MENTAWAI. Ritual pengobatan dengan tarian Sikerei (Paramedis tradisonal) masih dipercayai oleh bagi sebagiaan masyarakat Dusun Sakaladad untuk menyembuhkan keluarga atau kerabat yang sakit.
Dusun Sakaladad berada persisi berhadapan dengan lautan lepas Samudera Hindia, jika masyarakat hendak menuju dusun terdekat, ada dua pilihan, berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor, sembari memantau pasang kering laut. Masyarakat memang menggunakan jalur pinggir pantai untuk menuju dusun tetangga.
Melihat kondisi geografis yang begini, pastinya semua kebutuhan dan akses yang ada memang serba terbatas. Khawatir seorang ibu terhadap sakit yang diderita oleh anaknya, tentu bisa dirasakan oleh ibu manapun. Tak terkecuali bagi Darmiati yang berasal dari Dusun Sakaladad, Kec Siberut Barat, Mentawai. Hampir seminggu panas badan putri kesayangan beliau tak kunjung turun. Seperti lazimnya di Mentawai, pengobatan alternative dengan Sikerei memang menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat. Maklum saja, untuk berobat ke puskesmas, jarak tempuh cukup jauh, harus lewat pinggiran pantai, dan pastinya tergantung kondisi pasang laut.
“Pak Adi, nanti malam kami akan memanggil Sikerei untuk penyembuhan anak saya, jika bapak hendak menghadiri acara, silahkan datang nanti malam kerumah, mei kaii boikik pak (saya pergi dulu pak)” Ucap Desmiati kepada saya.” Tentu saja kesempatan langka menyaksikan ritual tarian sikerei untuk penyembuhan dan menjenguk orang sakit disaat bersamaan, tidak boleh saya lewatkan. Selepas magrib saya bergegas berangkat menuju “TKP”, tidak lupa saya membawa beberapa bungkus kopi, roti, dan gula, untuk diserahkan kepada tuan rumah. Jika kita hendak menghadiri acara ritual Sikerei, sebaiknya memang membawa sesuatu atau semacam hantaran. Ini sesuai arahan dari seorang teman yang memang asli Mentawai.
Malam itu sekira pukul 19.30 wib, sesudah tuan rumah menjamu para sikerei dengan hidangan makanan, tarian untuk penyembuhan pun dimulai. Dentuman gendang, bunyi lonceng, mulai seirama terdengar dengan mantra-mantra yang diucapkan Sikerei untuk memanggil roh nenek moyang. Anehnya, ternyata tidak semua warga yang paham dengan arti bacaan dari mantra-mantra yang di ucapkan oleh Sikerei. Menurut salah seorang pihak keluarga Desmiati, “Itu adalah bahasa nenek moyang orang Simalegi Mentawai, dan memang agak sulit dimengerti.”
Hentakan kaki sikerei ke lantai papan rumah panggung, memang memecah keheningan malam di dusun yang memang belum ada teraliri listrik itu. Suasana mendadak menjadi riuh, salah seorang Sikerei yang perempuan kesurupan, dan memanjat tiang rumah, penonton bersorak menyaksikan ini! Bagaimana tidak, Sikerei yang kesurupan memanjat tiang rumah layaknya seekor hewan liar, maaf, seperti seekor monyet.
Sesekali saya lihat suasana sekeliling rumah yang dipadati warga, suasana memang penuh tawa dan senda gurau. Menurut hemat saya, terlepas campur tangannya nenek moyang untuk penyembuhan, karena tetangga berkumpul dan tertawa, inilah sepertinya salah satu yang menjadi sugesti bagi si sakit supaya segera bangkit untuk melawan penyakitnya.
Sepertinya secara psikologis suasana yang penuh tawa akan membawakan nilai dan pengaruh yang positif. Sehingga timbul keinginan dari dalam diri si sakit untuk segera sembuh, supaya bisa tertawa dan bermain kembali. Ritual akhirnya berakhir setelah hampir 2 jam Sikerei melakukan tarian, dan membacakan mantra-mantra kepada si sakit.
Berbicara tentang Mentawai, tentu tidak akan lengkap jika tidak membahas Sikerei. Orang bicara tato tertua yang menempel di badan Sikerei, ritual medis ala sikerei, keseharian Sikerei, memang selalu menjadi bahasan yang seru untuk diceritakan. Tradisi penyembuhan turun temurun yang di warisi oleh nenek moyang kepada Sikerei, tentu saja kedepan ini diharapkan dapat bertahan, dan tidak punah. Jika bisa disinergikan dengan dunia medis saat ini. Keahlian sikerei dalam meramu tumbuhan sekitar dan menjadikanya obat alami atau obat herbal bahasa kesehatan sekarang, tentunya bisa juga menjadi inspirasi untuk penelitain bagi penggiat obat herbal.
![Tatto pada orang Mentawai ( Foto : Adi Prima)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/21/sikerei-jpg-58d0c37d9a93732a0cbecfae.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI