Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana, Ketika Kasta Mesti Dihapuskan

3 Oktober 2015   14:52 Diperbarui: 3 Oktober 2015   14:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba saya teringat dengan pernyataan teman "kenapa sih min (admin) kog ada istilah kasta-kastaan, faktanya yang kastanya tinggi saja tulisannya sama saja." Pernyataan ini sejuruh tentulah sangat tendensius menyerang admin yang notabene pemilik undang-undang di kompasiana. Karena keberadaan admin tersebut, setiap tulisan bisa diberikan predikat teraktual, terfavorit, terlayak dibaca hingga dihadiahi Headline dan lain-lain status yang disandangkan kepada setiap tulisan yang bertengger di kompasiana. 

Selain dari adanya plat A, B, C atau D dari sebuah tulisan itu yang masih saja menjadi pertanyaan di sini kenapa juga harus ada perbedaan verifikasi dari pemilik akun tersebut. Kita kan hidup dalam dunia yang tak terbatas, tak ada sekat ruang dan waktu dan tak ada orang yang lebih di dalam sebuah perkumpulan orang-orang yang menulis ini. Seakan-akan istilah kastanisasi menjadi sumber sentimen pribadi yang seolah-olah kalau kastanya tinggi, maka orang tersebut tak jauh-jauh dari penghormatan yang lebih. Dan sudah pasti, apapun yang ditulis meskipun acapkali membuat lucu, tetap saja dianggap baik. Bermodal judul yang bombastis admin langsung saja memberikan peringkat terbaik walaupun bahasa yang digunakan kadangkala tak layak untuk diberikan penghormatan itu.

Saya tidak bermaksud mendiskreditkan admin kompasiana yang sudah susah payah mengatur jadwal dan jam tayang artikel yang berjibun tersebut, karena meneliti satu persatu dan membacanya dengan seksama tentu tidak seperti hanya melihat covernya, bolehlah karena saking percaya, maka tak butuh waktu lama menilai sebuah tulisan, yang penting lihat judul, penutupan dan pembukaan, lalu setelah itu lihat siapa yang menulis. Beres deh ia yang layak dijadikan vigur terbaik. Dan tulisannya harus diganjar terbaik pula. Entah jika yang muncul adalah penulis-penulis yang notabene baru muncul dan baru mengenal kompasiana. Dan yang lebih aneh lagi, ternyata sosok yang digandrungi admin ternyata mengecewakan jagad kompasiana dengan aneka persoalan yang tengah menjerat.

Terlepas dari itu semua, adanya kastanisasi penulis dengan menilai sosok penulis hanya dari covernya saja tentu menjadi preseden buruk, bahwa selama ini istilah sharing dan connecting ternyata hanya dibibir saja. Lah bagaimana mau sharing dan connecting jika ternyata ada stratifikasi sosial di dalamnya. Yang terjadi adanya kesungkanan, kekhawatiran dan kesenjangan yang amat lebar lantaran status yang berbeda itu. Seandainya menilai dari sudut pandang wartawan, tentu hanya tulisan wartawanlah yang sejatinya dapat dijadikan patokan ia dinilai A, B, C atau D, bahkan E.

Adanya verifikasi yang berbeda yang diberikan oleh admin terkait para penulis di medsos ini semakin memperlebar jurang kesenjangan yang dampaknya justru menjadikan kompasiana selayaknya lembaga kemiliteran yang terlalu menurut aturan baku yang ditelurkan admin kompasiana, meskipun acapkali status itu tak menunjukkan identitas si pemilik akun yang sebenarnya. Bagaimana tidak mengerikannya apabila tidak sengaja pemilik akun yang diverifikasi terhormat itu terganjal persoalan kredibilitas dan integritas sebagai penulis yang jujur. 

Tulisan sejatinya bukan menggurui dan aksi protes lantaran selama ini tulisan saya sudah banyak mendapatkan kehormatan. Tapi terlepas dari itu ada ketidak terimaan ketika sesama kompasianer justru dibeda-bedakan antara golongan A dan B atau kelompok hitam dan putih. Karena dampaknya kompasiana sebagai media warga yang sebebas bebasnya menuangkan ide menjadi sedikit terkontaminasi kepentingan kelompok tertentu.

Menurut saya, kembalikan saja status penulis kompasiana, tak perlulah dibeda-bedakan kedudukannya, lantaran pemberian status itu pun hanya bersifat subjektif yang cenderung ada diskriminasi dan pembedaan sesama kompasianer. Kompasianer pun sejatinya ingin mendapatkan tempat yang sama tak perlu dibeda-bedakan. Terkait profesionalisme dalam menulis justru kompasianer lain dan pembaca luar yang notabene bisa menilai dengan seksama siapa saja yang berhak mendapat gelar kompasianer handal. Salam

Metro Lampung, 3-10-2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun