Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisakah AS Dan Barat Dengan Serangan Udara Untuk Menghabisi ISIS (5-5)

26 November 2014   04:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peta Teritori politik Timteng kuno sedang mengalami keruntuhan, dan apa hubungannya dengan 10 tahun aksi AS  dalam memerangi teroris dengan perubahan yang radikal tersebut? Justru serangkaian aksi AS ini yang melahirkan ISIS. Bisakah AS membasmi organisasi Teroris yang telah menjelma menjadi “monter” ini ?

2 Oktober 2014, ketika sekutu AS melakukan serangkaian serangan udara terhadap organsiasi ekstrimis yang berpangkalan di Irak dan Syria, satu unit helikopter militer AS tidak lama setelah mengudara jatuh di Teluk Persia, seorang marinir tewas. Ini merupakan korban pertama dalam penyerangan ISIS kali ini. Yang menjadi ironi ialah ISIS yang diserang beberapa negara tetap saja belum bisa dihabisi.

Terakhir ini sebuah Helikopter AU-AS tertembak jatuh oleh roket ISIS dibagian utara Irak dua awak tewas. Ini membuktikan bahwa organisasi teroris ini masih memiliki kemampuan untuk melawan serangan udara AS dan sekutunya. Seiring dengan itu, ISIS akhir-akhir ini sedang maju menyerang kota Kobani Syria dekat perbatasan. Seorang pejabat AS menunjukkan bahwa melalui beberapa serangan udara beserta sekutu AS terhadap organisasi teroris ini telah dilakukan, tapi berhubung kurangnya dukungan dari daratan dan ketidak mampuan militer AS untuk berkoordinasi dengan militer Syria, serta serangan udaranya juga terbatas, mengakibatkan effektivitas serangan udara ini mengalami keterbatasan.

Menurut sebagian pakar militer, bentuk serangan yang transisi ini hanya akan menggaruk permukaannya saja, sedang menyingkirkan akar masalah setidaknya yang harus benar-benar dapat membawa banyak ke-effektifan. Tapi melihat keadaan sekarang rupanya tidak mungkin hal itu terjadi jika hanya mengandalkan serangan udara saja untuk bisa menghabisi militia ISIS. Karena satuan atau kekuatan bersenjata (ISIS) ini tidak seperti kekuatan lain, jika mereka meletakkan senjata mereka mungkin warga sipil, jika mereka mengangkat senjata maka mungkin militan ISIS.

Dari persepektif ini, untuk mendapatkan obejektif ini tidak sulit bagi AS, jika kita melihat kemampuan AS di udara dan ruang pengawasan/surveilance saat ini, AS bisa tidak sulit untuk menemukan target. Tapi bagaimana untuk mengkonfirmasi target itu akan menjadi masalah besar. Jika serampangan mengadakan serangan udara secara keseluruhan (membabi buta) dan terjadi jumlah besar korban orang sipil biasa. Maka sentimen anti-AS akan membesar, dan perlawanan terhadap AS akan  membesar pula.

Dihadapkan dengan ketepatan dan presisinya serangan udara ini, bagaimanapun militan ISIS akan mendapat pengalaman yang banyak untuk bagaimana menghindari serangan udara, dengan demikian akan mendapatkan sangat banyak pengalaman untuk menghindar dan bertahan di masa depan. Sehingga mereka akan memiliki lebih banyak metode untuk melawan serangan udara.

Juru bicara ISIS - Abu Mohammad al-Adnani belum lama ini ada menantang AS dengan mencemoohkan Barack Obama dalam suatu audio klip, dengan mengatakan “ Apakah hanya segini saja yang Anda (AS) bisa lakukan? Kalian Amerika dan sekutunya beranikah datang ke daratan ini?  ”. Dia minta Obama untuk mengirim pasukan daratnya dalam medan perang.

Menurut analis militer, mereka percaya bahwa organisasi teroris ini meminta militer AS untuk berperang didaratan merupakan upaya mengubah penurunan mereka di medan perang saat ini. Sejak Juni lalu, organisasi ekstrimis ini telah mengambil alih kota–kota dan memimpin peperangan di Irak yang makin “menguntungkan” mereka. Tapi sejak Obama memutuskan untuk melaksanakan serangan udara, situasi “menguntungkan" ini semakin menguap. Namun dalam aksi militer menghantam organisasi ekstrimis ini, entah itu di Irak atau di Syria, Obama menekankan berkali-kali tidak akan mengirim pasukan daratnya. Yang jelas dalam perang melawan “monter” ini, pemerintah Obama berbeda dengan pendahulunya.

Pada 2001 Perang Afganistan dan 2003 Perang Irak merupakan perang dengan skala besar melawan teror seperti didefinisikan oleh pemerintah Bush, dibandingkan dengan Bush yang lebih mahir dengan menggunakan alat perang skala besar melawan terorisme dan pemberontakan politik. Obama lebih memilih cara yang fleksibel, metode kontra teroris yang mobil. Dia lebih mengutamakan serangan dengan drone atau pesawat nir-awak dalam mengeliminasi targetnya dengan Pasukan Khusus.

1 September 2014, cabang Al-Qaeda di Somalia, al-Shadaad mengalami kehilangan besar, pimpinannya Ahmad Abdi Godane tewas dalam serangan peluru kendali saat berada di markasnya. Ini merupakan salah satu keberhasilan lain dari AS untuk menghabisi organisasi teroris, dimana eselon atasan teroris di habisi oleh militer AS.

Lebih dari 10 tahun ini CIA telah memperoleh beberapa sukses besar, dengan menggunakan drone untuk memerangi Al-Qaeda di Afganistan dan Pakistan. Para analis percaya bahwa serangan udara ini telah sangat melemahkan kekuatan inti Al-Qaeda.

2008, AS dengan menggunakan drone telah berhasil membunuh pemimpin senior Al-Qaeda, Abu Laith al-Libi dan Abu Sualeman Al-Jazairi. Selain itu, AS telah mengembangkan Pasukan Khusus di lebih dari 70 negera, dan siap untuk melakukan serangan terhadap teroris setiap saat. Ini meliputi lebih dari 13 ribu personil, dengan anggaran hampir US$ 9 juta.

Pada Mei 2011, Navy Seal AS berhasil membunuh Osama bin Laden, ini merupakan salah satu keberhasilan lainnya. Menurut yang diungkapkan oleh “The Washington Times” AS, saat ini CIA sedang mempertimbangkan untuk menyusupkan agennya dalam pemimpin ISIS, basis latihan, jaringan telekomunikasi, dan target lainnya milik organisasi teroris yang memberi dukungan rahasia, diharapkan CIA juga akan membentuk Drone baru dan “Reaper Drone” (Drone Penyamber Nyawa) dan pangkalannya.

Namun dengan menggunakan metode “Bedah” menghabisi target, dan melawan aksi terorisme dengan menghancurkan tubuh organisasi terorisme adalah masih melawan kekerasan dengan kekerasan. Cara ini tidak akan bisa mengubah secara mendasar gejolak di Timteng. Bahkan yang terjadi justru kekejaman yang disebabkan serangan udara tersebut, yang menyebar dari Irak ke Syria, kemungkinan eskalasi militer yang ajeg yang akan terjadi. Dan semua ini akibat kesalahan AS yang mereka lakukan dimana-mana.

George W Bush telah mengobarkan Perang Irak sebelumnya. 2008 pada hari pertama Obama menjabat mengumumkan akan mengakhiri perang. Perang Irak merupakan “titik lemah” Bushisme, dan mengakhiri perang adalah janji Obama. Dari sini sangat mudah dipahami bahwa bangkitnya ISIS dari akhir tahun lalu hingga Agustus tahun ini ada katiannya dengan situasi ini. AS tetap mempertahankan kebijakannya hingga beberapa tahun terakhir ini untuk tetap mempertahankan “kehormatan terbatas” ini di Timteng.

“Panglima tertinggi (Obama) tidak memiliki strategi, ia tidak memiliki visi. Dia diberitahu harus terlibat di Syria tiga tahun lalu oleh tim keamanan negaranya. Dia mengatakan Tidak. Komandan militer mengatakan Dia harus menyisakan pasukan di Irak sebagai jaminan dan berjaga-jaga, dia juga tidak setuju” Komentar Linsey Graham seorang Senator dari Partai Republik.

Bagi AS dalam serangan udara dengan mengandalkan kerjasama dengan kaum oposisi Syria di lapangan adalah penting untuk bisa mewujudkan tujuan untuk tidak perlu memobilisasi pasukan daratnya. Tapi menurut “The Guardian” Inggris, percaya bahwa sekutu paling ideal AS dalam memerangi ISIS bukan negara teluk, juga bukan satuan oposisi Syria, melainkan adalah Iran. Karena apakah itu bersekutu dengan Syria atau Syiah pedukung dari pemerintah Irak, tapi Iran yang menentang ISIS itu adalah hampir alami. Pemerintah AS akan menemukan bahwa mereka akan tidak mampu untuk mengumpulkan semua negara dengan mudah. Tanpa dukungan dari Iran atau bahkan Syria, akan sulit untuk mengalahkan organiasasi-organisasi ekstrimis. Serangan udara sangat membutuhkan intel di daratan, untuk ini diperlukan bantuan Syria. Demikian kata Aso M. Ali seorang Analis Politik Irak.

Karena AS tampaknya takut akan dampak dari tindakannya, beberapa pemimpin militer AS yang telah pernah mengambil bagian dalam membentuk rencana pertempuran melawan ISIS bepikir bahwa perang ini akan lebih sulit daripada dua perang terakhir melawan terorisme. “Saya kira rencana ini sangat koheren dan saya yakin itu bisa ditrapkan. Dan menjadi satu-satunya yang bisa mereka lakukan” demikian pendapat dari Ivan Eland, Director of the Center on Peace and Liberty at the Independent Institute In the US (Direktur Pusat Perdamaian dan Kebebasan Independen Istitut AS).

Lebih lanjut dia mengemukakan “Masalah ini bisa kita lihat seperti pada saat Perang Vietnam, dimana prestise bangsa yang dijadikan alasan dengan mengatakan ‘baik serangan udara tidak berhasil, kita tidak bisa mendapat pasukan darat lokal, lebih baik kita kirim pasukan AS’ . Maksud saya, mereka telah lakukan itu pada Perang Irak pada waktu itu, kemudian mereka coba menstabilisasi situasi. Tapi ini justru membuat lebih sulit, karena itu akan membuat kita terjebak dalam perang dengan menggunakan pasukan darat, tentu saja mereka ini tidak akan se-effektif pasukan lokal, karena tidak paham budayanya, tidak memiliki intel yang bisa mendapatkan banyak info, mereka tidak mengenal medannya, dan semua ini akan menjadi bencana.”

Kita sudah bisa melihat dan belajar dari sejarah penggunaan kekuatan militer selalu akan menjadi pedang bermata ganda. Meluncurkan serangan udara terhadap organisasi ekstrimis ini mungkin bisa melemahkan kekuatan mereka, tetapi juga mungkin secara tidak sengaja memperbesar jumlah mereka. Dengan berbagai pemboman dari aliansi kontra-terorisme yang dipimpin AS , organisasi eksrimis bisa juga memanfaatkan kekacauan untuk memperluas diri. Dan bahkan kemungkinan akan meluncurkan serangan teroris yang mirip 9-11 di Eropa dan AS. Akan ada kemungkinan suatu ketika bendera ISIS akan berkibar di Gedung Putih.

Pada 28 September lalu dalam sebuah artikel di "New York Daily News" ada melaporkan, seorang anggota ISIS Kanada Farah Shirdon mengatakan dalam wawancara dengan media AS yang berkunjung padanya, bahwa kelompok itu merencanakan serangan terhadap New York. Baru-baru ini. hampir semua negara yang telah bergabung dalam serangan udara terhadap organisasi ekstrimis di Irak dan Syriah telah menerima ancaman serupa. Terorrist tersebut tidak hanya mengonggong dan tidak mengigit suatu ketika akan melakukannya. Dalam beberapa minggu terakhir ini peristiwa pemenggalan terhadap beberapa sandera Barat menunjukkan perilaku yang provokatif.

Pada 5 Oktober lalu, harian Jerman “Bild” mengutip sebuah organisasi informan keamanan yang mengatakan bahwa teroris telah menyusup dan melebur dalam gelombang pengungsi dari Syria, dan bersiap-siap untuk meluncurkan aksi teroris di Eropa Barat. Badan Keamanan AS telah dapat memecahkan enkripsi informasi dari markas pusat ISIS. Badan-badan Intelijen Barat percaya bahwa organisasi eksrimis ini telah menggunakan media internet dan media sosial untuk merekruit anak-anak muda yang berpendidikan baik di masyarakat Barat untuk ikut berperang di Syria dan Irak dan mendorong mereka untuk melancarkan serangan teroris terhadap negara mereka sendiri.

Pada 3 Oktober lalu, PM Prancis Manuel Valls mengumumkan bahwa otoritas Prancis berhasil menggagalkan beberapa plot yang merencanakan untuk melancarkan serangan terroris dalam negeri Prancis. Pada akhir September satuan anti-teroris Australia telah dapat menghentikan rencana serangan teroris di banyak kota utama Australia termasuk Sydney, Melbourne dan Brisbane.

Namun ancaman mereka bukan hanya lisan saja, pada 26 September PM Irak Heider al-Abadi memperingatkan bahwa anggota ISIS yang tertangkap militer Irak mengaku bahwa ISIS sedang akan melakukan serangan teroris terhadap kereta bawah tanah New York dan Paris. Ancaman ini terutama dikemukakan untuk menakut-nakuti orang Eropa dan Amrika. Tapi kita bisa melihat bahwa ancamanan ini tidak dibesar-besarkan oleh orang Eropa dan Amerika. Tapi harus diketahui bahwa organisasi teroris melakukan serangan teororis di Eropa dan AS itu biasanya menjadi cita-cita mereka.

Pejabat Irak mengatakan apa yang mereka katakan adalah tidak lebih sebuah potongan info inteligen, tapi bukan benar-benar info intelegen, yang benar-benar info intelegen akan memberitahu jumlah orang yang dikirim dan target spesifik yang akan disasar dan metode serangannya.

Namun bagaimanapun, AS, Inggris, Prancis dan beberapa negara Arab telah meningkatkan kewaspadaan untuk keamanannya. Menurut media AS, FBI pada 25 September lalu mengeluarkan notifikasi darurat bahwa intervensi militer AS di Irak dan Syria akan menyebabkan serangan teroris dalam negeri AS, dan memerintahkan semua departemen keamanan dan kantor yang berkaitan dengannya untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya terhadap serangan teroris.

Baru-baru ini AS telah menangkap seorang warga negara AS keturunan Yaman Mufid Elfgeeh, yang bertanggung jawab atas pelatihan operator teroris “lone wolf” dalam negeri AS. AFP kantor berita Prancis melaporkan bahwa cabang Al Qaeda Syria, Al-Nusra Front telah mengklaim akan menyerang fasilitas-fasilitas dalam negara-negara di seluruh dunia yang terlibat dalam serangan udara kepada ISIS.

4 Oktober 2014, Taliban Movement of Pakistan (TTP) mengumumkan bahwa mereka mendukung ISIS, dan berrencana untuk mengirim pasukannya untuk membantu “saudara-organisasi” ISIS yang sudah aktif di Irak dan Syria. Walaupun hingga kini masih belum ada kejelasan bahwa TTP telah secara resmi bergabung dengan ISIS, beberapa dari anggota organisasi ini telah pergi ke Peshawar kota di Pakistan untuk menyebarkan selebaran di jalan-jalan.

Banyak pengamat politik mempercayai bahwa ISIS sedang coba menyebar ke seluruh dunia, dengan aktif untuk coba menyebar ke Asia Selatan, dan menyebarkan tangannya di Pakistan. Namun pengamat juga mempercayai bahwa ISIS masih dalam berproses untuk berkembang, dan kekuatan utamanya masih berada di Irak dan Syria. Meskipun ada sejumlah orang yang kembali ke negara-negara Barat, mereka ini dibandingkan dengan organisasi yang dibentuk Osama bin Laden di AS dan negara-negara lainnya masih sangat lemah. Selain itu kekuatan satuan anti-teroris di AS dan negara lainnya tidak boleh dibandingkan dengan sebelum 9-11, untuk melancarkan serangan teroris mereka akan tidak mudah.

Menurut Ivan Eland bahwa kelompok ISIS kini masih belum memiliki kemampuan membuat bom dan memiliki agen jaringan di negara Barat seperti yang pernah dimiliki Al Qaeda. Menurutnya kini mereka masih belum memiliki, tapi mereka bisa untuk memotivasi coba untuk memiliki. Jika mereka bisa berhasil memancing negara besar atau super power untuk saling berkonflik, maka kemungkinan mereka bisa lebih banyak merekrut orang dan dana. Jika mereka mulai menyerang Barat, target di AS, Eropa dan tempat lainnya. Maka Eropa kemungkinannya akan menjadi tempat sebagai titik mulai karena faktor jarak yang lebih dekat, tapi akhirnya bagaimanapun juga bisa di AS. Dan saya mungkin akan kembali pada masalah ancaman lokal seperti sekarang melawan Barat dan AS sebagai kenyataan yang berbahaya, saya kira itu adalah kenyataan yang benar-benar berbahaya disini. Kata Ivan.

Mulai dari rezim pemerintahan Bush hingga rezim Obama sudah 13 tahun AS telah menginvestasikan dana, SDA dan SDM serta kekayaan yang sangat besar untuk melakukan anti-teroris di Timteng. Tapi Barat dibawah pimpinan AS sebenarnya masih belum menemukan kebijakan yang tepat dan baik untuk menyelesaikan masalah terorisme ini. Kekuatan ekstrimis dan terorisme  di Timteng bisa tkita lihat dari sentimen anti-AS yang semakin membesar, dengan tindakan kekerasan yang dilakukan AS. Dengan kekerasan untuk anti-terorisme dapat dipastikan akan sulit untuk mengatasi masalah, makin bertindak keras teroris akan makin merajarela, itu yang terjadi selama ini. Maka yang perlu dicari adalah cara-cara diluar kekerasan yang effektif, dan ini diperlukan para ahli dan pakar yang cinta damai yang mengerti nilai-nilai kebudayaan, agama, peradaban didaerah Timteng tersebut.  Mudah-mudahan uraian tersebut bisa membawa manfaat bagi perdamaian di Indonesia. Beruntung bagi kita yang memiliki Pancasila yang telah digali dan dicanangkan oleh founding father kita sebagai dasar negara ketika mendirikan negara Indonesia. Semoga bisa dilestarikan.  (Habis)

Sumber : Berbagai media TV dan tulisan internasional

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/turkey-rethinks-action-islamic-state

http://nationalinterest.org/feature/why-america-wasting-the-f-22-raptor-bombing-isis-11380

http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-f-22-the-worlds-priciest-fighter-jet-finally-flies-in-combat-20140923-story.html

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/how-formidable-isis

http://www.nytimes.com/video/world/middleeast/100000003082541/footage-from-an-isis-drone.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Lockheed_Martin_F-22_Raptor

http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/isis-militants-attack-iraqi-provincial-capital-ramadi-officials-n253451

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun