Pada Juli 2017, sudah memasuki tahun ajaran baru 2017-2018. Â Bagaimana proses persiapan naskah dan distribusi buku K 13 oleh Kemendikbud? Apakah tetap ada keterlambatan seperti biasanya. Siswa pun harus menerima buku baru setelah sebulan atau dua bulan pelaksanaan pelajaran.
Kini pemerintah melalui Kemendikbud tengah proses menuntaskan proses pencapaian implementasi Kurikulum 2013, 100%. Targernya 100% sekolah K 13 Â pada 2019. Capaian target ini sendiri molor empat tahun. Itu karena seharusnya implementasi K13 saat era Mendiknas M Nuh harus tuntas pada 2015.
Ganti Menteri di Era Anies Baswedan, capaian target molor jadi  2019. Saat itu, Anies yang sebenarnya masuk tim perumus K 13 bisa dikatakan bimbang antara mempertahankan KTSP atau melanjutkan program K 13. Toh pada akhirnya K 13 dilanjutkan.
Pada implementasi K 13 yang menjadi kendala menurut penulis adalah persiapan naskah dan distribusi K 13 ke sekolah. Setiap tahun ajaran baru selama era K 13, buku selalu tiba terlambat di sekolah. Para siswa baru menikmati buku secara penuh setelah sebulan atau bahkan dua bulan setelah pelajaran berlangsung.
Dua masalah pokok ini harus diperbaiki. Percepatan pembuatan naskah dan distribusi tidak hanya melalui online seharusnya offline juga digencarkan.
Pada saat mulai semester II tahun ajaran 2016-17 barusan, kendala keterlambatan buku parah. Sampai minggu ketiga Januari 2017, Kemendikbud melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sendiri belum menyerahkan naskah atau materi buku K 13 kepada lima pemenang tender penggandaan buku tersebut.Â
Lima pemenang itu PT. Intan Pariwara, Masmedia, Buana Pustaka, Pesona Edukasi, Jepe Press Media Utama dan  Temprina.  Dan, tanda tangan kontrak pada lima penerbit itu sendiri baru ditandatangani pada 30 Januari 2017. Tender buku molor karena ada sanggahan. Demikian seperti  penyataan Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Rosidayati Rozalina.
Kemudian muncul buku K 13 ilegal dan masyarakat membelinya. Menurut Ida, sapaan Rosidayati Rozalina,  masyarakat tidak bisa disalahkan sampai membeli buku tersebut.  Karena mereka memikirkan nasib anak-anaknya yang sudah mulai proses belajar mengajar semester genap. “Masak belajar tanpa bukunya’’cetusnya.(Jawa Pos, 22 Januari 2017).
Ida meminta Kemendikbud mengubah sistem distribusi buku teks K13. Karena kejadian tahun ini lebih parah dari tahun sebelumnya.
Penulis mendukung pernyataannya.  Karena dalam kasus keterlambatan ini siapa yang bertanggung jawab, tidak ada.  Buktinya semua terlihat seperti tidak ada masalah. Mana suara kritis anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan dan  Ombudsman Republik Indonesia mempertanyakan soal keterlambatan buku teks? Tidak ada.
Muncul buku ilegal, dibeli masyarakat baru ribut.  Padahal semester dua tahun ajaran 2016-17 ini berlangsung efektif sekitar lima bulan. Proses belajar-mengajar mulai awal Januari dan berakhir  memasuki bulan puasa pada Mei.  Bila sampai akhir Januari, para siswa belum memperoleh buku, tentu akan berimbas pada penurunan kualitas pendidikan.