Akhir-akhir ini banyak isi berita baik di tv ataupun koran yang mengulas kasus pajak si Gayus sang milyuner. Dan publik pun menggeneralisasi semua karyawan pajak seperti Gayus. Gayung pun bersambut, beberapa karyawan pajak merasa tidak terima dianggap sama seperti Gayus (dalam hal ini korupsi), yang dapat dilihat dari tulisan-tulisan pembelaan baik di Kompasiana, Blog lain, bahkan situs jejaring sosial semacam facebook. Namun dari banyak tulisan "pembelaan" yang saya baca tersebut, kebanyakan menceritakan tentang kehidupan pegawai pajak yang kata mereka (pegawai pajak itu sendiri) masih "sederhana" secara finansial dan bahkan ada beberapa yang menyebut kehidupan finansial mereka "sangat pas2an". Ada yang cerita bagaimana mereka beli rumah secara nyicil sampe 15 tahun, menggadaikan SK pengangkatan mereka untuk beli mobil, dsb. Walaupun in fact gaji mereka rata2 THPnya 8-9jtan/bulan bahkan lebih, dimana gaji dengan jumlah tersebut terbilang cukup untuk hidup berkeluarga (apalagi yang double gardan sesama pegawai pajak, walaupun ada yang beralasan tidak cukup karena hidup berjauhan dan harus beli tiket pesawat untuk sering pulang ke rumah). Menurut saya pegawai pajak tersebut kurang bersyukur dengan rezeki yang diberikan ALLAH SWT, karena selalu melihat keatas, bukan kebawah..Skip, cukup untuk ngomongin gaji pegawai pajaknya..hehehe Dari tulisan-tulisan "pembelaan" dari pegawai pajak yang menolak untuk digeneralisir/disamakan dengan Gayus , dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak dari mereka (pegawai pajak tsb) berusaha untuk menunjukkan "keadaan yang menyedihkan" secara finansial (walaupun in fact, tidak bisa dikatakan menyedihkan dengan penghasilan 9-12jt/bln, apalagi yang double gardan) dalam hidup mereka, agar memperoleh rasa iba dari publik, sehingga publik diharapkan akan merasa kasihan dengan "nasib" mereka, lalu akan memaafkan kesalahan mereka. Pembelaan diri dengan menggunakan / memanfaatkan rasa iba yang ada di dalam diri manusia. Â Jenis pembelaan seperti itu pernah kita lihat beberapa waktu lalu, ketika pejabat kepolisian menangis didepan anggota DPR ketika dimintai keterangan terkait kasus pidana. Jurus itu terbukti ampuh untuk menggaet "simpati" dari anggota DPR kala itu, dimana anggota DPR akhirnya memberikan dukungan ke kepolisian. Jurus pejabat Polri tersebut sepertinya yang dilakukan oleh pegawai pajak untuk melakukan pembelaan atas image buruk tentang pegawai pajak di mata publik, dengan menceritakan kehidupan sehari-hari yang katanya "sederhana" atau bahkan ada yang mengatakan "sangat pas2an" walaupun dengan penghasilan 9-12jt/bulan. Ditambah lagi dari tulisan-tulisan yang saya baca, jarang yang mengatakan kata MAAF, atas perbuatan dari salah satu rekan kerja satu instansi mereka (dalam hal in Gayus). Walaupun dalam tulisan2 tersebut mereka memang mengakui ada oknum dalam departemen mereka, tetapi masih jarang terdapat permintaan maaf (walaupun bukan mereka sendiri yang melakukannya, tetapi terkait dengan instansi dimana mereka bekerja, DIRJEN PAJAK). Hal tersebut berbanding terbalik dengan pembelaan yang mereka lakukan, pembelaan yang membela instansi mereka sendiri. Kalau mereka mati-matian membela instansi mereka, kenapa tidak mati-matian pula meminta maaf kepada publik atas perbuatan oknum yang korup yang ada dalam instansi mereka, yang notabenen merusak citra instansi mereka. Saya hanya bisa berkata, jurus pembelaan dari saudara-saudara pegawai pajak, untuk saat ini mungkin tidak akan ampuh lagi bagi publik. Publik tidak butuh cerita "tragis" mengenai kehidupan finansial saudara. Publik perlu bukti nyata, bagaimana perbaikan yang ada di dirjen pajak. Pegawai pajak boleh saja bercerita tentang kehidupan finansial mereka yang "pas2an", tetapi mungkin dilain pihak ada pembaca kompasiana yang tetangganya kebetulan pegawai pajak juga yang kehidupannya seperti Gayus. Pegawai pajak juga boleh berkoar-koar dengan sudah adanya reformasi birokrasi yang ada, mekanisme pajak yang baru dan juga sistem pengaduan kring pajak yang ada sekarang. Namun publik tidak butuh cerita itu, kalau tidak ada bukti nyatanya, kalau ternyata Gayus-Gayus yang lain masih berkeliaran di instansi pajak. that's all...terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H