Siapa ya yang belum mengenal ikan lele? Sepertinya semua pembaca sudah mengenalnya, kan? Yap. Ikan lele adalah salah satu ikan yang dipelihara masyarakat Indonesia selain gurami, emas, nila, gabus dan lain sebagainya.
Ikan lele yang juga merupakan hewan predator di perairan sungai ini ternyata sungguh memancing orang-orang untuk membudidayakannya. Ada yang sekedar iseng karena hiburan semata, namun ada pula yang serius mengelola budidaya lele dengan teknik manajamen pengelolaan yang lebih maju.
Ada sistem yang dibangun dengan sistem yang kekinian. Memelihara lele bukan sekadar memasukkan bibit di dalam kolam, diberi makan dan kemudian dipelihara selama beberapa bulan untuk kemudian mendapat hasilnya.
Ada juga yang bukan hanya memelihara saja, karena ada pula yang sengaja membuat benih untuk dipasarkan, indukan untuk pembenihan, dan ada pula yang murni pembesaran bibit.
Namun di antara mereka yang melakukan pembesaran bibit pun ada yang hanya membesarkan lalu di jual secara ecer, ada pula yang kemudian mengubahnya menjad produk lain. Seperti dibuat kerupuk lele, naget maupun bakso lele yang kini juga banyak tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Dengan kebutuhan ikan lele yang setiap tahun mengalami peningkatan yaitu 30 % Â dua tahun terakhir tentu memberikan gambaran jelas bahwa lele masih menjadi primadona dan sumber pangan yang bisa menjadi komoditas ekonomi yg cukup menarik perhatian.Â
Seperti dilansir oleh lama situs industri bisnis bahwa berdasarkan data Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi lele 2017 mencapai 1,8 juta ton atau melesat 131,7% dari pencapaian tahun sebelumnya. Angka itu di atas target KKP 1,3 juta ton.
Namun, fakta di lapangan memang justru mengalami kondisi yang berbalik arah, ketika berbicara kebutuhan semestinya peningkatan hasil dari peternak lele pun harus meningkat. Seperti misalnya ketika tahun ini diperoleh 2 kuintal sekali panen, seharusnya di panen berikutnya bisa menambah jumlah panenan.
Akan tetapi kondisinya justru sebaliknya, seperti yang saya amati dari kolam-kolam yang terhampar di wilayah Metro, ternyata di antara mereka sudah tidak digunakan untuk budidaya lele, entah apa faktornya. Namun ketika diruntut dari proses pengelolaan dan hasil akhirnya justru para pembudidaya lele ini banyak yang mengalami kerugian.
Kerugian dialami karena pertama faktor dalam produksi, bibit yang dibeli tidak sesuai dengan standar kualitas bibit yang baik, pakan yang cenderung mengalami kenaikan, kondisi cuaca yang berubah-ubah yang justru membuat lele mengalami stres. Dan faktor lainnya adalah nilai jual lele yang cenderung rendah.
Bayangkan dengan harga pakan yang mencapai Rp 10.000,- / kg ternyata harga jual lele hanya sekitar Rp 18.000 / kg, bahkan untuk jenis pakan yang kualitas nomor 1 harganya juga bisa lebih mahal. Belum lagi dari seribu bibit yang ditebar ternyata di akhir pemeliharaan tidak lebih dari 80% jumlah ikan yang dipanen.Â