Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Penjual Nasi di Warung Kecil Sekolah (Bag. 2)

26 Maret 2016   00:09 Diperbarui: 30 Maret 2016   11:02 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbak Yani mendoakan ulah tetangganya itu. Nampaklah ia amat kecewa dan menaruh dendam lantaran kehidupan anaknya yang dianggap kurang baik itu justru menjadi musibah bagi tetangganya. Ia nampah geram dan berusaha untuk meluapkan emosi yang menyeruak dari dalam sanubarinya. Suaminya hanya cukup menjadi pendengar yang siap mendengarkan keluhan istrinya. Meski demikian, sang suami tak begitu mudah untuk meluapkan rasa kesalnya itu. Ia berusaha menenangkan hati istrinya.

"Huus, jangan membalas olokan mereka, Mah!"

"Kita mesti sabar, mudah-mudahan kita selalu diberikan ketabahan."

"Tapi mereka sudah keterlaluan, Pah!" Emosi mbak Yani semakin meledak-ledak. 

"Bisa nggak sih mereka menaruh kasian sama kita. Sudah tahu kita lagi kena musibah, malah mengolok-olok." 

Nampak raut kekecewaan mbak Yani melihat anaknya yang selalu saja menjadi bahan hinaan. Rasa-rasanya semua orang seperti melemparkan kotoran ke muka mereka. Dengan dalih kesombongan dan keangkuhan, para tetangganya itu terus saja menghujatnya dan memamerkan kebaikan anak-anak yang lain.

"Cuman gara-gara pot saja mereka mencela anak kita seperti itu. coba kalau anak mereka sendiri." 

"Padahal Ina kan keponakan dia juga."

Gerutu mbak Yani, sambil meletakkan lap di atas meja di depannya. Suaminya nampak menenangkan dirinya, kedua tangannya memeluk tubuh anaknya, sembari tersenyum melihat Ina yang nampak baik-baik saja, meski dalam dirinya menyimpan banyak potensi. Suaminya menatap nanar, sambil berbisik: 

"Biarkan saja mereka selalu mengolok-olok kita, karena Ayah yakin kehidupan kita akan lebih baik. Paling tidak semakin banyak orang yang mengolok-olok akan mengurangi dosa-dosa kita. Dan kita termasuk hambaNya yang tengah diuji."

Bisik lirih suami belum membuat Mbak Yani meluruh. Namun, ternyata bisikan itu semakin menguatkan hatinya bahwa ada rahasia besar yang Tuhan berikan kepada mereka. Ia berusaha tegar, tapi hatinya belum menerima dengan sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun