Mohon tunggu...
Mala Anggi
Mala Anggi Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai pengingat, menulis untuk berbagi semangat

Can't stop writing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena COD (Complaint On Delivery): Antara Gagal Paham dan Gagal Akhlak

22 Mei 2021   22:52 Diperbarui: 22 Mei 2021   23:01 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Ilustrasi pribadi olah dari Canva

Ada satu malam yang cukup menggelitik ketika saya mendapati suami sedang menonton video seorang ibu-ibu tengah memaki seorang pengantar barang alias kurir. Hal yang menjadikan video itu viral karena aksinya yang sangat 'mengerikan'. 

Saya hampir tak percaya bagaimana bisa kata-kata kasar dan cacian meluncur dengan derasnya dari seorang perempuan yang sudah terlihat matang secara usia, berjilbab pula. 

Kemudian suami saya bilang, "ini medsosnya diserang netizen habis-habisan". Entah kenapa saya ingin tahu juga medsosnya, alhasil setelah saya buka, kolom komentar postingan ibu-ibu itu dihujani caci-maki netizen se Indonesia. Sialnya, saya juga ikut-ikutan komentar. Pagi ketika saya buka kembali medsos ibu-ibu itu, ternyata netizen salah sasaran. "Oh No!"

Di luar kesalahan netizen itu, bagi saya pantaslah masyarakat geram dengan aksi ibu-ibu yang memaki kurir. Kronologinya begini, ibu tersebut meminta kurir mengembalikan barang pesanannya kepada seller karena barang dianggap tidak sesuai. Tentu saja kurir menolak karena barang yang sudah diterima apalagi dibuka tidak bisa dikembalikan lewat kurir yang sama. 

Si Ibu bersikukuh, sang kurir teguh, si Ibu menganggap kurir goblok, sang kurir padahal lebih tahu siapa yang goblok. Pokoknya siapapun yang tahu prosedur COD pasti tahu mana yang goblok sebenarnya. Sampai disini apakah sudah paham betapa mengerikannya fenomena COD (Complaint On Delivery) ini?

Baiklah, saya akan terangkan sependek pemikiran saya mengenai fenomena ini. Selain peristiwa ibu-ibu memaki kurir ini, beberapa waktu sebelumnya di daerah Bogor Jawa Barat bahkan seorang pria menodongkan pistol kepada kurir yang mengantar barang pesanannya. Kronologinya hampir sama, pria tersebut meminta kurir untuk mengembalikan barang yang tidak sesuai kepada penjual. 

Dan contoh-contoh kasus lainnya dimana tindakan-tindakan tidak terpuji ini bermunculan dalam aktifitas belanja online. Pada intinya kita semua tahu bahwa mereka tidak paham mengenai prosedur COD di toko online tempat mereka berbelanja. Lalu apakah penting mengedukasi masyarakat mengenai prosedur jual beli online dengan sistem bayar di tempat ini? Karena nyatanya, meski sistem ini sudah ada di Indonesia sejak lama, "ada loh orang-orang yang belum paham", yang harusnya bayar di tempat jadi komplen di tempat.

Setelah saya menelisik, tanpa berisik, tanpa mengusik suami yang lagi asik nonton debat Iis Dahlia dan Dewi Persik, saya menemukan bahwa masalah utamanya bukan pada kegagalan masyarakat memahami prosedur COD atau bayar di tempat itu melainkan pada gagalnya akhlak. Begini, kalo ibu tidak paham, kurir sudah berusaha menjelaskan tapi ibu tidak mau mendengar. 

Kalo bapak tidak tahu, kurir sudah berusaha memberi tahu. Dan kalo abang, mbak, aa, teteh, kakak, adek, om, tante, paman, bibi tidak mengerti, di aplikasi belanja online itu sudah diterangkan tapi tidak mau membaca. Memang, dalam beberapa kasus ada penjual online yang nakal dimana barang yang dipajang tidak sesuai dengan barang yang dikirim. Tapi bukankah itu bagian dari resiko berbelanja online? Sebagaimana resiko belanja ke pasar langsung: resiko kepanasan, kehujanan, kecopetan, kecape'an, kecipratan, kebecekkan, kesenggol, kepeleset dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun