Mohon tunggu...
Malikus Senoadi Widyatama
Malikus Senoadi Widyatama Mohon Tunggu... -

Wirausahawan sederhana, mudah, rajin menabung, kreatif, cepat tanggap, cerdas cermat, mudah dicari di toko terdekat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal untuk Menyelamatkan Sungai Citarum (Bagian kedua)

25 April 2011   01:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:26 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekelumit fakta mengenai Sungai Citarum

Air mengalir sampai jauh akhirnya ke laut. Merupakan sebait lagu Bengawan Solo yang sedang dinyanyikan oleh salah seorang teman yang berasal dari Surakarta. Hari itu kami mengunjungi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. Upaya kami untuk mengenal Sungai Citarum kami lakukan dengan mewawancarai beberapa tokoh seputar Citarum. Seperti air yang mengalir, wawancara kami usahakan mengalir melewati sekat birokrasi, komunitas, wilayah administratif, supaya mendapatkan pemahaman yang luas tentang DAS Citarum.

Seorang perempuan berpakaian seragam PNS, berkacamata dan mengenakan jilbab, menyambut kami dengan senyum ramah. Ibu Ita Purwanti bertugas sebagai Kepala Bidang Drainase, Sumber Daya Air Pertambangan Energi Kabupaten Bandung merupakan orang yang aktif untuk mensosialisasikan kepada masyarakat secara langsung berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai. Berduet dengan Bapak Asep Kuryana dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum mereka berkolaborasi untuk membahas topik-topik pengelolaan dan pemanfaatan air sungai. Sosialisasi seperti ini merupakan lintas instansi pemerintahan, bahkan masyarakat dapat meminta informasi yang lengkap dari BBWSC.

Suguhan teh tubruk dan pisang goreng menemani wawancara kami. Suasana santai dan hangat mewarnai obrolan kami saat itu. “Apakah yang menggerakkan ibu untuk aktif mensosialisasikan langsung ke akar rumput ?”Pertanyaan saya langsung kepada Ibu Ita.

Keprihatinan dengan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke sungai, membuat Ibu Ita aktif untuk melakukan kegiatan menyelamatkan Sungai Citarum yaitu melalui perubahan cara pandang masyarakat. “Pokoknya kita melakukan apa yang bisa kita lakukan terlebih dahulu secara bersama-sama. Itu lebih baik daripada kita saling menyalahkan.” Ibu Ita mengaku sangat menikmati berhubungan langsung dengan masyarakat. “Saya bisa belajar dari mereka, mendengar apa yang menjadi kebutuhan mereka dan apa yang harus pemerintah tingkatkan untuk memperbaiki diri membantu kebutuhan masyarakat.”

“Sebagai orang yang duduk di birokrasi, sebaiknya saya tidak hanya menunggu munculnya permasalahan. Apabila tidak turun ke masyarakat setidaknya saya dapat secara aktif mencari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan sungai. Termasuk mencari informasi dan data dari pintu ke pintu ke berbagai instansi terkait. Alhamdulillah saya sudah membuat buku Himpunan Peraturan Pengelolaan Sungai dengan tujuan supaya dapat mempermudah orang-orang yang membutuhkan informasi mengenai peraturan tersebut”. Tambah Ibu Ita dengan nada yang tenang tapi jelas.

Semangat Ibu Ita ini sejalan dengan Keterbukaan Informasi Publik, dimana Badan Publik harus dapat menyediakan informasi publik yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya secara transparan, mudah, cara sederhana. Sehingga masyarakat dapat ikut aktif untuk membuat kebijakan publik untuk ke arah yang lebih baik lagi. Semangat keterbukaan dan aktif berperan serta dalam sosialisasi ke masyarakat merupakan salah satu semangat dalam gerakan Selamatkan Sungai Citarum.

Kondisi birokrasi pada BBWS Citarum bukannya tanpa kekurangan juga. Permasalahan kesenjangan antara orang teknis atau orang yang benar-benar berkompeten dibidangnya dengan orang-orang yang nonteknis atau orang-orang yang bukan kompenten di bidangnya. Sehingga untuk kaderisasi sangatlah sulit karena jelas bahwa untuk menduduki jabatan-jabatan fungsional di Balai Besar Wilayah Sungai Citarum haruslah orang-orang yang benar-benar berkompenten di bidangnya masing-masing. Sehingga dalam mengerjakan tugasnyapun dapat menyelesaikannya kerena mereka menguasai sekali permasalahan yang mereka hadapi. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihak BBWS Citarum”, menurut Pak Asep Kuryana.

Beliau mengajak kami membayangkan mengenai DAS Citarum. Sungai Citarum memiliki panjang 350 km, merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Mata air berasal dari Gunung Wayang terletak di sebelah selatan Kota Bandung, air mengalir ke utara melalui bagian tengah Propinsi Jawa Barat dan bermuara di Laut Jawa di sebelah timur Jakarta. Daerah Pengaliran Sungainya (DPS) seluas 12.000 km persegi yang meliputi 9 wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Cianjur, Bogor, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Sumedang, Bandung, dan Kota Bandung. Daerah hulunya merupakan daerah dengan curah hujan tahunan yang cukup tinggi.

Seiring dengan pertumbuhan sosial dan ekonomi, daerah-daerah sumber air sungai dan jaringan air tanah mengalai kondisi kritis, yang diakibatkan pesatnya pertumbuhan industri dan urbanisasi. Peningkatan kebutuhan air bersih dan pembangkit listrik serta kebutuhan air pertanian dan perikanan. Kompetisi penggunaan sumber air di DAS Citarum membawa dapak kritis bagi ketersediaan air.

Kami mendengar penjelasan mengenai fakta Sungai Citarum membuat kami sadar bahwa pengelolaan DAS Citarum merupakan hal yang kompleks. Sehingga lirik lagu Bengawan Solo yang dinyanyikan salah seorang teman kami ternyata memberikan gambaran pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan masalah kompleks yang pengelolaan pada setiap jaman juga berbeda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun