Selama ini penyebab minimnya pelayanan Pemerintah karena anggaran terbatas. Karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin alm., sampai melegalkan usaha judi, lalu dipajaki untuk cari uang. Kepada pemerotes bang Ali menjawab, “Jangan injak jalan yang diaspal dengan uang hasil pajak judi itu”. Di zaman itu mulai ada Bus Sekolah, satu-dua kali saya pernah lihat. Namun kemudian raib.
Selama setengah jam saya duduk makan siang disebuah restoran, melintas tak kurang dari tiga BUS SEKOLAH berwarna kuning tua, persis sama dengan “SCHOOL BUS” di Amerika Serikat dan beberapa kota lain di Dunia. Masih mulus dan ternyata kemudian sudah banyak yang beroperasi .
Di tahun 1960-an kelompok pemusik Koes Plus merilis lagu antara lain liriknya “Bus sekolah yang kutunggu - Tiada yang datang…”. Kita tahu selama ini para remaja sekolahan itu, bahkan di seluruh Indonesia, berdesakan di bus kota, mikrolet, angkot dsb dengan separoh bayar. Termasuk saya waktu masih sekolah, anak-anak dan kini cucu-cucu saya : tiga generasi. Banyak kecelakaan karena ada juga yang bergelantungan di truk. Belum lagi anak–anak yang keluyuran sepulang sekolah, tawuran dengan korban nyawa atau luka-luka, rusaknya pagar dan taman, kemacetan, merepotkan aparat kepolisian dst.
Kabarnya di masa Gubernur Foke sudah mulai diadakan lagi bus ini, tapi saya tak pernah melihatnya. Bagaimanapun, Koes Plus harus menunggu lebih dari 50 tahun datangya benda bernama BUS SEKOLAH ini. Sebagian pemusik itu kini sudah keburu wafat, tidak ikut menyaksikan, apalagi menikmatinya.
Dibawah tulisan BUS SEKOLAH DKI Jakarta ini tertulis kata GRATIS. Di Malaysia bus yang persis sama, BAS SEKOLAH namanya, tidak gratis, dikelola swasta.
Alasan kurangnya dana bisa dipertanyakan, buktinya bisa gratis. Dan kalau memang Pemerintah kurang anggaranpun, ‘kan bisa mengundang swasta ?. Wong pasarnya jelas, bahkan membludak, berlanjut dan kecil risikonya buat pengusaha maupun konsumen. Swasta bisa berebut, ditender, harga bisa minimal. Orang tua muridpun tak akan keberatan bayar. Anggaran bisa dipakai untuk yang lain.
Walhasil, saya tidak tahu kenapa kebutuhan pelayanan penting ini harus menunggu begitu lama. Sebab kalau mau, ada saja jalan. Termasuk kebutuhan pelayanan warga yang lainnya. Dimohon kalau ada yang bisa menjelaskannya.
Namun penambahan kata “Gratis” ini mengganggu juga, sekalipun Gubernur Ahok punya alasan sendiri untuk pengawasan.Sebab yang dibilang gratis bisa-bisa nanti tidak gratis juga. Ada ongkos anunya oleh aparatnya. Kata dan perbuatan itu belum tentu satu. Lebih baik terang-terangan dituliskan. Tetapi, ya bila dibaca dan di foto oleh orang asing, rasanya gimanaaaaa…gitu !!!
Wassallam,
Mak Itam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H