Saya menjadi sedikit geli dan kadang tertawa-tawa dalam hati, membaca aneka tulisan di Kompasiana yang tujuannya berebut hadiah. Seperti baru-baru ini diselenggarakan oleh pihak manajemen perusahaan printer Canon bekerjasama dengan Kompasiana. Mereka berkompetisi membuat tulisan tentang produk mesin penulis ini.
Semua tulisan dibuat dan diulas sedemikian rupa sehingga pihak manajemen dan tim juri menjadi ngeh dan bangga dengan ulasan yang dibuat oleh para penulisnya. Meskipun kadang-kadang penulisnya tidak sepenuhnya menulis sesuai fakta yang terjadi.
Kenapa saya mengatakan para penulis dalam ajang kompetisi tersebut sering tak jujur? Karena memang apa yang ditulis semata-mata merupakan pesanan dari pihak perusahaan printer agar nama perusahaannya semakin dikenal dan semakin booming. Meskipun masih ada jenis printer lain yang kualitasnya lebih baik tapi karena pencitraan yang dibuat pihak pengiklan (baca : penulis) semuanya terlihat luar biasa tanpa cela.
Saya sendiri memang sudah menggunakan printer Canon sejak saya menjadi mahasiswa. Sehingga mau tidak mau pun saya mengenal dan merasakan karakteristik dari printer yang katanya sempurna tersebut. Tapi ketika saya bandingkan dengan tulisan para teman-teman kompasiana sepertinya ada banyak hal yang disembunyikan. Entahlah, yang pasti karena semua ingin mendapatkan juara menulis meskipun kadang-kadang tak sesuai dengan kenyataannya.
Terus terang, saya seringkali mengeluhkan produk printer merk Canon ini. Di samping harganya yang cukup mahal hampir 500 rb-an untuk printer canon tipe termurah, harga cartridgenya pun setinggi langit. Jadi ketika printernya ngadat, terpaksa harus ganti printer yang baru. Dan harganya pun juga tak murah. Risiko jika membeli cartridge pun harganya hampir sama dengan printernya. Maka ketika printer saya mengalami kerusakan, saya terpaksa membeli printer yang baru karena selisih harga yang sedikit.
Selain printer ini sering ngadat karena persoalan teknis, ketika tinta sudah habispun pihak user harus melakukan pelobangan dengan jarum yang sudah disediakan. Dampaknya ketika cartrigde sudah dilubangi maka kebocoran pada bagian pencetak sering terjadi. Selain kebocoran yang terjadi, cara ini sangat ribet dan cenderung cartridge menjadi cepat rusak. Ketika saya tidak mau repot dengan melubangi satu persatu, lagi-lagi harus ganti yang baru dan harganya mencapai Rp 270.000 di pasaran Lampung bahkan bisa lebih dari itu jika pihak seller sengaja memanfaatkan konsumen awam dengan menjual dengan harga lebih tinggi. Sedangkan harga printernya sekitar 450 rb s.d 500 rb. Harga cartrige setengah harga printer.
Sebenarnya saya lebih suka printer canon tipe lama, di tahun 2000 an, printer canon tidak perlu dilubangi tapi hanya diteteskan karena memang bagian atas dari cartridge sudah mempunyai tempat untuk meneteskan tinta. Daripada menggunakan fasilitas colok atau dilubangi seperti halnya saat ini justru terkesan merusak cartridge. Nah, jika saat ini sudah ada fasilitas infus, kecenderungan yang terjadi tinta sering ngadat (tidak mau naik ke cartridge) dan selalu saja bermasalah.Wajar setiap minggu printer canon yang ada di kantor harus bolak-balik ke reparasi bahkan satu tahun ini saja ada tiga printer yang mengalami kerusakan. Hebat bukan (tepuk jidat)?
Keluhan ini tidak saya saja yang mengalami, karena hampir semua pengguna printer canon juga mengeluh karena printer ini memiliki karakter suara yang cukup berisik, dan sering macet. Jika ingin dialihkan ke moda silent maka proses pencetakannya menjadi sangat lambat.
Sebagaimana keluhan saya di atas, selama kurun waktu dua tahun ini saja, printer saya merk iP 1900 dan iP 2770 Pixma pun ngangkrak dan tak dapat saya gunakan. Persoalannya pada printer pertama karena setiap kehabisan tinta dan cartridge harus dilubangi maka saat itu juga saya jadi kecewa karena kebocoran yang terjadi. Tangan sudah blepotan tinta, kertas pun habis tersia-sia karena melakukan proses pengecekan dan pembersihan lubang pencetakan. Boros sekali.
Beberapa keluhan tersebut saya pun meyakini ada banyak penulis lomba tersebut tidak sejujurnya menuliskan apa adanya. Tapi berusaha mbagus-mbagusin agar memenangkan lomba. Tapi efek dari itu perusahaan canon tidak pernah mengevaluasi produknya bahwa produk yang dihasilkan terlali ringkih dan mudah sekali mengalami kerusakan.
Saya tidak bermaksud menjegal para penulis lomba di Kompasiana, tapi murni keluhan dari user yang sudah setia dengan canon. Semoga saja kedepannya printer ini semakin baik dengan fasilitas cartridge yang tak terlalu mahal dan model pengisian tinta yang semestinya tidak membuat ribet karena harus melubangi karena beresiko kebocoran. Dan jika menggunakan fasilitas infus tentu saja konsumen harus merogoh kocek lebih dalam. Tentu saja persoalan ini akan sangat merugikan konsumen.