Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kisah Kaos dalam Panggung Politik

25 April 2018   16:18 Diperbarui: 26 April 2018   08:26 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ayooberita.com

Masih di musim persiapan hajat demokrasi, pernak-pernik yang mewarnainya pun turut menjadi buah bibir. Tak sekedar jargon-jargon yang dimaksudkan untuk mendongkrak suara sosok yang diusung, perang urat syaraf antar pendukung yang terkadang bertendensi "pelecehan" juga ramai. Tak kalah uniknya adalah bertebarannya aneka aksesoris "politik" yang turut menghiasi laman demokrasi di negeri ini.

Semua pernak-pernik yang muncul merupakan sebuah ekses dari percaturan politik  yang melibatkan banyak unsur agar kontestasi tersebut bermuara kemenangan pada calon yang diusung. Dengan setumpuk uang dan segudang media dan bahan kampanye, setiap figur berharap namanya menempati posisi tertinggi di antar pesaingnya. 

Percaturan lahir batin yang berharap kemenangan. Karena tidak ada politisi yang bersiap kalah. Menurut para abege, secara gitu loh, mana mungkin mau kalah, lah wong modalnya juga gede. Tak hanya menggunakan media dan cara-cara yang riil, karena dunia gaib pun turut diseret dalam perpolitikan. Kadang saya tertegun dan bergumam apakah para dedemit itu tidak tertawa ya jika mereka dalam urusan politik.

Seperti ketika hendak mengikuti kontestasi politik untuk memperkuat pengaruhnya pada ranah masyarakat, banyak dari calon yang hendak bertanding menggunakan bantuan dukun atau paranormal. Mendatangi kuburan para wali untuk meminta restu dan ada juga yang lebih lucu lagi, rela tidur di tempat-tempat sunyi sekedar mendapatkan wangsit dan dukungan immateri agar kemenangan dapat diraih. Tidak sedikit uang dikeluarkan untuk memenangkan pertarungan "hidup dan mati" tersebut, lantaran nilainya sungguh di luar dugaan.

Kembali terkait salah satu media kampanye tadi, semenjak dimulainya perhelatan akbar demokrasi di negeri ini dan di negeri manapun sebuah kaos menjadi memiliki peran yang begitu penting. Bahkan tidak hanya pada pesta demokrasi yang levelnya pilpres, pada pemilihan ketua RT saja kadang kaos turut menjadi sarana yang dianggap jitu. 

Meskipun kadang kala kaos yang dibuat menggunakan bahan yang murahan, atau orang-orang menyebutnya seperti saringan tahu, toh yang penting nama dan foto terpampang dengan jelas di sebuah kaos. Meskipun kadang ironis sekali, melihat kiprahnya saja belum pernah kok tiba-tiba foto yang beraneka rupa calon bisa menghiasi kaos tersebut. Jadilah pemilih hanya mendapatkan kaos dan tidak mengenal sang calon. Yang lebih kasihan lagi, proses pemilihan sudah selesai ternyata kaos "kampanye" itu tetap saja dipakai untuk bekerja di sawah.

Kaos dengan tagar #2019gantipresiden atau #presiden2periode, antara politik dan bisnis

Sampai saat ini, di media sosial masih bertebaran foto-foto kaos dan orang yang mengenakan kaos dengan motif tertentu dengan tulisan #2019gantipresiden dan #presiden2periode. 

Kaos-kaos tersebut - tepatnya tagar - tersebut bahkan berada di urutan teratas trending di Twitter. Entah ini sebuah fenomena yang positif atau justru negatif. Mudah-mudahan ini adalah gejala politik yang sehat. Jika melihat pertarungan "orang besar" saat ini sudah sedemikian ramai, apalagi mendekati saat-saat pilpres tentu auranya semakin keras terasa.

Sebenarnya jika melihat fenomena tersebut, kita semua tidak perlu panik, emosi atau panas hati sampai-sampai ingin merazia kaos-kaos yang bertebaran. Mengapa demikian? Karena negara ini negara demokrasi yang bersiap-siap menerima segala pernak-pernik perbedaan di mana-mana. Apalagi dalam dunia politik, asal kaos tersebut tidak berisi kata-kata kebencian dan hasutn saya kira tidak perlu dihiraukan. Biarlah kaos tersebut bertebaran sesuai dengan keinginan pemakainya.

Boleh jadi penjual kaos memiliki motif politik, namun bisa juga pada kepentingan bisnis semata. Pemain bisnis akan bisa mengolah situasi menjadi ajang bisnis. Para pengusaha kaos, sablon atau percetakan berfikir cerdas bagaimana bisa menggunakan peluang bisnis tersebut untuk meraup untung yang berlipat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun