"Iya, dia Rida, yang dulu Bapak tinggalkan dengan wanita lain."Â
Pemilik pohon tak menyangka, seorang anak yang mengambil mangga miliknya ternyata adalah anaknya sendiri. Ia menyadari telah terjadi kesalahan. Kini sang anak telah terbujur lemah karena menjadi korban pemukulan para pemuda itu.
"Kenapa Rida dipukuli sampai begini? Apakah kalian ini buta? Apakah bapaknya tega membunuh anaknya sendiri?"
"Anakku!"
"Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu?
"Bapak yang tidak mau tahu! Bapak tega membiarkan aku dan anak Bapak  ini jadi gelandangan. Kau biarkan kebahagiaan kami terebut wanita jalang itu. Bapak lupa, bahwa Engkau adalah ayahnya yang seharusnya menjaga dan mendidiknya hingga dewasa. Kenapa Bapak ini, kenapa kini Bapak sudah berubah!"
Semua tampak menyesal, tak tertinggal pemilik pohon yang ternyata ayah Rida sendiri. Ia tidak menyangka bahwa yang dipukuli hingga babak belur adalah darah dagingnya. Anak yang begitu menderita itu adalah anak satu satunya yang ia tinggalkan karena mencintai wanita lain.Â
Matanya tampak nanar, rasa menyesal tertumpah bersama bubarnya para pemuda. Sang ibu tampak menangis pilu. Di sela itu, suara gelegar petir memecah suasana, hujan sebentar lagi jatuh.
Sang pemilik pohon berjalan gontai, ia nampak masih menyesal, tangis pilu tak lagi menolong kepergian anaknya untuk selama-lamanya. "Aku benar-benar bukan sosok ayah yang baik. Aku benar-benar bukan ayahmu!"
Metro Lampung, 3/4/2016 Â