Akhirnya, niat untuk belajar menulis, berbagi pengetahuan dan pengalaman, dan berdiskusi kesampaian juga. Selama ini menulis hanya saya geluti dilingkungan kantor dan hanya berkutat seputar tugas dan tanggungjawab pekerjaan. Dibeberapa kesempatan, terkadang saya selipkan newsletter dan opinion column seputar perkembangan industri dan isu-isu regulasi terkait dengan hidden agenda agar tetap bisa menulis dan mencurahkan isi pikiran.
Pada kesempatan pertama ini saya ingin sedikit berbagi opini dan pemikiran yang sempat terbersit beberapa bulan lalu, tepatnya setelah pileg. Pemikiran ini berawal dari diskusi santai saat istirahat dengan beberapa rekan kerja tentang hasil pemilu legislatif yang berujung pada siapa yang nanti akan memegang kendali pilpres sebagai kelanjutan pesta demokrasi dan siapa orang yang akan mengisi jabatan menteri sebagai pembantu kepala pemerintahan (sesuai Pasal 17 ayat (1) UUD 45, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara).
Untuk urusan siapa yang menang pileg, siapa yang jadi anggota dewan, dan siapa capres dan cawapres gak perlu kita bahas karena semua juga sudah tahu. Saya hanya kepikiran bagaimana nanti si pemenang pilpres menentukan menteri yang akan membantu pekerjaan mereka. Karena dengan hanya 2 pasang capres dan cawapres, semakin terang dan nyata siapa mendukung siapa, siapa memihak kesiapa, pengusaha apa memihak kemana dan memberi dukungan apa, dan siapa pula yang memanfaatkan situasi dengan menancapkan masing-masing kaki demi keberlangsungna kepentingan yang mereka usung.
Usul punya usul, kepada kedua pasangan calon yang saat ini sedang habis-habisan mempromosikan diri mereka supaya dipilih pas 9 Juli nanti, mungkinkah nanti para menteri yang akan menjabat itu dilakukan fit & proper test terbuka sebelum dipilih dan ditetapkan oleh Presiden. Hal ini demi menjaga kualitas teknis orang tersebut, integritas orang tersebut, leadership yang mereka miliki, dan tidak ada sistem politik dagang sapi atau transaksi politik yang selama ini menjadi salah satu semboyan dan senjata masing-masing calon untuk merebut simpati para pemilih.
Beberapa kabinet sebelum ini komposisi menteri dipilih berdasarkan koalisi yang mengusung. Dipanggil kerumah atau suatu tempat oleh capres dan cawapres terpilih, diinfokan bahwa kami butuh bantuan anda untuk mengisi posisi di kementrian ini, ditanya sedikit tentang pandangan si calon menteri, obrolan selesai, foto-foto, dan siap deg-degan menunggu pengumuman kabinet di depan TV. Hal ini tidak ada sedikitpun mekanisme the real fit & proper test nya karena si calon menteri sudah dimapping terlebih dahulu sebelum dipanggil, dititipkan terlebih dahulu oleh para partai pengusung, dan kemungkinan jadi menteri nya sangat tinggi kecuali sicalon punya negative track record dan punya masalah kesehatan yang gawat. Meskipun secara kemampuan memiliki keahlian, tetapi kepentingan partai yang mereka bawa tidak bisa kita menutup mata begitu saja. Akhirnya terbukti beberapa Menteri terjerat masalah hukum dan sampai sudah ada yang mendekam dipenjara. Hal ini memberikan stigma negatif kepada kualitas kabinet yang dipilih serta kapasitas kepala pemerintahannya dalam mengurus para pembantunya.
Nah....mengenai bagaimana mekanisme fit & proper nya...... yang saat ini terpikirkan adalah begini:
- Pasangan terpilih mengumumkan kepada masyarakat yang berminat untuk menjadi menteri dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Jadi modelnya kira-kira seperti pembukaan lowongan kerja tapi dengan cara yang profesional pastinya.
- Adakan tes psikologi dan tes integritas untuk menguji kualitas pribadi si calon menteri. Calon presiden dan wakil presiden aja ada tes psikologinya, mau jadi pimpinan KPK juga ada tes seperti ini, bahkan kita yang mau melamar kerja dibeberapa instansi pemerintah (KPK, BI, dll) ada juga tes seperti ini.
- Dipilih beberapa calon untuk setiap posisi menteri misalnya 3 s.d 5 calon dengan nilai tes tertinggi.
- Selanjutnya, tes wawancara dan pemaparan visi misi singkat kepada panelis. Panelis nya dipilih oleh Pasangan capres dan cawapres terpilih termasuk si pasangan capres dan cawapres pemenang. Saya mengusulkan panelis adalah Professor, Guru Besar, atau Rektor universitas yang ada di Indonesia dan mereka adalah ahli dibidang masing-masing. Memang siyh kalau dilihat akan besar effort nya karena setiap posisi calon menteri memiliki bidang keahlian yang berbeda dan tentunya panelis juga harus berganti-ganti, tetapi demi kualitas kabinet yang kompak, berintegritas, dan menjalankan amanah rakyat,, tidak ada salahnya hal ini dicoba...:D
- Proses wawancara dan pemaparan visi misi singkat ini dapat disaksikan oleh masyarakat secara terbatas dan diberikan kesempatan juga kepada masyarakat untuk bertanya.
- Setelah selesai, baru lah capres dan cawapres terpilih mengumumkan kepada publik siapa yang akan membantu mereka dalam menjalankan pemerintahan.
Semoga cara ini dapat meningkatkan kualitas para menteri yang akan memimpin, menjaga kepercayaan masyarakat kepada presiden dan wakil presiden yang sudah mereka pilih, dan tentunya para menteri dapat bekerja untuk rakyat dalam membangun negara tanpa ada embel-embel atau misi pribadi untuk memperkaya diri sendiri, memanfaatkan kewenangan dan jabatan, atau hidden agenda lainnya.
Semoga juga ide ini bisa didengar kedua pasang calon presiden dan wakil presiden..^)^
Salam,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI