HARI ini adalah hari terakhir di bulan suci Ramdhan, sedih dan senang bercampur. Sedih ditinggal bulan yang penuh berkah, senang karena di bulan Ramadhan ini juga putra pertama kami terlahir. Muhammad Ali Ramadhan, saya namai dia.
Senin (5/6), dua puluh menit lagi tepat jam 00.00 dini, penantian tiga tahun kami dikabulkan Allah SWT. Keras pekik suramu terdengar bergantian dengan lantunan ayat suci di toa-toa Mesjid. Kukumandangkan adzan ditelingamu. Semoga kelak hatimu bergerak dan meninggalkan semua urusan duniamu, setiap mendengar panggilan suci ini.
Melihat perjuangan Bunda melahirkanmu, pantas saja ada perintah Ibumu! Ibumu! Ibumu! Dan Ayahmu yang harus engkau muliakan. Daokan Ayah dengan tangan mungil itu, tugas dan tanggung jawab besar terbentang dihadapan Ayahmu Nak.
Engkau menangis namun sekeliling tertawa, beginilah roda kehidupan berputar kata orangtua kita. Ada yang menangis, ada yang tertawa. Hadiah dan ucapan selamat berdatangan!
Muhammad Ali Ramadhan, jadilah anak yang berbakti kepada Agama, orangtua dan bangsa, begitu untaian doa dari Aayah, Ibu, kakek, nenek, om, tante, lae, ito’, saina, saukui, uda, uni dan opung Mu!
Ramadhan, memang penuh berkah. Sampai kapanpun Ramadhan akan tetap di hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H