Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Meniru Langkah Pak Yanto dan Lingkungannya dalam Penghijauan

8 November 2017   15:35 Diperbarui: 8 November 2017   19:43 2081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa lama kupandangi hijaunya kebun itu, rasa-rasanya aku telah masuk ke dalam hutan rimba.

Itulah kesan yang saya tangkap ketika melihat pemandangan yang menyejukkan. Rimbunan pepohonan terhampar seluas kurang lebih setengah hektar tepat berada di sisi utara ibu kota kab. Lampung Timur ini.

Di desa Sukadana Ilir ini begitu senang dan kagumnya saya karena masih bisa merasakan sejuknya udara pagi hingga sore hari. Rimbunan pepohonan yang seolah-olah surga bagi pecinta kesejukan. Tak harus di dalam hutan Taman Nasional Way Kambas, karena di kampung ini, pak Yanto dan masyarakat lainnya begitu peduli akan hijaunya pekarangan, kebun-kebun dan perladangan mereka.

Gambar : Beraneka kayu keras mengiasi kebun pak Yanto (dok.pribadi)
Gambar : Beraneka kayu keras mengiasi kebun pak Yanto (dok.pribadi)
Pak Yanto dengan nama lengkap Suryanto ini adalah salah satu dari sekian banyak masyarakat yang peduli pada tanaman dan penghijauan. Beliau adalah salah satu masyakat Jawa yang sudah lama bermukim di Lampung.

Tak ada sejengkal pun tanah kosong dengan rimbunan rumput liar, karena saat ini, tanah-tanah di sini sudah penuh dengan pepohonan yang seakan-akan menjadi paru-paru di desa ini. Dan pastinya sudah menyumbang oksigen bagi masyarakat di sekitarnya.

**

Dua puluh lima tahun yang silam, desa ini begitu gersang. Udaranya sangat panas. Yang nampak banyaknya rimbunan ilalang dan semak belukar. Meskipun desa ini adalah desa yang dihuni kebanyakan petani, ternyata suasananya begitu terasa panas, hingga sulit membedakan apakah ini perkotaan atau perdesaan. 

Meskipun awalnya di sana-sini pekarangan masih banyak didominasi oleh tanaman singkong dan jagung, tak sedikit dari pekarangan itu yang masih didominasi rerumputan tebal. Saya maklum, karena kala itu masyarakat masih melakukan penggarapan tanah secara tradisional. Dan karena pengerjaannya lebih banyak yang manual, maka rerumputan liar begitu mudah ditemukan. Selain itu terlalu banyak lahan kosong lantaran tidak dikelola.

Dan lebih prihatin lagi, meskipun perdesaan yang cenderung kaya akan hujan dan perkebunan, ternyata kekeringan sering melanda. Tak hanya sebulan mereka harus berjuang mendapatkan air bersih, karena pernah suatu ketika selama tiga bulan berpuasa menikmati segarnya air. Sungai mengering dan tentu saja sumur-sumur turut mengering pula.

Tapi kini, pemandangam itu sudah berubah. Meskipun mayoritas sebagai petani ladang, ternyata keinginan untuk mengubah keadaan semakin kuat. Pikir mereka mau berapa lama lagi kami harus kesulitan mencari air dan merasakan panasnya udara di siang hari.

Timbullah inisiatif untuk menanami pekarangan dengan aneka tanaman keras, seperti: karet alam, akasia, waru, mentru, sengon dan aneka tanaman lain yang turut menghiasi tanah-tanah mereka. Tak terkecuali tanaman kelapa juga masih banyak bertumbuh di sana.

Kesan yang begitu arif dan bijak ketika berbicara tentang kelestarian alam. 

Meskipun demikian, banyak pula petani yang dahulunya petani singkong, kini beralih menjadi petani karet.  Tidak sedikit yang masih mempertahankan tradisi bertanam singkong karena saat ini harganya pulih seperti sedia kala. Harga yang lumayan untuk peningkatan ekonomi petani.

Bertanam kayu sebagai lumbung air dan simpanan kayu

Setiap usaha tentu mempunyai tujuan. Seperti misalnya dengan menanam aneka kayu keras tersebut selain sebagai wahana untuk menyimpan cadangan air, juga sebagai aset jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan kayu untuk membangun rumah mereka.

Tak sedikit keuntungan yang diperoleh, karena harga kayu saat ini lumayan mahal, keberadaannya sangat membantu. Selain itu jika musim kemarau sumur-sumur begitu mudah mengering, kini kondisinya sudah berubah. Meskipun efek dari kekeringan masih terasa, tapi keberadaan air tanah masih terjaga. Dan sungai-sungai yang awalnya begitu mudah kering, kini debit airnya masih bisa dipertahankan.

Adapula sumur-sumur yang awalnya mudah sekali menyusut jika musim panas tiba, kini pengaruhnya agak berkurang. Pohon-pohon kayu tersebut cukup efektif menyimpan cadangan air. Dan yang pasti kebutuham kayu untuk rumah-rumah mereka agak terbantu tanpa harus merusak hutan lindung yang semestinya terjaga.

Itulah pesona yang bisa saya tangkap dari kebiasaan pak Sur dan masyarakat dalam menjaga lingkungan. Dengan menjaga tanaman keras dan menanami pohon karet alam serta stekan, maka kampung yang pernah mengalami gersang dan panas saat ini sudah tidak terjadi lagi. Teduh dan udara yang bersih dan sejuk menjadi pemandangan yang mengesankan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun