Tiga minggu yang lalu saya  mampir ke toko buku Gramedia. Ceritanya sih hendak mencari buku buku yang yang memiliki konten sosial ekonomi sejarah Indonesia masa kini untuk dipakai sebagai acuan dalam menulis essay.  Menurut review di internet, Gramedia bisa dikatakan sebagai toko buku terlengkap di Jakarta, jadi melangkahlah saya ke salah satu  gerai nya di Plaza Semanggi.
Apa yang saya temukan rada menyedihkan hati, buku buku asing terjemahan ditempatkan di lapak yang sama dengan buku karangan local. Buku sejarah dan buku biografi juga diletakan pada tempat yang sama.  Dan lebih menyedihkan lagi saya tidak bisa menemukan buku buku literatur Indonesia dengan mudah, kebanyakan yang terpajang adalah buku buku populer kelas teen/chick lit serta buku buku motivasi sejenis chicken soup. Saya tidak hendak mengkritik Gramedia disini, karena  keadaan ini hanyalah perlambangan selera pasar yang perlu diikuti oleh  Gramedia sebagai toko buku komersial.
Tertulis di editorial  Kompasiana pada Topik Pilihan : Buku Favorit Anda, minat baca warga Indonesia sangat rendah, pada urutan 60, berada dibawah Malaysia dan Thailand.  Kenyataan yang rada mengecilkan hati, karena menurut peta melek aksara dunia, anak muda di Indonesia hampir 100% bisa membaca.
Apa  benar kita tidak berminat membaca ?.  Yang jelas ketika sedang dalam keadaan senggang  misalnya saat menunggu  teman atau kendaraan umum  hampir semua orang terlihat sedang membaca sesuatu di hape masing masing, baik  berupa pesan dari teman ataupun tulisan entah apa. Juga kantor kantor di Indonesia umumnya memblok akses ke surat kabar online mencegah penyalah gunaan waktu kerja untuk  membaca.  Bahkan bila kita berkunjung toko toko buku pada saat liburan sekolah, akan terlihat ramai sekali dikunjungi anak anak yang sedang ‘menumpang’ baca buku, sehingga akhirnya pihak toko terpaksa membungkus  buku buku dengan plastik, penegasan  bahwa toko buku bukanlah perpustakaan. Jadi adalah tidak benar kalau warga Indonesia tidak suka membaca.
Akan lebih tepat bila dikatakan  warga Indonesia mempunyai minat baca yang lumayan besar tapi sarana dan pilihan bacaan masih berkualitas rendah. Sebagian besar warga belum menjadikan buku sebagai objek baca, dan untuk yang telah menyukai buku belumlah memilih tulisan berkelas literatur sebagai bacaan favorit. Keadaan ini mestinya tidak mengherankan,  GDP perkapita Indonesia  berada pada urutan ke 100 di dunia, buku kemungkinan besar  berada pada daftar paling akhir dalam  catatan kebutuhan belanja warga. Â
Dibukanya ‘IJakarta’ yang merupakan perpustakaan digital oleh pemerintah DKI diharapkan bisa menjadi jembatan emas untuk menaikkan mutu bacaan dan pengetahuan umum masyarakat. Daripada membaca pesan teman dan berita gossip ataupun hoax di situs antah berantah ketika mengisi waktu menunggu kendaraan umum atau apapun, warga Jakarta bisa mengakses buku buku populer  dan membacanya di hape masing masing.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan  dalam memanfaatkan  keberadaan IJakarta:
- Organisasi organisasi sosial bisa membuat ‘meet up’ alias kopi darat untuk membahas buku buku pilihan yang diunduh dari IJakarta, dihadiri oleh artis populer dan diliput oleh media sosial.
- Lembaga swadaya masyarakat membuat lomba bedah buku pilihan yang diunduh dari IJakarta, berhadiah, dan diliput oleh sosial media.
- Stasiun TV atau radio mengadakan lomba cerdas cermat seputar buku buku yang ada di Ijakarta.
Pada dasarnya kita kudu harus mengajari anak anak suka membaca agar mereka  bisa dan mampu belajar seumur hidup dari berbagai media tulis.  Jenis tulisan yang dibaca seseorang  akan berkembang dari hasil pembelajaran oleh dirinya sendiri, arti kata walaupun anak anak cendrung memilih cerita bergambar pada awalnya, setelah terus membaca  mereka akan mendapat banyak pengetahuan dan semakin kritis sehingga selera bacanyapun  akan  membaik.  Apalagi bila sekolah sekolah  dari SD sampai SMA mewajibkan pula untuk membaca dan membahas buku buku Indonesia berkualitas di kelas, maka minat baca buku anak anak muda Indonesia yang sudah melek aksara hampir 100 % ini bisa dibentuk dan dapat menjadi tidak kalah dengan negara negara maju. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H