Bismillahirrahmanirrahim..
Kalau hidup sekedar hidup, babi dihutan pun hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.
Bila mendengar kata ' Bekerja ' teringat akan pepatah yang dilantunkan oleh seorang sastrawan juga seorang ulama besar Indonesia yang mengatakan " Kalau hidup sekedar hidup, babi dihutan pun hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja ".
Ironis memang, aktivitas yang dilakukan seorang manusia yang mana derajatnya paling tinggi diantara makhluk hidup lainnya disamakan dengan seekor hewan. Namun, bukankah ini merupakan sindiran level tertinggi ? coba kita renungi kembali kata-kata bijak dari putra Minangkabau Buya Hamka itu, sebagai manusia kita memang diberi kenikmatan untuk hidup di dunia, memanfaatkan segala yang tersedia yang telah Tuhan persembahkan.Â
Baca juga: Menikah Bukan Sekadar Hidup Bersama
Namun apakah selama ini kita mencari arti untuk apa kita hidup ? bila kita tak mencari hakikat hidup ini, maka tak ada bedanya kita dengan babi-babi liar di hutan belantara sana. Lalu tentang bekerja, selama ini apa tujuan kita bekerja selain untuk mendapatkan imbalan untuk memenuhi kebutuhan perut ? bukankah kera juga bekerja untuk mendapatkan pisang atau sekedar kacang untuk kebutuhan perutnya? ia bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa yang menjulang tinggi itu atau menjadi penghibur dibalik topeng monyet dengan segala macam atraksinya yang mampu memukau anak-anak ?
Namun mirisnya, ada satu hal yang sangat disayangkan tentang pandangan yang diberikan kepada golongan para pekerja. Lihat saja di sekeliling kita, bagaimana level standar masyarakat Indonesia mengkotak-kotakan tentang status pekerjaan. Mereka yang memiliki status sebagai Aparatur Sipil Negara rupanya masih menjadi status yang di dewakan dalam masyarakat kita, seolah olah status pekerjaan seseorang memberikan kedudukan bagaimana orang lain berprilaku terhadapnya atau bagaimana seseorang memperlakukan orang yang memiliki status pekerjaan hebat menurut kacamata standarnya. Disgusting!
Baca juga: Berkali Kali Menghadapi Maut, Memberikan Kesadaran tentang Makna Hidup
Sungguh ironis, rupanya kini bukan tentang halal atau tidak halal yang akan dihargai akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana kuantitas tentang bayaran dari pekerjaan itu sendiri, besar atau kecil ? banyak atau sedikit ?. Lalu saya mulai bertanya pada diri sendiri "Apakah ini dampak dari kekusutan ekonomi ?" menyebabkan kita menjadi pribadi yang apatis dan buas dengan ketamakan.
Lalu untuk kalian para pekerja yang tidak memenuhi standar masyarakat Indonesia, apa kabar ? pernahkah semangat kalian patah karena standar tersebut ? tenang saja, tak apa. Bukankah lelah bila mengikuti standar orang lain ? lagi pula bukankah dengan mensyukuri nikmat yang diberikan Nya mampu menambah rizki yang sudah diberikan ? nikmatilah pekerjaan yang ada namun jangan melewatkan kesempatan yang lebih baik jika memang peluang itu ada.