Tanpa sadar, kita sudah mewariskan korupsi pada generasi muda. Mereka melihat, dan merasakan sendiri betapa "gurihnya"Â uang hasil korupsi. Padahal semua yang didapatkan justru menjadi penyakit-penyakit mental yang baru yang akan terus muncul.Â
Dan yang lebih naif lagi, tatkala penyelenggara negara tertangkap tangan karena kejahatan ini, mereka justru terlihat tersenyum dan seperti tidak merasakan penyesalan dan malu akibat perbuatan mereka.
Sebuah kondisi yang benar-benar "dibudayakan" bahkan diwariskan kepada anak negeri. Semuanya diawali dari para tokoh di negeri ini.
Benarkah besarnya gaji dapat mempengaruhi prilaku korupsi?
Korupsi, seandainya memang sudah menjadi budaya di negeri ini, dengan jumlah gaji yang tinggi dianggap akan benar-benar berdampak positif terhadap hilangnya kasus korupsi. Sehingga tokoh di negeri ini menganggap bahwa karena gaji pejabat yang kecil maka secara tidak langsung memaksa korupsi.
Itulah paling tidak yang penulis tangkap dari apa yang pak Jusuf Kalla sampaikan di media. Beliau menunjuk para mentri terlibat korupsi karena gaji mereka kecil. Selisih jauh dari gaji KPK atau DPR yang gajinya mencapai 70 juta rupiah ditambah lagi dengan fasilitas-fasilitan yang lain. Berbeda dengan gaji menteri yang kisaran 19 juta rupiah. Â (di sini)
Tak hanya Pak JK, Jubir Menteri ESDM pun sependapat bahwa karena gaji menteri "kecil" sekitaran 20 juta maka beliau melakukan korupsi jika dibandingkan dengan beban tugasnya. (di sini)
Padahal menurut hemat penulis, jumlah pendapatan pejabat negara hakekatnya sudah terlampau tinggi, apabila dijumlahkan dengan tunjangan-tunjangan lain yang sudah diberikan.Â
Sehingga tidak ada alasan lain seorang pejabat negara melakukan korupsi jika kebutuhannya sudah tercukupi. Apalagi setelah ditelusuri, ternyata kekayaan para pejabat yang terlibat korupsi ternyata jauh lebih fantastis melebihi nilai gaji yang seharusnya mereka dapatkan.
Meskipun penulis tidak menampik serta sependapat dengan Pak JK dan Jubir ESDM tersebut, bahwa setiap orang ingin mendapatkan penghasilan yang tinggi sesuai dengan kinerja mereka. Kalau boleh dikatakan sesuai dengan "selera" mereka. Â
Akan tetapi, yang  sedikit dilupakan adalah korupsi bukan semata-mata karena penghasilan, tapi murni karena faktor mental, karakter yang tumbuh dalam diri seseorang.Â