Terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan saat menunggu sidang perdananya di Ruang Tahanan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2010). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Albertina Ho, Rabu (19/1/2011), menghukum Gayus selama 7 tahun penjara. KOMPAS/ALIF ICHWAN Gayus Halomoan Tambunan seharusnya merasa tenang sekarang. Sebab, hukuman yang dia terima hanya 7 tahun dengan denda 300 juta. Tapi ternyata, tidak! Dia justru bekoar dengan berbagai testimoni yang menyudutkan berbagai pihak. Mulai dari Kejaksaan, Kepolisian hingga Satgas Mafia Hukum, tiba-tiba saja merasa gerah, atau bahkan seolah kebakaran jenggot. Xaxaxaxa.... Mau jadi pahlawan pula nih si Gayus!!! Akibat testimoninya di hadapan para wartawan sesaat usai sidang vonisnya, Presiden SBY pun dibuat terperangah, atau memang harus jengah juga. Karena, siaran press Gayus itu kemungkinan berujung moncong meriam yang terarah ke benteng penguasa atau Pemerintah, minimal ditodongkan pada partai yang sedang berkuasa, yakni Partai Demokrat. Apa lacur?! Gayus Halomoan Tambunan, disangkakan kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang, terancam hukuman penjara seumur hidup terkait kepemilikan uang Rp 28 miliar. Polri mengenakan Gayus dengan Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Berkas perkara kasus ini tengah dirampungkan pihak kepolisian untuk diserahkan ke Kejaksaan Agung. "Korupsinya, penyidik mengenakan Pasal 11 atau Pasal 12 B. Pencucian uangnya Pasal 3," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jumat (21/1/2011), ketika ditanya pasal berapa yang dijeratkan kepada Gayus. Pasal 11 berbunyi, "Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya." Dalam pasal itu, ancaman hukuman paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Adapun denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sementara Pasal 12 B berbunyi, "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya." Dalam Pasal 12 B ini, ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup dan paling singkat 4 tahun. Adapun denda paling banyak Rp 1 miliar dan paling sedikit Rp 200 juta. Dikatakan Boy, penyidik akan kembali melimpahkan berkas perkara terkait kasus itu ke Kejaksaan Agung, Senin (24/1/2011) pekan depan. Sebelumnya, jaksa mengembalikan berkas perkara Gayus dengan petunjuk agar penyidik melengkapi dokumen pajak yang pernah ditangani Gayus. Kini, Polri memegang data pajak 151 perusahaan. Untuk diketahui, pasal yang dijeratkan ke tersangka belum tentu terbukti saat proses persidangan. Vonis hakim tergantung pada dakwaan serta fakta yang terbukti di persidangan. Saat ini, Gayus berstatus sebagai terpidana 7 tahun penjara atas kasus korupsi pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT). (kompas) Artinya, vonis 7 tahun yang diterima Gayus Halomoan Tambunan kemarin tidak termasuk kepiawaiannya menjadi "dokter pajak" dari 151 perusahaan yang menjadi pasiennya. Barangkali, Gayus juga merasa kurang adil terhadap putusan hakim. Bukan saja karena hukumannya terlalu ringan, namun juga karena orang-orang yang menjadikan dirinya sebagai tumbal "mafia pajak", ternyata bisa bebas melenggang, luput dari jeratan aparat penegak hukum. Kendati kemudian, terbetik berita bahwa Kejaksaan Agung akan mengajukan banding atas putusan 7 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap Gayus; Namun, masyarakat yang jeli dan mahfum akan politik dan hukum hanya akan tersenyum malu sambil mengelus dada. Rakyat Indonesia tidak memicu Gayus Halomoan Tambunan agar dihukum seberat-beratnya saja, yang lebih penting -dan ini adalah harapan seluruh rakyat (semoga bukan sekedar impian!)-Â adalah dirobohkannya benteng Mafia Pajak, Mafia Kasus, KKN, dan mempermalukan semua orang/tokoh yang mendesain sekaligus menjadi backingnya! Mari kita tanyakan kepada daun yang bergoyang: Adakah aparat penegak hukum kita memang tidak profesional? Ataukah produk hukum, undang-undang dan peraturan anti korupsi di negeri Ibu Pertiwi ini memang dibuat untuk melenggang-kangkungkan para penguasa agar jadi kaya raya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H