Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi "Aceng" Benarkah Menyenangkan? Inilah faktanya

28 Maret 2018   05:12 Diperbarui: 28 Maret 2018   06:24 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pria yang diduga menikah dengan wanita lain ketika diperantuan. (Tribunnews.com)

Memiliki pasangan LDR atau Long Distance Relationship menurut sebagian orang adalah menyenangkan. Namun ada pula yang justru menganggap hubungan jarak jauh adalah musibah. Mengapa? Terlepas dari adegan film yang cukup booming di televisi swasta tentang para pria (suami) yang ditinggal istrinya merantau ke luar negeri. Drama yang dibuat semenarik mungkin meskipun faktanya jauh dari realita yang ada.

Bagaimana dianggap jauh dari faktnya, meskipun boleh jadi penggarapan film itu melalui riset yang dalam, namun kenyataan di lapangan tetap berbeda dengan apa yang ada di dalam adegan. Begitu enaknya para pria yang suka berleha-leha seperti tak punya dosa, sedangkan sang istri membanting tulang demi menfkahi keluarganya. 

Selain begitu naifnya sebuah film yang mengangkat kehidupan kelurga TKW tersebut, tentu yang memancing "emosi" untuk menuliskan ini apakah benar bahwa ditinggal istri ke luar negeri sebuah kesenangan tersendiri? Atau justru sebaliknya?

Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut, tentu ada dua poin penting yang harus ditelaah secara mendalam, yaitu keutuhan rumah tangga dan pendidikan keluarga. Mengapa saya menuliskan hanya kedua pokok ini, lantaran godaan pasangan yang terpisah jarak tentu lebih berat dibandingkan dengan keluarga yang selalu berdampingan. Tak terpisahkan oleh kondisi yang berbeda, dan tentu saja tak pernah terpisah selimut lantaran selalu berdua. Belum lagi terabaikannya pendidikan bagi anak-anaknya.

Point pertama: keutuhan rumah tangga

Menurut informasi yang bertebaran di jagat media, bahwa tingkat perceraian di suatu daerah ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh bekerjanya  istri / suami di luar negeri. Bagaimana tidak tinggi tingkat perceraian dalam rumah tangga, lantaran godaan syahwat yang bermuara pada pemenuhan kebutuhan biologis menjadi terkendala. Dan siapa yang mampu menjaga salah satu marwah pernikahan ini dapat dihitung jari. 

Karena secara normal setiap pasangan membutuhkan hubungan yang lebih intens dan itu tidak bisa didapatkan ketika kedua belah pihak berpisah jarak. Namun demikian, tidak semua pasangan yang berpisah jarak akan melawan larangan Tuhan ini. 

Betapa banyak suami yang tiba-tiba memiliki istri baru ketika istrinya di perantauan. Akibatnya dapat ditebak, biduk rumah menjadi hancur berantakan. Seperti kisah tentang pria yang menikah lagi di perantauan, sedangkan istri dan anaknya dibiarkan saja dalam penderitaan. Kisah yang cukup memilukan ini sempat menjadi viral di media sosial. Belum lagi kasus perselingkuhan seorang TKW yang juga heboh di jagat media.

Masih beruntung jika kedua pasangan menerima kondisi ini lantaran dianggap ujian hidup, nah kalau sampai salah satu pihak menuntut kan jadi berabe.

Bahkan karena berpisah jarak, muncullah fitnah di mana-mana. Misalnya si pria atau wanitanya mendapatkan informasi miring dari orang lain yng boleh jadi ingin merusak rumah tangganya, akhirnya keributan tak dapat dihindari. Keduanya awalnya baik-baik saja, namun karena ada pihak ketiga akhirnya hubungan pun kandas di tengah jalan.

Dan perlu dipahami bahwa keharmonisan rumah tangga bukan terletak seberapa uang yang dimiliki, tapi kedekatan secara emosional yang saling menguatkan dan mencukupi hak dan kewajibannya lah yang membuat pernikahan itu menjadi langgeng. Bukanlah sebuah kesenangan jika salah satu pihak berusaha sekuat tenaga mencari penghidupan (uang) di luar negeri, tapi di lain pihak merasakan bagaimana kehidupan yang timpang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun