Pemilihan presiden AS yang ke-58 kalinya telah berakhir dan kita telah disuguhi suatu adegan yang seru dan menganggumkan selama ini. Kini hiruk-pikuk pemilihan presiden AS yang berlangsung selama satu tahun sudah selesai, hasil akhir Donald Trump yang kontroversial yang tidak pernah difavoritkan akhirnya menang dan menjadi Presiden Ke-45 AS. Mengapa para pemilih AS memilih dan mempercayakan nasibnya ke tangan Trump?
Pemilihan presiden yang ke-58 kalinya bagi AS yang telah menjadi tontonan yang menganggumkan dan seru ini kini akhirnya berakhir. Setelah melalui semua teori konspirasi, rumor pembunuhan, pengelabuhan media, egalitarianisme... Dan segala macam topik terjalin bersama-sama, sehingga pada akhirnya mereka tampaknya mengubah pemilihan ini menjadi semacam “komedi/lelucon” untuk dipertunjukkan kepada seluruh dunia.
Sekarang ujung atau epilog dari “komedi” ini bahkan lebih menakjubkan, Hillary Clinton yang tadinya telah memimpin suara secara populer dengan mengejutkan berakhir hilang. Pada pagi hari tanggal 9 November 2016, Clinton mengakui kekalahannya.
Setelah itu, Trump mengadakan berpidato menyatakan menerima kabar tersebut, dengan mengatakan: “Saya baru saja menerima telepon dari Sekretaris Clinton. Dia mengucapkan selamat kepada kami, ini untuk kemenangan kami. Saya mengucapkan selamat kepada dia dan keluarganya yang telah berjuang dengan keras selama kampanye. Dia berjuang dengan keras.”
Gaya Kontroversial Kampanye Trump
Memang banyak kita ketahui sejak awal Kampanye Trump bikin tidak disukai dunia luar, komentarnya terutama tentang isu imigran Meksiko telah membuat dia menjadi kontroversial dari awal. Dia mengatakan: “Ketika Meksiko mengirim orang-orangnya, tapi mereka tidak mengirim orang terbaiknya. Mereka membawa narkoba, mereka membawa kejahatan, mereka pemerkosa. Kita akan membangun tembok pemisah dan mereka yang akan bayar untuk tembok ini. Mereka harus bayar tembok itu.”
Klaim berani Trump juga menggemparkan di pemilu ini. Ia mengatakan akan menggunakan penyiksaan, termasuk dengan cara penyiksaan “water boarding” * kepada teroris, dan bahkan akan memberantas keluarga mereka; ia juga mengatakan setelah ia menjadi presiden tidak akan membiarkan Muslim masuk AS, bahkan akan penjarakan Hillary Clinton. (* cara penyikasa dengan mengikat seorang pada sehelai papan, mata di tutup di miringkan ke dalam air kepala dibawah, kemudian air dialirkan atau diteteskan atau dialirkan ke permukaan mulut dan hidung, sehingga susah bernafas.)
Dick Meyer, seorang analis politik senior mengatakan kepada seorang wartawan: “Masudku. Donald Trump adalah calon paling populer dari partai besar di Amerika sepanjang sejarah Amerika, dan banyak orang Amerika berprasangka bahwa dia membuat komentar rasis-sensitif dari waktu ke waktu, membuat orang mengira dia sebagai pemecah belah, bukan pemersatu, dia pengadu domba kelompok satu sama lain.” Namun taipan “berani” pengembang (real estate) ini berhasil menjadi presiden AS berikutnya.
Dari awal jajak pendapat publik setelah pemilu menunjukkan : Trump memiliki rating setuju 65% di antara orang kulit tanpa pendidikan perguruan tinggi, sementara rating setuju dari Clinton di antara kelompok ini hanya 29%.
Beberapa analis percaya bahwa banyak pendukung Trump dari orang kulit putih tidak bersedia untuk mengungkapkan kecendrungan suara mereka yang sesungguhnya hingga pada hari pemungutan suara, mereka membuat “suara protes” secara diam-diam. Sementara tim Clinton dan pendukungnya terlalu percaya diri dalam pemilu ini, karena mereka terdiri dari kalangan politisi AS, akademisi, dan sektor komersial serta media mainstream, semua anti-Trump, ini yang mungkin merupakan faktor penting kesalahan dalam jajak pendapat publik yang dilakukan sebelum pemunggutan suara.
Ada karakter khusus dari Trump, bicaranya tanpa filter, jadi bagi banyak pengamat dan peneliti profisional atau akademisi tidak memperhatikan gayanya ini. Terus terang banyak dari mereka melihat dia tidak stabil. Tetapi dari perspektif warga AS rata-rata, kebetulan orang ini (Trump) justru mengungkapkan apa yang menjadi keyakinan mereka.