Mohon tunggu...
Muhamad Alfani Husen
Muhamad Alfani Husen Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNSIKA

Orang yang senang makan pecel lele, doyan rebahan, penggemar berat Squidward Tentacles

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Stoikisme: Menghadapi Penyesalan dan Ketakutan dengan Bijaksana

24 Juli 2023   00:07 Diperbarui: 24 Juli 2023   00:08 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.noice.id/wp-content/uploads/2023/01/Mengenal-Definisi-Stoikisme.jpeg

Filsafat Stokisme, yang berkembang pada zaman kuno melalui pemikiran para tokoh seperti Epictetus, Seneca, Marcus Aurelius, dan Zeno, menawarkan pandangan yang bijaksana tentang cara menghadapi dua hal yang sering menghantui pikiran manusia: penyesalan terhadap hal yang sudah terjadi dan ketakutan pada hal yang belum terjadi. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pandangan para stoik tentang bagaimana mengatasi kedua emosi ini dan mencari cara untuk hidup dengan bijaksana dan bahagia. 

 

Penyesalan Terhadap Hal yang Sudah Terjadi

Penyesalan terhadap masa lalu adalah emosi yang lazim dialami oleh banyak orang. Meskipun tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi, manusia seringkali terjebak dalam siklus kesedihan dan penuh penyesalan. Namun, dalam pandangan Stokisme, mengidap penyesalan terhadap masa lalu adalah sia-sia dan dapat menghalangi pencapaian kebahagiaan.

Epictetus, seorang stoik Yunani, mengajarkan pentingnya menerima apa yang telah terjadi sebagai bagian dari takdir kita. Ia menyatakan bahwa yang dapat kita kontrol hanyalah reaksi dan tanggapan kita terhadap peristiwa, bukan peristiwa itu sendiri. Dalam hal ini, jika kita dapat menerima apa yang telah terjadi dan menganggapnya sebagai bagian dari perjalanan hidup kita, kita dapat mencapai kedamaian dalam pikiran dan hati.

Seneca, filsuf Romawi, juga menekankan pentingnya hidup di sini dan sekarang, tanpa larut dalam penyesalan yang tidak produktif. Ia menyarankan untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan menerapkan pelajaran tersebut di masa depan. Dengan memahami bahwa masa lalu adalah bagian dari diri kita, baik kesuksesan maupun kegagalan, kita dapat memperoleh kebijaksanaan untuk menghadapi masa depan dengan lebih bijaksana.

Ketakutan Pada Hal yang Belum Terjadi

Ketakutan akan masa depan adalah hal lain yang sering mengganggu kedamaian pikiran manusia. Ketakutan tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan sering menghambat kebahagiaan dan menyebabkan kecemasan yang berlebihan. Namun, para stoik menawarkan perspektif yang berbeda mengenai cara menghadapi ketakutan tersebut.

Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi dan stoik paling terkenal, mengajarkan tentang pentingnya hidup dalam momen ini. Ia menekankan bahwa banyak ketakutan tentang masa depan adalah imajinasi dan berasal dari pikiran kita sendiri. Untuk mengatasi ketakutan ini, ia menyarankan kita untuk fokus pada apa yang sedang terjadi di hadapan kita dan melakukan yang terbaik sesuai dengan kehendak alam.

Epictetus, dalam pandangannya tentang ketakutan, juga menekankan pentingnya membedakan antara hal-hal yang dapat kita kontrol dan hal-hal yang tidak. Banyak ketakutan berasal dari situasi yang di luar kendali kita. Oleh karena itu, ia menyarankan kita untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua hal akan sesuai dengan keinginan kita. Dengan demikian, kita dapat mencapai ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun