Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sabar, Memang Gampang Diucapkan

4 Mei 2015   06:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu ingat kalau lagi kepingin apa pasti orang tua sering bilang "sabar". "Sabar nak. Nanti pasti dibeliin tapi tunggu bapak dapat duitnya ya". Begitu pula saya ketika sudah memiliki tiga orang anak, tentu sang anak acapkali merengek meminta dibelikan sesuatu. Pastilah saya mengatakan sabar ya nak, nanti kalau bapak sudah punya duit.

Begitu pula jika presiden berhadapan dengan rakyatnya, sang rakyat meminta kemajuan ekonomi secepatnya. Tapi lagi-lagi presiden mengatakan sabar ya rakyatku tunggu sampai pemerintah bisa memenuhinya. Atau seperti yang sering santer di sekitar kita. Ketika asyik-asyiknya nonton tinju atau bola, tiba-tiba mati lampu. Pastilah kita langsung emosi, dan ingin meluapkan amarahnya. Tapi ternyata ada yang mengingatkan untuk senantiasa sabar. Meski kadangkala ada yang tak bisa menahan diri lagi dan berbuat aniaya dan merusak.

Seperti beberapa daerah yang terlibat konflik karena tidak bisa menahan diri lantaran persoalan kecil, atau tiba-tiba kantor PLN dirusak dan dibakar massa. Semua adalah klimaks dari kehilangan kesabaran rakyat di negeri ini.

Mudah ya mengatakan sabar? Iya mudah sekali. Tapi lebih mudah meluapkan amarahnya dengan merusak segalanya. Dalam sekejab apa yang kita benci menjadi rusak. Begitu pula ketika kesabaran itu sudah terlepas dari diri kita, maka tidak ada kebaikan lagi yang akan terjadi. Semua menjadi merusak, anarki dan meluapkan amarah tanpa berpikir panjang. Kalau amarah tak lagi dapat dibendung, maka sudah dapat diduga semua yang ada di depan kita akan menjadi hancur.

Apa cukup dengan meluapkan emosi segalanya selesai? Misalnya karena marah lantaran lagi asyik-asyiknya nonton bola ternyata listrik padam. Kita emosi, marah dan merusak televisi yang ada di depan kita. Dan ada pula yang mengarahkan aksi massa untuk merusak kantor PLN, apa nggak sia-sia dan akan berujung penyesalan? ya to?

Ujungnya, kita yang merusak kantor pastilah ditangkap polisi lantaran dianggap melakukan pengerusakan, hukum pidana telah dilanggar. Gara-gara tidak menonton bola, kita tidur di dalam penjara untuk beberapa saat lamanya.

Masih beruntung kita bisa menikmati listrik sepanjang hari, meskipun kadangkala ia padam sewaktu kita asyik dengan tontonan kita. Tapi masih beruntung kita masih dapat dialiri listrik. Sedangkan di daerah lain masih ada yang belum mendapatkannya hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Terpaksa sampai sekarang mereka sama sekali belum bisa menikmati listrik. Cukup lampu teplok yang menemani.

Karena emosi, amarah yang tak terbendung, semua menjadi hancur. TV rusak, kantor PLN juga rusak, kalau sudah begitu kita kehilangan barang milik kita. Bahkan bisa saja berbulan-bulan kita akan kehilangan kesempatan menonton bola untuk kedua kalinya lantaran listrik akan padam dalam jangka waktu yang lama. Ya bagaimana, pemerintah harus memperbaiki kantornya dulu sebelum fasilitas listrik lain dibenahi.

Uang yang semestinya bisa untuk membeli instalasi baru, ternyata harus digunakan untuk memperbaiki kantornya yang sudah kadung rusak. Begitu pula ketika uang yang semestinya bisa untuk urusan yang lain, ternyata harus digunakan untuk memperbaiki televisi yang rusak.

Nah, itulah fenomena sabar, mudah sekali diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan.

Tak hanya urusan listrik, dalam rumah tangga tentu sering berbenturan dengan konflik tertentu. Misalnya urusan duit yang kadangkala tidak cukup dalam sebulan, atau suami atau istri yang cemburu buta lantaran pasangannya (dianggap) berselingkuh padahal itu hanya fitnah dan perbuatan orang yang tak suka melihat kita bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun