Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setuju Game Kekerasan Diblokir dari Dunia Maya

3 Mei 2016   02:37 Diperbarui: 3 Mei 2016   03:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenapa saya memiliki pendirian tetap bahwa game-game brutal semestinya diblokir? Alasannya karena efek yang ditimbulkan ternyata sangat berbahaya bagi prilaku anak. Dan saya sudah mengalami sendiri. Saya melakukan riset dengan pengamatan prilaku dan menilai perubahan orientasi saya sendiri yang pernah memainkannya, menunjukkan bahwa bermain game model kekerasan dan brutal sungguh berefek tidak baik.

Saya pernah juga menulis artikel yang berkaitan dengan kekerasan orang tua terhadap anaknya. Di mana artikel itu mengulas dari berita di internet seorang ayah tega menghabisi anaknya lantaran kesibukannya bermain game. Disini

Pelaku kekerasan tersebut boleh jadi bukan satu-satunya pelaku yang dijerat dengan pasal kekerasan terhadap anak, lantaran banyak sekali anak-anak di negeri ini yang terlibat tawuran, melawan orang tua, menyakiti teman-temannya hingga berujung kematian, ternyata salah satu aktivitasnya adalah bermain game. Saya membuat pengecualian ada beberapa game “positif” yang banyak beredar di dunia maya yang justru bisa mendidik anak. Saya tidak perlu menyebutkan satu persatu lantaran game-game tersebut memang didesain untuk merangsang kognisi anak untuk berkembang lebih baik, misalnya game puzzle yang efeknya sangat baik. Itupun jika gambar-gamber yang ditunjukkan adalah hal-hal positif juga. Nah jika gambar-gambarnya ternyata negatif maka amat mungkin untuk dilarang memainkannya.

Memang sih, ada banyak pihak yang menganggap pemblokiran game-game itu mencerai hak para penggunanya, tapi jika menelisik jatuhnya korban lantaran permainan itu tentu amat wajar jika pemerintah perlu mengambil sikap. Meskipun sikap tegas pemerintah ini akan mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak, tapi yang pasti masyarakat Indonesia akan mendukung usaha positif ini, sama halnya ketika Menkominfo memblokir situs-situs porno yang banyak menjamur di jagar internet.

Meski demikian, keberadaan game itu memang bukan satu-satunya penyebab kebrutalan anak, tapi menjadi satu point penting mengapa karakter anak-anak menjadi berubah ke arah negatif, karena tontonan di televisi, bacaan yang tidak mendidik,  dan prilaku menyimpang orang-orang di sekitarnya juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyimpangan prilaku anak.

Peran orang tua dalam mengawasi game-game anak

Orang tua tetaplah menjadi pemeran penting pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka adalah teladan bagi tumbuh kembang anak. Karena merekalah yang pertama kali bersentuhan dan berbicara dengan anak-anak ketika di rumah, maka semestinya lebih banyak memberikan bimbingan terhadap prilaku anak dan aneka jenis permainan yang disukai anak-anaknya.

Anak lebih bisa dikontrol oleh orang tua lantaran hanya merekalah yang bisa melakukannya di rumah dan terlalu banyak waktu yang bisa dilakukan agar kebiasaan bermain game dalam dibatasi. Tidak hanya pada permainan negatif saja, karena permainan positif ketika anak tidak mendapatkan batasan dari orang tua, maka efeknya amat berbahaya juga. Anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan game PC daripada belajar dan beraktifitas dengan anak-anak lainnya.

Pengaruh negatif selalu saja bisa muncul ketika berkaitan dengan dunia permainan. Sehingga keberadaan orang tua harus selalu menjadi filter dan pengawas atas aktivitas anak-anaknya di rumah.

Mudah-mudahan kita semua bisa menjadi bagian pengendali dan pemerhati masalah pendidikan dan perilaku anak-anak, baik anak-anak pada umumnya dan tentu saja anak sendiri tentunya.

Salam 

Metro, Lampung, 3/5/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun