[caption caption="Presiden Jokowi (Joko Widodo)"][/caption]
Genap setahun kepemimpinan Presiden Jokowi di bumi pertiwi Indonesia, tak sedikit onak dan duri yang menghampiri, dan tak sedikit pula-puja puji, cemoohan dan musibah silih berganti. Semua itu, sangat-sangat berarti bagi kepemimpinan seorang yang sederhana ini.
Sosok yang terlahir dari masyarakat kebanyakan ternyata sampai sejauh ini masih dianggap tidak mampu memimpin. Seolah-olah vigur yang tak diharap kehadirannya, lantaran sikapnya yang apa adanya. Khususnya dalam berpenampilan, kebanyakan orang-orang yang tak sepaham dianggap Ndeso. Padahal dengan sikap yang apa adanya, tutur sapanya yang santun serta ketegasannya, hakekatnya adalah buah didikan dari pengalaman hidup dari masyarakat kebanyakan yang kebetulan pernah mengeyam pendidikan di sebuah perguruan tinggi ternama.
Bagaimanapun juga, dimanapun dan di setiap sudut bumi, tidak ada manusia yang sempurna dan tidak ada orang yang mampu memenuhi setiap keinginan dari orang lain.
Pun terhadap diri Presiden Jokowi, meskipun beliau berusaha untuk membangun citra yang positif, ternyata sampai sejauh ini tetap saja dianggap sebagai orang yang gagal. Padahal sampai sejauh ini, barulah beliau presiden yang bercirikan pemimpin yang memiliki keteladanan yang baik, mengayomi semua golongan masyarakat, mencintai serta menerima perbedaan persepsi dan pandangan dari masyarakatnya. Entah perbedaan dalam memahami setiap pergolakan sosial, maupun ekonomi yang terjadi.
Bahkan terkait perbedaan agama pun, Presiden Jokowi tetaplah bisa didapuk sebagai sosok pemimpin yang paling adil, sama seperti kepemimpinan Gusdur kala itu yang berusaha menempatkan keyakinan agama rakyatnya sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Sehingga dengan kekayaan yang tak ternilai harganya ini, beliau pun berusaha menengahi dan mencari jalan teradil dalam menangani aneka konflik agama yang terjadi di negeri ini.Â
Tak hanya berkaitan dengan persoalan keagamaan dan ekonomi, karena konflik PSSI pun diselesaikan dengan cara yang cukup adil. Semua ketidaktransparanan sistem yang ada di dalam PSSI, hendak di tuntaskan dengan cara yang cukup logis. Daripada PSSI menjadi ladang korupsi dan minim prestasi, mending dibekukan saja untuk selanjutnya direvolusi secara radikal, agar sistem yang dibangun menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari itu semua, masih banyak hal yang sepatutnya merupakan manifestasi kepemimpinan yang lahir dari rakyat kecil, Seorang pemimpin yang semestinya benar-benar menjadikan rakyat kecil menjadi besar, dan yang sudah besar menjadi berjaya dalam sebuah sistem pemerintahan yang transparan dan adil, demi mencapai kehidupan yang lebih baik.
Namun demikian, meskipun presiden Jokowi sudah berusaha membentuk sistem yang solid dan kredibel, faktanya di antara para asistennya justru menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan. Dampaknya, dengan keputusan yang dianggap paling bijak, beliau menggantikan semua orang yang dianggap kurang mampu membantu. Tentu dipilih sosok yang lebih profesional serta memiliki integritas dalam bidangnya. Tak pelak, berkat keberaniannya dalam memutuskan mengganti para asistennya tersebut, muncul aneka pertentangan, kontrapersepsi, dan tentu saja rasa sakit hati karena tokoh-tokoh yang digadang-gadang ternyata dianggap tak mumpuni.
Mereka bekerja terlalu lamban dan sulit menerima respons dari kebijakan presidennya. Bahkan tak hanya itu, mereka yang semestinya membantu kinerja presiden, ternyata justru seperti duri dalam daging, menunjukkan sikap inkonsistensi dengan melawan presiden. Itu terlihat dari pernyataan-pernyataan yang justru sebagai bentuk kelemahan tokoh yang sudah dipercaya di jajaran kabinet Presiden Jokowi.
Ada beberapa hal kebaikan yang justru dianggap salah oleh para penelikungnya.
- Presiden berpakaian sederhana