Mohon tunggu...
Makhruzi Rahman
Makhruzi Rahman Mohon Tunggu... -

Anak Medan nyasar di UIN Jakarta tepatnya di Ciputat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tersirat

5 April 2011   17:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:05 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Yang tampak hanya sisa-sisa ampas kopi. Kopi yang baru diseduh setengah jam yang lalu. Kopi item disebutnya. Sebelum diseduh, tercium aroma kopi yang dibakar dan digiling setelah itu menjadi bubuk. Ku teguk perlahan, demi efek menghilangkan kantuk yang menyerang. Dengan kombinasi Vivaldi dengan spring nya dan tugas yang sedang dikerjakan berdampak terhadap fungsi mata yang semakin lama semakin goyah.

Beriringan dengan waktu, tulisan tulisan, huruf demi huruf di buku referensi ilmu kalam tampak seperti kage-bunshin no jutsu nya Naruto, mereka menggandakan diri. Terlihat lebih banyak. Otak yang keras ini bersikukuh untuk tidak menyerah dengan jurus anak rubah itu. “ayo teman, itu Cuma jurus tipuan. Kau kan sering lihat, bagaimana dia kalah menggunakan jurusnya itu,” aku tersadar.

Selagi menulis tugas, aku masih membuka laman Fcebook di google chrome dan laman bacamanga.web.id, one piece. Saat otak mulai jenuh aku bisa membuka laman laman itu. Kelopak mata yang tadinya berkhianat, tiba tiba kembali berkoalisi dengan otakku dan setuju kalau gambar yang ada di laman Facebook, menarik.

Aku ingat pertama kali. Tak ada yang menarik. Auranya tidak menarikku. Tapi lihatlah sekarang, centil yang sekarang menarikku. Apa yang kupikirkan? Andai hal yang absurd adalah penyakit. Seperti yang terjadi pada Hebihime ratu pulau wanita, ketika ia jatuh cinta kepada LuffY. Dan mereka (penduduk pulau wanita) menyebutnya penyakit kutukan yang telah merenggut nyawa ratu sebelumnya, semua ini ada di dalam dunia one piece yang hanyalah fiksi dari Eichiro Odha.

Tapi di dalam cerita itu, cinta Hebihime tidak luntur meski ia tahu yang merengut nyawa ratu sebelumnya adalah penyakit yang disebut anak anak labil itu cinta . Penyakit cinta yang abadi. Memang benar. Tapi itulah sekelumit kisah yang dari dunia One Piece.

Terpaan angin yang begitu semilir, tidak, ini termasuk dalam kategori kencang untuk angin di siang hari. Menerbangkan tiap helai rambut. Kesana kemari. Sepanjang aspal, aku berpikir. Berpikir kalau semua ini karma.

Angin kembali menerpa, kali ini menusuk hingga menggigil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun