Pendidikan seks merupakan upaya pembelajaran, pemahaman, pengenalan, dan penyampaian informasi tentang seksualitas. Pemahaman yang diberikan yaitu berkaitan tentang pengetahuan fungsi organ reproduksi agar digunakan dengan semestinya dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan. Orang tua wajib memberikan pendidikan seks kepada anaknya sejak dini. Namun tidak sedikit orang tua atau masyarakat yang menganggap tabu ketika membicarakan tentang seks. Mereka menganggap seks identik dengan orang dewasa saja (Ratnasari, 2016). Padahal menurut seksolog dr. Boyke, pendidikan seks harus diberikan sejak dini tujuannya supaya anak memahami tentang tubuh, hubungan interpersonal, hingga batasan-batasan yang penting dalam menghadapi situasi berpotensi berbahaya, termasuk rentan mendapatkan kejahatan seksual (Ustin, 2023).Â
Memberikan pengetahuan atau pemahaman tentang seks kepada anak memanglah tidak mudah. Namun pendidikan ini harus diberikan supaya anak tidak salah melangkah dalam kehidupannya. Definisi anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan." (Amin, 2021).Â
Usia yang tepat untuk pertama kali diberikan pendidikan seks adalah 3-4 tahun, karena pada usia ini anak sudah bisa diajak komunikasi dua arah dan sudah mengenal anggota tubuh namun belum mengerti fungsinya secara keseluruhan. Pendidikan seks pada anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks yang diberikan kepada remaja. Pendidikan seks pada anak usia dini lebih pada pengenalan peran dan fungsi jenis kelamin serta pengenalan anatomi tubuh secara sederhana, sedangkan pada remaja meliputi gambaran biologi mengenai seks dan organ reproduksi, masalah hubungan seksualitas, kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual (Ratnasari, 2016). Â
Peran orang tua sangat penting dalam memberikan pendidikan seks kepada anak sejak dini. Alasan pendidikan seks diberikan sejak dini yaitu menginat semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini kebanyakan pelaku adalah orang terdekat korban. Orang tua menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dalam memberikan edukasi mengenai seks. Meskipun masih dianggap sebagai hal yang tabu, sebenarnya orang tua sudah memberikan edukasi tentang seks dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh mengajarkan kepada anaknya untuk tidak berpakaian terlalu terbuka saat dirumah maupun diluar rumah, mengajarkan tentang anggota tubuh apa saja yang tidak boleh dipegang dan dilihat oleh orang lain, tidak mengenakan perhiasan yang mencolok dan berlebihan, dan lain-lain (Hasiana, 2020).
Kebanyakan orang tua ketika anak bertanya mengenai seksualitasnya pasti dengan cepat akan mengalihkannya dan mengatakan "Huss... tidak boleh ngomong seperti itu, masih kecil jangan ngomong seperti itu, nanti kalau sudah besar tahu sendiri". Sikap orang tua yang seperti itu justru membuat sang anak memiliki rasa keingin tahuan dan penasaran yang besar mengenai seksualitasnya. Jika orang tua tidak bisa memberikan informasi yang jelas mengenai pendidikan seks, dikhawatirkan anak-anak mencari informasi dari berbagai sumber misalnya orang lain, teman, maupun internet. Informasi tersebut bisa jadi informasi yang kurang baik.
Teknologi digital yang semakin berkembang sekarang ini, akses anak-anak terhadap informasi seksual menjadi semakin mudah, terutama melalui internet dan media sosial. Oleh karena itu, penting untuk mengenalkan pendidikan seks secara tepat kepada siswa sekolah dasar melalui program literasi digital. Literasi digital merupakan cara untuk mendapatkan, memahami, dan menggunakan informasi yang berasal dari berbagai sumber dalam bentuk digital (Naufal, 2021). Program Sex In the City di Radio Sonora FM, dokter sekaligus seksolog, dr. Boyke Dian Nugraha menegaskan bahwa memang sangat penting adanya pendidikan seks atau sex education di tingkat sekolah (Sasmita, 2021). Peran orang tua dan guru sangat penting dalam mendampingi anak-anak menggunakan teknologi digital khususnya dalam informasi konteks seksual.
Pendidikan seks adalah bagian penting dari pendidikan yang seringkali diabaikan di tingkat sekolah dasar. Maraknya akses anak-anak ke teknologi dan informasi melalui perangkat digital, program literasi digital dapat menjadi sarana yang efektif untuk memberikan pengetahuan dasar tentang pendidikan seks. Gerakan literasi sekolah sendiri merupakan sebuah gerakan dalam upaya menumbuhkan budi pekerti yang sesuai dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 yang bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga terciptanya pembelajaran sepanjang hayat (Safitri, 2020). Pengimplementasian program literasi digital tentang pendidikan seks diharapkan bahwa siswa sekolah dasar akan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang tubuh, reproduksi, dan hubungan interpersonal yang sehat. Ini dapat membantu mereka dalam mengatasi perubahan fisik yang terjadi selama masa pubertas dan mendorong hubungan yang lebih sehat antar sesama.Â
Demikian karya tulis ilmiah ini dibuat. Tujuan penulis adalah untuk menyampaikan bahwa teknologi digital telah mengubah cara anak-anak mengakses informasi. Akses internet, ponsel pintar, dan perangkat digital lainnya membuat anak-anak rentan terhadap informasi seksual yang tidak selalu benar atau tepat. Oleh karena itu, pendidikan seks yang benar informasi melalui literasi digital diperlukan. Pemberian pendidikan seks yang tepat, siswa dapat diberdayakan untuk membuat keputusan yang lebih bijak dalam hubungan mereka dan untuk melindungi diri mereka sendiri. Membekali siswa dengan penetahuan yang benar tentang seksualitas dapat membantu mereka mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri dan orang lain.Â
Daftar Pustaka
Amin, Rahman. 2021. Hukum Perlindungan Anak dan Perempuan di Indonesia. Sleman: CV Budi Utama.
Hasiana, Isabella. 2020. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seksual Anak Usia Dini. Wahana: Tridharma Perguruan Tinggi, 72 (2).