Mohon tunggu...
Makkiya SuryokusumoYusuf
Makkiya SuryokusumoYusuf Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Tugas Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apakah Komunitas Pembaca Terlalu Ekstrem?

24 Maret 2023   00:23 Diperbarui: 24 Maret 2023   00:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sebagai seseorang yang sering dipanggil kutu buku, saya mengikuti banyak komunitas buku di berbagai platform media sosial. Saat membuka platform tersebut, saya diperkenalkan dengan berbagai jenis buku, dari tema fantasi, cinta, metro-pop, thriller, horror, dan lain-lain. Semua orang di platform media sosial juga pandai promosi buku kesukaannya, dan memberi ulasan yang dapat menarik dirimu untuk membeli buku tersebut. 

Tetapi, ini menjadi masalah yang besar di komunitas pembaca, karena walaupun membaca dan buku dapat dilihat sebagai hobi yang bermanfaat dan positif, banyak orang di komunitas pembaca mengambil hobi ini dan melakukan hal yang sedikit ekstrim. Contohnya, membeli banyak buku saat ke toko buku, membaca banyak buku hanya untuk dipamerkan ke medsos, mempermalukan orang yang memiliki beda opini, dan melakukan eksploitasi buku dewasa untuk anak-anak.  

Komunitas buku sudah memasuki era digital sejak lama, di era buku fantasi seperti Harry Potter atau Hunger Games mulai menjadi populer. Youtube, menjadi salah satu tempat pertama dimana komunitas buku membangunkan dirinya. Selain itu ada GoodReads, lanjut ke komunitas di Tumblr, Twitter, dan Instagram, dimana komunitas buku baru benar-benar menjadi komunitas yang besar. 

Walaupun banyak orang sering memberi konten yang positif seperti ulasan, rekomendasi buku, atau foto estetik dimana bukunya menjadi atraksi utama termasuk beberapa dari konten yang diunggah yang positif. Tetapi, komunitas buku juga memiliki sisi gelap yang tidak terlalu sering dibahas. 

Semua orang pasti memiliki opini yang kuat tentang gaya membacanya. Ada yang hanya bisa membaca satu buku per bulan, lalu ada orang yang dapat menyelesaikan satu buku dalam 3-4 jam. Banyak orang, apa lagi di media sosial TikTok, sering memamerkan buku yang Ia sudah selesaikan pada akhir bulan, ini sering disebut sebagai Monthly Wrap Up. Ada beberapa kreator yang dapat menyelesaikan 10 sampai 20 buku dalam satu bulan, lalu memberi komen pasif agresif kepada yang tidak bisa menyelesaikannya secepat kreator tersebut. 

Salah satu masalah besar di komunitas pembaca adalah memberi label yang tepat untuk buku. Salah satu contohnya adalah penulis dengan Colleen Hoover, dimana Ia mempromosikan bukunya sebagai genre dewasa muda (YA) dan membuat target pasarnya remaja. Ini menjadi masalah besar karena salah satu tema di buku terpopuler oleh penulis ini memiliki banyak deskripsi pelecehan kepada karakter utama di bukunya. Hal grafik seperti pemukulan, tema SARA, dan lain-lain sering keluar di buku ini. 

Banyak orang mengatakan bahwa buku ini cocok untuk diberi kepada anak remaja karena mengajarkan tentang apa itu pacaran sebenarnya, tetapi saya berkontra dan beropini bahwa buku ini tidak patut untuk dipromosikan kepada remaja. Yang menyedihkan adalah, banyak orang tetap mempromosikan penulis ini dan mengatakan bahwa karyanya revolusioner dan “cocok” untuk remaja, lalu mempermalukan orang dewasa di komunitas buku untuk membaca buku yang lebih cocok untuk anak-anak. 

Terakhir, salah satu hal yang ter ekstrim di antara komunitas buku menurut saya adalah konsumsi massal buku. Seperti saya bilang di awal, walaupun membaca dapat dilihat sebagai hobi yang positif, banyak orang membeli menghabiskan uangnya untuk membeli banyak buku sekaligus, karena trending di media sosial. 

Kebanyakan orang biasanya akan membeli buku jika mereka melihat timeline-nya yang berisi banyak konten kreator membahas satu buku yang katanya BAGUS BANGET. Tetapi saat di baca, mereka tidak menyukainya atau tidak bisa menyelesaikan karena terlalu membosankan. Menurut saya, ini juga bisa disalahkan bagi konten kreator, karena salah promosi, atau kurang deskriptif tentang buku yang sedang dipamerkan. Mungkin sang pembaca juga kurang fokus dan ingin mengikuti trend, sehingga melupakan tema cerita, genrenya, plot cerita, dan lain-lain. 

Komunitas buku menjadi salah satu tempat yang sering saya datangi untuk berdiskusi, berbagi opini, dan bersenang-senang. Tetapi karena ideal konyol yang telah dibuat oleh komunitas tersebut, membuat saya merasa tidak nyaman, dan bukan saya saja yang merasa tidak nyaman. Banyak orang yang termasuk senior di komunitas membaca telah menyuarakan opininya tentang keanehan di komunitas buku dan seharusnya semua orang lebih santai, karena dengan komunitas besar, tidak ada dua orang yang akan memiliki opini yang sama, dan tidak ada dua orang yang sama di komunitas tersebut. Kita sebagai komunitas harus lebih baik, dimana kita bisa membagi dan berkomen opini sendiri tanpa bias dan belajar untuk memfilter diri kita saat membahas buku dengan konten dewasa di dunia buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun