasar-pasar modern dan tradisional selalu menyediakan kantong plastik "berbayar".

Padahal sebelum ada aturan harga dari kantong plastik saja pemilik usaha masih mendapatkan keuntungan yang signifikan atas perputaran uang lantaran "iklan" yang tertera dalam kantong plastik mereka.

Apalagi jika kantong plastik itu tidak lagi gratis, tentu keuntungan berlipat ganda.

 Upaya pemerintah untuk mengurangi penggunaan plastik yang saat ini menjadi sumber pencemaran alam terbesar di dunia ini, ternyata masih terkendala karena penggunaannya tetap saja belum bisa dihindari. 

Padahal jika melihat aspek risiko dampak lingkungan, penerapan larangan penggunaan plastik seharusnya dapat dipertegas lagi. Alasannya, ketika para konsumen hendak berbelanja, mereka bisa saja membawa tas yang bisa digunakan ulang, atau kerancang belanjaan yang penggunaannya bisa berkali-kali.

Ketegasan pemerintah dalam pelarangan penggunaan kantong plastik seharusnya memberikan peluang semakin luas bagi pemilik usaha tas belanja atau produk keranjang yang berasal dari kain, rotan atau bambu itu. 

Atau keranjang-keranjang yang diproduksi dari rotan atau bambu misalnya. Karena merekalah sejatinya yang akan menjadi ujung tombak berhasil atau tidaknya pengurangan sampah plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Jika pemerintah belum bisa memberikan stimulus modal pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini , paling tidak dengan aturan yang tegas, kedepannya produk-produk tas belanja atau keranjang ini akan semakin banyak peminatnya, yang otomatis akan meningkatkan produksi dan pendapatan para pengusaha tersebut. 

Pengusaha mendapatkan manisnya keuntungan karena produknya laris manis, dan lingkungan juga ikut terjaga. Jika sampah bisa dikurangi, maka pencemaran lingkungan pun bisa diatasi. Dan jika pencemaran lingkungan bisa diatasi, maka anggaran keuangan negara untuk mengatasi sampah di negeri ini pun dapat dialokasikan ke tempat lain.

Sayangnya, sampai saat ini, meskipun geliat usaha produksi tas belanja berbahan kain ini sudah terlihat baik, nyatanya produk mereka masih sangat kurang peminatnya.

Alasannya, mereka lebih memilih bertangan hampa ketika berbelanja daripada harus mententeng tas yang notabene dianggap kurang nyaman. 

Padahal nyaman dan tidaknya penggunaan tas belanja tersebut tergantung kebiasaan atau passion yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengikuti aturan yang bijak ini.

Jika para tokoh memberikan contoh bagaimana mereka berbelanja menggunakan kantong belanja kain yang notabene tidak sekali pakai, maka secara tidak langsung masyarakat akan meniru apa yang mereka lakukan.

Iklan layanan masyarakat yang selalu mempropagandakan penggunaan kantong kain atau keranjang rotan atau bambu ini, tentunya perlu juga dilakukan agar masyarakat benar-benar sadar bahwa dengan produk masyarakat yang kreatif ini kondisi ekonomi masyarakat akan semakin baik dan tentu saja pencemaran lingkungan bisa lebih mudah diatasi.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun