Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Penjual Nasi di Warung Kecil Sekolah (Bag. 2)

26 Maret 2016   00:09 Diperbarui: 30 Maret 2016   11:02 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selalu saja Ina diolok-olok. Dikatain seperti anak gila lagi. Emangnya anak kita gila?"

"Sudah, Mah!" Suaminya berusaha menghentikan keluh istrinya itu.

"ikhlaskan saja. Toh, kita masih bisa merawat anak kita kan?"

"Gak usah pedulikan mereka yang mengolok-olok. Lama-lama akan capek sendiri."

 

Air mata menetes di pipi mbak Yani yang sebentar lagi usai menyelesaikan pekerjaanya. Sembari ia mengusap air matanya yang jatuh di pipinya. Ia tak sadar bahwa jam dinding terus berdetak. Dan dinding rumahnya seakan-akan menatap kesedihannya itu dengan amat ibanya.

Angin mendesis kencang, menyusup dari balik jendela rumahnya yang terbuka. Cahaya pagi menerangi rumah sederhana itu.

"Sudahlah, Mah!" "Kita doakan saja semoga mereka memahami keadaan anak kita." "Mungkin karena mereka tidak tahu bahwa anak kita ini memang butuh perhatian."

Sang suami menghela air mata istrinya, sembari menepuk pundak istrinya dengan amat mesranya. Kesedihannya pun sekejap sirna. 

Keluarga mbak Yani selalu saja menjadi bahan cemoohan semenjak kelahiran anak pertamanya itu. Mulanya mereka amat bahagia karena dikaruniai seorang anak. Tapi ketika melihat kondisi putrinya yang berbeda dengan teman sebayanga, maka mereka menjadi amat terhina.

Kesedihan selalu saja menghiasi kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun