Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisakah AS dan Barat dengan Serangan Udara untuk Menghabisi ISIS (1-5)

23 November 2014   04:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghadapi organisasi teroris yang terus berkembang jadi kuat di Timteng, bulan Agustus ’14 lalu AS mulai melakukan serangan udara terhadap orgnisasi teroris ekstrimis dalam wilayah Irak. Pada 9 September’14, Barack Obama memperluas skop serangannya hingga Syria. Namun setelah dua bulan telah lewat, organisasi ekstrimis terus berkembang makin besar, sama sekali tidak terlihat keeffektifannya untuk mengatasi organisasi ekstrimis tersebut. Bahkan sebaliknya mereka berkembang makin lama makin berani dan brutal dari sebelumnya.

Lalu bagaimana dengan “koalisi kontrateroris baru” yang dibentuk Obama ini ?  Menghadapi upaya anti-teroris gabungan multi nasional ini, mengapa organisasi ekstrims ini justru makin menguat dan berkembang ? Dimanakah letak kesulitannya untuk anti-terorisme ?

Presiden AS Obama kepada ‘koalisi kontrateroris baru’ yang dia bentuk mengatakan bahwa dia akan melakukan perlawanan terhadap organisasi ekstrimis, dia akan memimpin koalisi luas untuk menghabisi ancaman teroris, sehari sebelum upacara peringatan 9-11, yaitu pada 11 September 2014, memberi pidato kerasnya. Hari esoknya John Kerry Sekretaris Negara AS tiba di Timteng dan berkunjung ke Jeddah, Saudi Arabia, menemui 10 Menteri Luar Negeri negara-negara Arab termasuk Mesir, Jordan, Lebanon, dan Turki untuk mengadakan pembicaraan untuk mengkoordanasi operasi gabungan, dalam menghantam kekuatan ektrimis.

John Kerry mengemukakan : “Sangat jelas, kita adalah partner penting dan kita adalah teman penting dari NATO, tapi tidak saja NATO. Kita juga konsern dan respek terhadap Lybia, kita selalu berperhatian terhadap apa yang terjadi di Lybia, Mali dan Tanduk Afrika, dan seluruh Timteng. Kini banyak peristiwa yang terjadi di Irak, kita punya banyak hal untuk dibicarakan dan dirundingkan...”

12 September ’14, Juru bicara Sekretaris Negara AS Marie Harf menyatakan bahwa John R. Allen, Marinir berbintang empat, akan menjadi Duta Besar Luar Biasa untuk membentuk Koalisi Internasional untuk memerangi kekuatan ekstrimis, dan akan bertanggung jawab atas koordinasi operasi militer spesifik, antara militer AS dan sekutunya.

19 September ’14 dalam Sidang Dewan Keamanan PBB, John Kerry mempresentasikan AS membentuk koalisi kontraterorisme dimana AS menjadi pusat dan inti dari Koalisi Baru dalam memerangi kekuatan ekstrimis. Pada hari yang sama, Departeman Luar Negari AS mengumumkan daftar dari negara-negara yang berada dalam koalisi internasional untuk memerangi kekuatan ekstrimis, yang juga termasuk Inggris dan Prancis dengan total sebanyak 54 negara dan organisasi regional, NATO, EU, dan Liga Arab.

Dalam pengumuman ini ditekankan selama operasi memerangi kekuatan ektrimis, AS tidak akan berperang sendiri. Melainkan mendapat dukungan khusus dari banyak “Teman Koalisi” yang tertulis dalam daftar. Sedang ISIS sebagai lawan utama yang akan dihadapi. tampaknya AS tidak menginginkan situasi hanya menjadi pertikaian antara ISIS dan AS, melainkan AS hanya menginginkan sebagai salah satu yang berperan saja, dalam mendukung aktor lokal untuk memimpin. Kata Daveed Gartenstein-Ross, Direktor Pusat Studi Terroris dan Radikaliasasi AS (Center for the Study of Teorrorist Radicalization of US)

Pada tengah malam 22 September 2014 di Laut Merah dan Utara Teluk, Jet Tempur dan Bomber AS berulang-ulang membombardir menyerang target-target militer kekuatan ekstrimis didalam wilayah Syria. Dan sekutunya Saudi Arabia, Jordan, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Qatar 5 negara sekutunya bergabung dalam operasi militer tersebut. Kekuatan koalisi ini menunjukkan dengan jelas kepada dunia bahwa ini bukan pertarungan AS saja. Demikian kata Obama.

24 September 2014 di sebelah Timur Syria, 16 Jet Tempur Saudi Arabia, UAE telah ditambahkan dalam satuan serangan udara untuk melakukan pemboman bersama Jet-Jet Tempur AS, untuk mengebom kilang minyak yang dikuasai kesatuan ekstrimis.

Menurut data yang akurat mengenai berapa kiranya kesatuan ekstrimis dapat menerima dari penjualan minyak. Menurut yang diketahui sebagian besar berasal dari minyak bumi. Demikian menurut Miel seorang analis UAE.

Mengebom 12 kilang minyak yang dikuasai kesatuan ekstrimis, maksudnya untuk memotong sumber pendapatan mereka. Pesawat militer yang mengambil bagian dalam misi ini, beberapa pesawat dimobilsasi oleh negara-negara Arab. Yang jumlahnya melebihi AS, juga bom yang diluncurkan 80% dari pesawat Arab.

Pangeran Khalid, putra dari Raja dan Menteri Pertahanan Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud adalah seorang pilot dari Royal Saudi Air Force, dia menerbangkan jet tempur dan ikut serta dalam pengeboman pada serangan udara terhadap kilang minyak yang dikuasai ekstrimis, dan berhasil kembali dengan selamat. Mayor Mariam al-Mansouri adalah seorang pilot wanita UAE, dia tidak saja pernah menerbangkan F-16, tapi juga ikut ambil bagian dalam serangan udara tersebut. Dia juga memimpin satuan tugas udara.

Meskipun kekuatan ekstrimis ini masih belum secara langsung mengacam keamanan UAE, tapi dengan adanya tekanan dan gempuran maka beberapa ektrimis mungkin bisa melarikan diri ke wilayah Teluk melalui perbatasan darat.  Kata Musa Gal Ibo seorang analis UAE.

Keberanian Negara Teluk untuk berpartisipasi dalam serangan udara, membuat tekad Obama lebih berani dalam mengambil keputusan untuk membentuk “Koalisi Kontra-Terorisme Baru”.  “AS akan akan menjadi mitra kehormatan dan konstruktif. Kami tidak akan mentolerir teroris memiliki tempat aman (safe heaven), tapi kita juga tidak akan bertindak sebagai kekuatan pendudukan.” Obama mengatakan pada pembentukan koalisi baru ini.

6 Oktober 2014, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki menekankan bahwa AS memandang kearah masa depan dan bahkan banyak negara di Timteng yang mengambil langkah-langkah lebih untuk mencegah angkatan bersenjata asing masuk ke daerah itu, dan juga bekerja keras untuk memotong sumber keuangan ISIS.” Itu yang menjadi fokus dari AS”

“The New York Times” ada menulis analisis yang mengatakan : dikarenakan ketidak mampuan AS untuk mencapai konsensus yang lebih luas untuk mendapatkan kewenangan untuk melakukan intervensi militer dari Dewan Keamanan PBB, maka AS  membentuk koalisi sendiri. AS telah mengumumkan saat ini sudah ada lebih dari 40 negara yang akan ambil bagian dalam operasi untuk memerangi kekuatan ekstrimis, yang mana 12 negara telah mengumumkan mereka akan berpartisipasi secara langsung dalam operasi militer dalam wilayah Syria. Negara-negara ini adalah Prancis, Inggris, Denmark, Belgia, Belanda, lima negara Eropa, enam nagara Arab dari Teluk seperti UAE, Jordan, Bahrain, Saudi Arabia, dan Qatar, ditambah dengan Turki, Kanada. Negara-negara lainnya yang akan memberi dukungan baik moral atau dukungan logistik.

Francois Hollande, Presiden Prancis dalam konferensi pressnya mengemukakan : “Kami akan terus meningkatkan bantuan senjata kepada daerah-daerah Kurdi. Selain itu kami akan membantu daerah Kurdi di tingkat yang lebih tinggi. Kami telah membentuk koalisi internasional untuk mengkoordinasikan distribusi tenaga kerja dalam bantuan kemanusiaan dan bantuan kontra-terorisme lainnya di Irak.”

Setelah terjadinya peristiwa 9-11, George W. Bush Presiden AS pada saat itu, dengan cepat membentuk koalisi kontraterorisme yang berpusat disekitar sekutu setia AS. Meskipun ditentang keras oleh negara-negara besar Barat seperti Jerman dan Prancis. Koalisi ini masih bisa melakukan dua perang sekaligus, yang coba membentuk kembali batas geopolitik di Timteng, serta dengan keras mempromosikan rencana demokrasi “Greater Middle East/Timur Tengah Raya”.

Secara sederhana, jika dibandingkan koalisi kontraterorisme yang dibentuk Bush yang menyebabkan keretakan besar antara Eropa dan AS. Upaya Obama dengan membentuk koalisi  kontraterorisme baru tampaknya mendapat dukungan internasional lebih luas. Bahkan Prancis yang pertama menentang perang Irak ketika baru mulai, telah secara aktif berpartisipasi dalam operasi serangan udara terhadap pasukan teroris.

Namun jika membandingkan kontrterorisme yang lalu dan yang sekarang, situasi aktual koalisi kontraterorisme baru ini lebih dianggap/diperdulikan. Pengamat dapat melihat bahwa rencana baru pemerintahan Obama untuk Kontraterorisme masih akan menghadapi banyak rintangan besar dalam strategisnya.

Selama pemerintahan Bush, pemerintah AS tidak memiliki definisi yang jelas tentang apa yang diperangi dalam kontrateorisme. Setelah Obama naik dia menentang serangkaian strategi, termasuk ekonomi, politik dan strategi sosial, tapi perilakunya tidak berbeda. Demikian menurut Aso M. Ali seorang analis politik Irak.

Koalisi Kontraterorisme Baru masih tetap merupakan koalisi yang kabur yang kurang jelas batasannya, dalam membentuk garis kontraterorisme internasional yang luas. Dengan menjelaskan siapa musuh dan siapa kawan, ini yang menjadi pertanyaan paling penting yang harus ditanyakan tersendiri.

Dalam hal ini, George Bush membagi dunia menjadi dua tipe negara menjadi dua sisi dari garis “kontraterorisme”, negara-negara yang mendukung AS dan negara-negara yang mendukung terorisme. Meskipun hal itu sedikit tegas yang membuat jelas siapa musuh AS itu. Namun pada saat tanggal ditetapkan, koalisi kontraterorisme baru terjebak dalam kekacauan yang komplek dan konflik agama dalam perpolitikan Timteng, sehingga sulit bagi koalisi untuk memperjelas batas-batasnya.

Setelah perang Irak, pemerintah Irak yang baru didukung AS, sangat  menentang pemerintahan Bashar al-Assad di Syria. Dan pemerintah Islam Iran membentuk aliansi Syiah Baru dengan pemerintah Syiah. Tanda-tanda paling baru dari tiga pemerintahan ini selalu  menguatirkan AS.

ISIS beraliran Islam Sunni, yang mempunyai hubungan dekat dengan oposisi Syria yang didukung Barat, tetapi dalam konflik agama mereka menentang Syria dan Iran. Karena itu bagaimana koalisi kontra-terorisme mengadakan hubungan yang komplek ini, antara teman dan musuh. Sehingga menjadi suatu yang aneh “musuh dari musuh saya adalah kawan saya” yang harus menjadi target untuk disatukan dalam koalisi kontra-terorisme, hal ini membuat pusing orang Amerika.

( Bersambung...... )

Sumber : Berbagai media TV dan tulisan internasional

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/turkey-rethinks-action-islamic-state

http://nationalinterest.org/feature/why-america-wasting-the-f-22-raptor-bombing-isis-11380

http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-f-22-the-worlds-priciest-fighter-jet-finally-flies-in-combat-20140923-story.html

http://mepc.org/articles-commentary/commentary/how-formidable-isis

http://www.nytimes.com/video/world/middleeast/100000003082541/footage-from-an-isis-drone.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Lockheed_Martin_F-22_Raptor

http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/isis-militants-attack-iraqi-provincial-capital-ramadi-officials-n253451

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun