Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pamer Kekayaan dan Dampaknya Terhadap Tingginya Kejahatan

15 Februari 2015   01:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_397085" align="aligncenter" width="400" caption="Foto Syahrini yg tengah "memamerkan" kekayaannya (dream.co.id)"][/caption]

Memiliki kekayaan yang banyak tentu menurut siapa saja dibolehkan, asalkan cara mendapatkannya tidak dikategorikan melanggar aturan atau norma-norma yang disepakati bersama. Seperti tidak mengambil hak orang lain, korupsi, menipu, atau mengambil dengan cara mengorbankan orang lain atas nama tumbal kekayaan karena diperoleh dengan cara yang tak wajar.

Selain memiliki kekayaan yang banyak, sebagian orang menunjukkan bahwa orang tersebut telah sukses dalam kehidupannya. Meski ada sebagian lagi menganggap bahwa kesuksesan tidak hanya diukur oleh banyaknya uang. Namun jujur saja, tidak ada yang menolak bahwa kekayaan menjadi salah satu sumber kebahagiaan.

Namun kembalinya darimana uang itu diperoleh dan kemanakah sepatutnya dibelanjakan tentu menjadikan kekayaan yang dimiliki bisa menjadi sumber kebahagiaan atau justru sebaliknya sumber malapetaka.

Terlepas dari banyaknya harta yang mencitrakan diri memiliki status sosial yang lebih di antara masyarakat disekitarnya, ternyata akhir-akhir ini justru tidak menjadikan pemiliknya rendah hati, berusaha menjaga imeg negatif dari lingkungan sekitarnya bahwa ia benar-benar memiliki kekayaan. Bahkan lebih dari itu, justru di antara mereka ingin dianggap sebagai orang yang menjadi jutawan, milyuner dan termasuk sederetan orang-orang yang hidup dalam kemewahan. Tanpa menyadari bahwa dengan sengaja "pamer" kekayaan.

Padahal, hakekatnya ia telah mengundang kesedihan orang lain di sekitarnya. Jika orang-orang disekitarnya tersebut adalah kaum tak berpunya. Masih beruntung jika pencitraan itu mendongkrak semangat orang lain agar semakin banyak berkarya dan semangat bekerja, bagaimana jika sebaliknya, jika ternyata kecenderungan orang yang melihat kesuksesan dan kemewahan tersebut mengakibatkan orang-orang disekitarnya menginginkan harta yang dimiliki orang lain tersebut dengan cara kekerasan. Kejahatan di jalan raya, pencurian, perampokan, penculikan dengan modus meminta uang tebusan dan sederet kejahatan yang cukup mengerikan jika pencitraan dan pamer kekuasaan tersebut benar-benar menjadi gaya hidup. Seolah-olah orang lain itu buta dan tak berperasaan, mereka dengan mudahnya menunjukkan betapa banyaknya uang yang dimiliki sedangkan di antara mereka hidup berada di bawah garis kemiskinan.

Dapat saya ambil contoh, betapa banyak pekerja kasar dengan penghasilan yang teramat sedikit dan jumlahnya setiap hari semakin bertambah. Sedangkan di lain pihak, begitu banyak pula orang-orang yang begitu teganya memamerkan kesuksesannya kepada orang-orang yang berada dalam ekonomi sulit tersebut. Banyaknya pejabat yang justru memiliki kekayaan berlebih sedangkan di lain pihak kekayaannya justru pas-pasan. Ada pula para artis yang kehidupannya mewah dengan kendaraan bernilai milyaran rupiah, sedangkan di sisi mereka jangankan untuk menikmati santapan yang mewah setiap hari, untuk menikmati kehidupan yang layak pun sudah dirasakan sulit.

Para pejabat, pengusaha, dan para selebritis seperti merasa bangga, pongah dan congkaknya menunjukkan semua miliknya, rumah yang elit dan berada di beberapa tempat, kendaraan mewah hingga berjejer rapat di garasi rumah mewahnya, begitu pula, begitu antusiasnya mereka mewariskan sifat glamour dan pamer kekayaan kepada anak-anaknya, padahal meskipun tak ditunjukkan sekalipun uangnya sudah berjibun dan boleh jadi selama tujuh turunan mereka tak kan kehabisan stock. Tapi sayang sekali tradisi mewarisi pamer kekayaan menjadi bagian gaya hidup dan wariskan turun temurun. Dampaknya muncullah sentimen dan kasta antara kelompok borjuis dan kaum proletar.

Para penguasa semakin berkuasa dengan aneka kemudahan dan kemewahan, sedangkan yang kaum proletar tetaplah menjadi kaum bawahan dan marginal. Semakin sedikit yang bisa bertahan di wilayah perkotaan karena berebut mencari sesuap nasi dengan para pengusaha kaya. Secara alami mereka tersisih dari komunitas yang semestinya beragam. Tapi karena desakan persaingan yang "kejam" mereka pun harus meninggalkan kampung halamannnya dengan jejak-jejak kepedihan yang tak terlupakan.

Selain kondisi tersebut, sebagian masyarakat kelas atas berusaha menutup diri dan membuat skat yang semakin lebar dengan kaum marginal. Mereka berkelompok membentuk grup-grup masyarakat yang berlevel tinggi, dan tak sudi lagi bergaul dengan masyarakat kelas bawah.

Dalam Islam, Rasulullah sangat melarang umat Islam memamerkan kekayaannya. Apalagi berusaha menarik emosi orang lain sehinngga muncul kecemburuan sosial, stratifikasi dan differensiasi sosial yang semakin terlihat. Selain tidak diperbolehkan pamer kekayaan, sepatutnya masyarakat mapan dan kaya tersebut mau membagi sebagian miliknya kepada orang yang membutuhkan. Mereka semestinya menyadari bahwa di antara kehidupan yang mewah, ternyata ada sebagian orang yang berada di bawah garis kemiskinan dengan himpitan ekonomi yang semakin lama semakin menjerit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun