Waria ?
Tentu tidak asing lagi dengan kata tersebut, semua orang tentu pernah menemuinya.
Secara umum masyarakat hanya bisa menerima dua identitas jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagaimana bila dilihat pada KTP hanya ada 2 jenis kelamin.
Berperilaku sebagai waria memiliki banyak resiko. Meskipun banyak resiko jika memang jalan mereka yang ia tentukan seperti itu tetaplah mereka jalani, waria dihadapkan pada berbagai masalah yaitu penolakkan warga, kurangnya diterima atau bahkan tidak diterima, dianggap lelucon dan tidak diterima secara social.
Banyak komunitas - komunitas waria di dunia ini , termasuk di Indonesia. Termasuk pada daerah terpencil saya yaitu Kabupaten Trenggalek ada beberapa komunitas waria yang pernah saya jumpai, Â biasanya para waria tersebut mencari pekerjaan di sudut-sudut kota , di terminal untuk menjajakan diri nya , ada juga yang bekerja di salon semata - mata hanya untuk mendapatkan uang.
Pernah saya melakukan pembicaraan singkat dengan seorang waria sebut saja namanya Mbak Agnes.
Tepatnya di Pagi hari pukul 05.00 di Desa Karangsuko Kabupaten Trenggalek bulan November 2015 untuk tanggal nya saya lupa. Kebetulan saya sedang jalan pagi bersama ibu saya dan kebetulan bertemu dengan Mbak Agnes yang pagi-pagi sudah di tebalkan dengan make up yang menor.
[ Percakapan ]
Saya dan ibu saya : Hai Mbak Agnes , jalan pagi kok sendirian?
Mbak Agnes : iya ini jalan pagi sendirian biar sehat dan tidak loyo.
Saya : kok sudah menor pagi-pagi mau bepergian ya mbak?