Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran Berharga: Jangan Pernah Mengambil Hak Kaum Miskin

14 September 2015   20:01 Diperbarui: 14 September 2015   20:26 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapapun sepertinya tidak akan setuju jika ada seseorang yang tega mengambil hak orang lain. Entah itu uang atau barang yang tentu saja bukan prilaku yang terpuji. Lantaran semua harta yang kita miliki semestinya adalah "murni" hak kita karena semua sudah ditetapkan Tuhan hak-haknya. Jika ketetapan Tuhan ini ternyata dilanggar tentu saja akan mendapatkan efek buruk di kemudian hari. Begitu pula sebaliknya, jika tanpa diingatkan ternyata kita sadar bahwa hak kaum miskin semestinya ditunaikan, tentu itu akan lebih mulia.

Begitu pula apa yang terjadi pada dua tentangga kampung ini, karena mereka mengambil hak kaum miskin maka mendapatkan balasannya. Meskipun hakekatnya uang itu mungkin tidak seberapa, tapi jika diukur dengan keadaan orang yang diambil haknya itu, tentu nilainya cukup besar.

Orang pertama sebut saja Bujang, dengan teganya menikmati uang BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang ditujukan kepada salah satu kerabatnya, bahkan hakekatnya ia masih termasuk keluarga sendiri. Singkat cerita uang BLSM berjumlah Rp. 600.000 per keluarga miskin itu,  itu hakekatnya adalah milik Ny. Putri. tapi dengan amat teganya si Bujang justru mengambil uang itu untuk kebutuhannya sendiri. Meskipun uang itu bukan miliknya. Dan yang lebih aneh lagi, Ny. Putri yang notabene sudah renta justru hanya diberikan Rp 90.000. Tentu Ny. Putri kecewa. Meskipun dalam kekecewaan itu beliau hanya bisa mengelus dada lantaran tidak berani meminta haknya.

Setelah mendapatkan uang milik Ny. Putri, si Bujang justru terkena musibah kecelakaan hingga tangannya patah. Dan karena kecelakaan itu ia harus berobatdengan biaya yang tidak sedikit. Bahkan lebih dari uang yang telah ia ambil dari Ny. Putri. Untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Dengan tamaknya mengambil hak kaum miskin ternyata malah berakibat fatal. Jangankan merasakan nikmatnya membelanjakan uang "rampasan" itu, malah mendapatkan celaka karena kecelakaan.

Selain si Bujang yang dengan tega mengambil hak kaum miskin ini, karena di tempat yang tidak terlalu jauh pun mengalami kejadian yang sama. Sebut saja Onang, karena tamaknya ingin mendapatkan bantuan bagi siswa miskin (BSM) ia mengaku-ngaku sebagai orang miskin. Padahal di sekitarnya masih terdapat anak-anak sekolah dari keluarga kurang mampu. Ia dengan teganya mengambil hak kaum miskin ini meskipun hakekatnya milik siswa miskin untuk melanjutkan sekolahnya, ternyata diambil pula karena "nafsu" ingin mendapatkan uang "cuma-cuma"bagi anak-anak sekolah kurang mampu ini.

Kejadiannya pun sama dengan apa yang dialami si Bujang, Onang pun kebetulan mengalami kecelakaan dengan biaa pengobatan lebih dari uang yang didapatkan. Bukannya menikmati harta yang sekiranya milik kaum miskin ini, ternyata mendapatkan balasan dengan kerugian secara materi yang lebih besar.

Apapun yang terjadi hakekatnya bukan untuk mencela yang mengalami musibah, tapi karena si korban adalahorang-orang yang tamak terhadap kaum miskin, hakekatnya menjadi pelajaran berharga, bahwa tidak layak orang-orang yang mampu mengambil uang yang hakekatnya diperuntukkan bagi kaum yang lebih membutuhkan. Bukannya mendapatkan berkahnya, justru mendapatkan celaka.

Semoga apa yang terjadi menjadi ibrah (pelajaran berharga) agar penulis dan pembaca semua mawas diri bahwa tidak baik dan kurang terpuji menikmati kesenangan di atas penderitaan orang lain.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun