Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Kiranya Peran RRT Dalam Dua Dekade Yang Akan Datang Di Dunia Dan Siapa dan Apa Peran Intelektual Dalam Negerinya ( 19 )

6 Agustus 2014   01:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:19 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pan Wei

Model Pembangunan Tiogkok

Oleh Professor Pan Wei, Direktur Center for Chinese & Global Affairs, Beijing University Panwei@pku.edu.cn

Dibawah ini makalah Professor Pan Wei yang disampaikan dalam acara undangan untuk Foreign Policy Center and the All Party Parliament China Group di London pada 11 Okober 2007 dengan judul “The Chinese Model of Development” ( Model Pembangunan Tiongkok ) :

Terima kasih Mr. Stephen Perry, dan terima kasih atas undangan untuk Foreign Policy Center and the All Party Parliament China Group.

Dengan ini saya menyajikan dua argumen dalam 15 menit . Pertama, saya berpendapat bahwa kita sekarang dalam masa politik bias dan pendangkalan, atau masa ideologis obskurantisme (pembodohan). Yang membayangkan dikotomi demokrasi-otokrasi, ini tidak hanya membutakan pandangan kita, tetapi juga menghambat kemajuan umat manusia. Kedua, saya berpendapat bahwa dengan munculnya Model Tiongkok dapat membantu mengurangi bias dan membina neo-pencerahan untuk pengetahuan tentang bagaimana peradaban bisa hidup bersama.

Suatu Masa Ideologis Obskrurantisme (Pembodohan)

Kini, baik media mainstream dan para pemimpin politik di Dunia Barat sedang terlibat (terbuai) dalam dikotomi politik demokrasi dan otoriterisme. Dalam dikotomi demikian, “perang melawan teror” sedang dilancarkan,  Irak dan Afganistan diduduki, hampir seluruh dunia muslim tersinggung, dan kamp-kamp konsentrasi yang menjijikan dibangun atas nama “tawanan perang”. Bahkan Jepang yang frustasi karena dalam relatif penurunan, sedang mencoba untuk membangun aliansi negara-negara demokratis Asia untuk memblokir Tiongkok. Dengan pendek kata, hak asasi manusia disalahgunakan atas nama hak asasi manusia; kebebasan disalahgunakan atas nama kebebasan; dan tirani dan negara militer sedang dibangun atas nama demokrasi. Gejolak sosial, permusuhan yang tidak perlu dan bahkan perang diaduk dan dibenarkan atas nama mendorong demokrasi untuk masa depan. Tentu saja, banyak yang mengerti bahwa perang tersebut hanya sebagai perang untuk kepentingan materi, untuk pengendalian strategi dari sumber daya, atau dapat disebut Jenis Perang Salib abad pertengahan. Namun apa yang dilakukan ideologi mereka menimbulkan banyak masalah dalam memobilisasi dukungan publik. Semangat keagamaan yang digunakan untuk mengipas api perang di masa lalu, dan perang untuk kepentingan materi saat ini mengipasi dikotoni demokrasi-otokrasi.

Tentu saja banyak alasan untuk mendukung perang  jika  mereka setelah menang. Jelas, bagaimanapun perang ilusif dan yang dihayalkan sendiri atas demokrasi terhadap otoritarianisme adalah munafik seperti mereka, sebenarnya tidak menang, tapi gagal. Kegagalan ini terlihat dari tiga fakta :  menyebabkan bencana mengalirnya banyak darah di banyak daerah di dunia, menciptakan tumbuhnya permusuhan dan perlawanan terhadap Barat, dan menyebabkan penurunan reputasi internasional AS --- dengan membayangkan “hegemoni baik hati”(benevolent hegemon) tapi yang terjadi kekejaman dan dingin. Para sejarahwan kemudian akan mempertimbangkan perang hari ini tidak untuk keadilan, maupun untuk kemajuan. Selain itu, arogansi dan moral superioritas Barat yang merasa terhormat yang muncul di dunia ini terasa aneh seperti munculnya Tiongkok di pentas dunia.

Munculnya Model Tiongkok

Dikarenakan sejarah kuno dan modern yang rumit, maka cara Tiongkok dan Model Pembangunan Tiongkok harus canggih, yang banyak membantu persepsi kita lebih canggih dibanding hanya dari dikotomi hitam-putih, kebebasan lawan tirani atau demokrasi lawan otoritarianisme.

Model Tiongkok tediri dari empat sub-sistim, yaitu : Cara unik untuk organisasi sosial, cara unik untuk mengembangkan ekonominya, suatu pemerintahan yang unik, dan pandangan/penampakan yang unik di dunia.

Seperti banyak spesialis Tiongkok sudah ketahui, cara dan bagaimana masyarakat Tiongkok harus diatur agak berbeda dengan yang ada di Barat. Artinya bahwa dikotomi masyarakat negaranya tidak berlaku, sebaliknya, negara Tiongkok bukanlah jenis negara yang sering melihat ke Barat, dan masyarakat tidak terorganisir seperti masyarakat sipil (Barat). Negara dan masyarakat bercampur satu sama lain, berbaur satu sama lain menjadi satu entitas atau banyak entitas seperti gelombang lingkaran konsentris.

Seperti apa yang banyak Anda ketahui, perekonomian Tiongkok agak sulit untuk diklasifikasikan : itu bukan merupakan jenis ekonomi pasar Amerika yang liberal, maupun pasar ekonomi sosial Eropa. Dan itu tentu saja bukan ekonomi komando Stanlinis. Melainkan ini adalah pasar ekonomi dengan pasar bebas tenaga kerja, dan pasar bebas komoditas, dan segera akan terjadi arus modal (capital flow). Kompetisi pasar begitu kuat dapat dilihat dimana-mana adanya penipuan dan pemalsuan, seperti apa yang terjadi di AS pada tahun-tahun awal industrialisasi. Pada sisi lain kita melihat intervensi sangat menentukan dari negara dalam penggunaan lahan dan sumber daya alam, serta beberapa juga sangat kuat oleh BUMN, bank, dan lembaga penelitian, pemanfaatan kompetisi domestik dan luar negeri. Apakah ada pilihan lain untuk Tiongkok, seperti cara AS, cara Eropa, atau cara Soviet ? Saya harus mengatakan tidak, Tiongkok harus yang seperti ini. Model ini tumbuh dari percobaan dan kesalahan (trials of error), tidak akan dirubah hanya karena negara lain tidak menyukainya.

Seperti apa yang bisa dilihat, pandangan Tiongkok terhadap urusan dunia juga agak berbeda dengan pandangan orang-orang Barat. Tiongkok tidak mungkin atau tidak dapat mempertimbangkan sistim ekonomi-sosial-politik sebagai superior dari orang lain. Itu bagi Tiongkok tidak penting sama sekali. Apa yang sebenarnya dianggap penting dalam tradisi kita dan pandangan modern, adalah untuk hidup dalam damai dan harmoni dengan orang lain. Bagaimana kita bisa hidup damai ? Kita melakukan bisnis dengan cara saling menguntungkan, berkelanjutan untuk masa depan, dan menghormati perbedaan sosial budaya kita. Meng-konversi kepercayaan orang lain untuk sistim keprcayaan Tiongkok benar-benar diluar pertanyaan dan kemauan kita, tidak harus berasal dari rasa takut, cemas dan arogansi. Jika orang lain ingin mengikuti contoh kita, hal itu sangat baik, Jika tidak juga tidak apa-apa. Tidak ada argumen, tidak konflik. Seperti apa yang diajarkan oleh nenek moyang kita yang sudah 3000 tahunan mengatakan “Tiongkok tidak boleh mengatur Non-Tionghoa” ( hua bu zhi yi / 华不制夷).

Dikotomi Meritokrasi dan Demokrasi-Otokrasi

Mungkin Tiongkok menjadi yang paling menjengkelkan bagi mereka yang sangat meyakini dikotomi demokrasi-otokrasi.  Saya akan membuat empat butir penjelasan berkaitan dengan hal ini, harap ini bisa memberi inspirasi untuk membuka pikirannya.


  1. Kebanyakan orang Tiongkok tidak membeli (mengakui) dikotomi, itu sama sekali tidak menjelaskan apa-apa dalam sejarah Tiongkok. Menurut dikotomi Tiongkok sudah berada di bawah rezim otoriter sepanjang turun menurun sejak dari kaisar pertama siapapun dia, hingga rezim komunis dibawah Hu. Juga dikatakan bahwa rezim komunis merupakan rezim otoriter terburuk dari rezim-rezim otoriter lainnya. Bagaimana kita bisa menjelaskan keberhasilan Tiongkok sebelumnya dan kemajuan kini di-dikotomi-kan demikian sederhananya ? Seperlima (1/5) dari penduduk dunia telah dibuat kemajuan besar dalam beberpa dekade  terkahir,  tanpa harus mengirim sejumlah besar penduduknya untuk menetap di negara lain, tanpa menduduki Amerika, Afrika, India, Asia Tenggara, dan Oseania, dan tanpa meluncurkan dua kali perang dunia di abad ke-20. Kenapa harus memberi label otoriterisme untuk menakut-nakuti kami dari apa yang telah kami lakukan dengan sukses besar ini ?
  2. Sistim politik didasarkan pada dua faktor dasar :  Struktur Sosial dan Kesadaran Sosial. Sekarang media mainstream dan para pemimpin politik tidak lagi memberitahu masyarakat tentang akar kebijakan. Sebaliknya mereka menyesatkan masyarakat dengan gagasan bahwa semua negara yang meniru atau menjalankan demokrasi liberal, mereka semua akan menjadi sekaya negara Barat, dan perdamaian abadi dunia akan tiba. Perang melawan otokrasi atau teror dengan demikian dibenarkan. Namun keanyataannya struktur sosial Tiongkok  secara radikal berbeda dari sosial Barat; itu telah menjadikan mobilitas masyarakat dibeda-bedakan dengan sangat tinggi. Kesadaran sosial Tiongkok juga berbeda, yang mempercayai netralitas pemerintah, yang akan mewakili integrasi kepentingan semua orang. Dapat dikatakan Struktur Sosial Tiongkok dan persepsi rezim legitimasi sangat berbeda dari masyarakat Barat.
  3. Semua model politik memiliki empat pilar utama. Ide-ide tentang hubungan rakyat –pemerintah, pejabat pemerintahnya dipilih, pendekatan pengorganisasian pemerintah, menegakkan tata kelola pemerintahan, dan pengaturan untuk memperbaiki kesalahan pemerintah. Menilai berdasar empat pilar ini saya menyebutkan Model Politik Tiongkok adalah Meritokrasi bukan Demokrasi; bagi kita itu dengan jelas adalah tentang demokrasi vs meritokrasi, bukan demokrasi vs otokrasi.
  4. Kita tahu bahwa Model Tiongkok masih penuh dengan Loophole (kekurangan), sama seperti masyarakat  di demokrasi liberal, dan sama seperti yang ada di dunia nyata. Tidak hanya itu, dengan adanya gelombang turbulensi dalam sejarah modern, model Tiongkok masih belum menjadi matang dan stabil. Dalam kenyataannya, setiap model yang ideal, sekali ditrapkan dalam realitas komplek Tiongkok dengan 800 juta petani dan 500 juta kaum urban, dan adanya perbedaan yang besar dari selatan ke utara, dari  pantai ke pedalaman dan dataran tinggi, akan tampak sangat pucat dan lemah (sulit dan komplek).


Lalu mengapa saya mencoba untuk meringkaskan Model Tiongkok ? Pertama, dengan terlihat keberhasilan Tiongkok dengan netralitas ideolgi akan membantu kita melepaskan diri dari seruan palsu untuk mendemokrasikan negara “otoriter”, dan belajar bagaimana menghormati dan hidup berdampingan satu sama lain. Kedua, atas aspirasi kami untuk belajar dari Barat, saya ingin memastikan bahwa kita menanam beberpa bibit Barat tapi tidak menuai hanya kutu.

Terima kasih atas perhatiannya.

Demikan Pan Wei mengemukakan makalahnya.

Acara ini dilanjutkan dengan sessi acara tanya jawab.......

Pertanyaan (P) & Jawaban (J) :

P : (Dua komentar dan satu pertanyaan) : Kini Tiongkok jelas mengatur non-      Tionghoa, bertentangan dengan doktrin tradisional kalian yang menyatakan Tiongkok tidak mengatur non-Tionghoa. Secara ekonomi, Tiongkok tampaknya mengikuti model kapitalis yang sudah lama dengan mendorong ekspor untuk pertumbuhan. Apakah Tiongkok akan segera mengadopsi kebijakan arus modal bebas ?

J : Pertama, saya memahami bahwa yang Anda maksud tentang Tibet dan etnis minoritas lainnya di Tiongkok. Kita sekarang berada dalam masa negara-bangsa (nation-state). Orang-orang dari semua kelompok etnis dalam batas-batas politik suatu negara yang dimiliki satu bangsa. Minoritas di Tiongkok adalah warga negara Tiongkok dan mereka adalah Tionghoa  (orang Tiongkok). Dalam hal ini menyatakan, Tiongkok tidak mengatur non-Tionghoa, tidak seperti AS yang mengatur Afganistan atau Irak. Kedua, pertumbuhan Tiongkok bukan hanya sekedar pertumbuhan kapitalis yang dipacu dengan ekspor. Suatu sosialisme yang nyata yang ada di Tiongkok, dan kami adalah salah satu pasar yang tumbuh paling cepat untuk barang impor. Sebagai contoh, 150 juta pekerja migran dari daerah pedesaan, yang sebanyak setengah jumlah penduduk AS sekarang bekerja di kota-kota besar Di Tiongkok. Ekonomi pasar memilki pasang surut. Ketika pasar Tiongkok turun dan buruh migran kehilangan pekerjaan mereka, mereka memiliki rumah yang aman untuk pulang kembali ke kampung halaman mereka. Kembali ke kampung halaman mereka, setiap keluarga diberi sebidang tanah yang kira-kira sama dengan lahan pertanian, dan diberi gratis macam-macam untuk membangun rumah diatas tanah tersebut saat mereka menikah. Ini adalah salah satu faktor dari banyak faktor dari sosialisme Tiongkok, yang nyata mendukung ekonomi pasar kami. Ketiga, sekitar 15 tahun lalu, saya pernah memprediksi  bahwa Tiongkok akan terus kuat/berkembang  untuk perdagangan bebas; saat itu tidak ada seorangpun yang percaya. Sekarang saya memprediksi Tiongkok akan terus menguat/memgembang untuk aliran modal bebas. Walaupun masih belum seterbuka seperti negara lain, terutama karena kurangnya pengetahuan teknis, bukan karena ideologi. Tiongkok belum memahami pasar modal, mekanisme keamanan mereka. Sebagai contoh, kita tiba-tiba menyadari bahwa pasar keuangan AS dan Inggris sebenarnya tidak seterbuka seperti yag kita bayangkan, beberapa mekanisme perlindungan ternyata cukup solid. kami ingin memastikan bahwa Pasar Keuangan Tiongkok terbuka, tetapi juga aman seaman seperti di AS Inggris, Jerman dan Jepang.

P : Anda tidak percaya pada universalitas nilai demokrasi dan pentingnya politik demokrasi di Tiongkok ?

J : Hal ini tergantung bagi seseorang bagaimana mendefinisikan demokrasi. Sebagai contoh, saya mengerti bahwa akan banyak menyangkut Rule of Law atau penegakan hukum dan pemilu sebagai bagian dari demokrasi. Tapi prinsip-prinsip rule of law mungkin akan bertentangan secara radikal dengan pemilu. Saya tidak percaya bahwa prinsip mayoritas untuk memilih pemimpin adalah nilai “universal” politik. Konfigurasi sosial dan kesadaran sosial sangat penting. Politik elektoral adalah berdasarkan pepecahan sosial yang telah ditentukan dan tradisional bahkan semacam stratifikasi sosial hirarkis. Politik elektoral yang mulus dan melembagakan perjuangan kelas, dan pemenang mengambil alih kekuasaan menjadi sudah populer diterima secara mentalitas dan budaya. Bagaimana jika kita menemukan sebuah masyarakat yang sangat berbeda-beda? Tanpa aturan hukum/ rule of law politik elektoral akan menjadi perang semua lawan semua, seperti apa yang terjadi pada petengahan tahun 1940-an di Tiongkok. Maka dari itu Tiongkok berprinsip mayoritas bukanlah untuk didirikan untuk mentalitas legitimasi kepemimpinan. Sebaliknya itu hanya dianggap sebuah aturan main untuk merebut kekuasaan. Dengan demikian, di banyak negara Asia Timur yang sukses, politik parlemen agak terpinggirkan atau termarginalkan berbeda dengan lembaga birokrasi. Hong Kong dan Singapura adalah dua tempat dimana aturan hukum atau rule of law menjadi sangat penting dan politik parlemen hanya sebagai pelengkap.

P : Bisakah  meritokrasi berjalan berdampingan dengan otokrasi ? Bagaimana kamu bisa membangun rule of law tanpa membangun demokrasi terlebih dulu ?

J : Ya, meritokrasi bisa jalan berdampingan dengan otokrasi, Tapi demokrasi juga bisa berjalan berdampingan dengan otokrasi. Namun rule of law tidak pernah berjalan berdampingan dengan otokrasi. Inti dari rule of law tidak teletak bagaimana hukum itu dibuat, yang ada hubungannya dengan demokrasi. Inti dari rule of law terletak pada apakah hukum benar-benar dijalankan, atau hanya sekedar ada diatas kertas. Saya memahami aturan hukum pada pokoknya terpisah dari kekuasaan pemerintah untuk tujuan check and balance, atau lebih tepatnya independensi peradilan ( judicial independence). Eksekutif dan legislatif yang merupakan cabang/badan dari pemerintahan sering tidak dipisahkan , seperti di Eropa dimana kedaulatan parlemen adalah kenyataan. Di AS keduanya tampak dipisahkan, tapi pemilih mereka tumpang tindih, dan dua badan ini erat berkolaborasi satu sama lain. Oleh karena itu aturan hukum dilaksanakan melalui independensi peradilan untuk penegakan hukum yang effektif ditunjuk seorang pegawai negeri yang berkualitas. Adapun argumen bahwa demokrasi harus dijalankan sebelum rule of law, saya menyarankan agar kita melihat bukti dalam sejarah Barat, dan melihat apakah di dunia ketiga saat ini dengan demokrasi juga sudah mengalami supremasi hukum.  Di sisi lain, Hong Kong, Singapura, Jepang, Korea dll, semua memiliki aturan hukum sebelumnya demokrasi. Selain itu, saya pribadi tidak percaya bahwa keberhasilan AS, Inggris dan seluruh Barat, telah didasarkan politik elektoral.

P :  Apa komentar Anda tentang langkah Tiongkok untuk minyak di Sudan, Birma/Myanmar dll ?

J : Tiongkok kini memanufaktur untuk seluruh dunia, dengan menggunakan sumber alam sendiri dan meninggalkan polusi di dalam Tiongkok sendiri. Secara pribadi, saya tidak suka Tiongkok menjadi parik dan cerobong asap dunia. Hal ini yang mendorong Tiongkok untuk melakukannya, dan Tiongkok memerlukan energi untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukannya. Kita hidup di dunia yang tidak seimbang “saling ketergantungan” seperti itu. Di Sudan, Tiongkok tidak melakukan kesalahan. Tiongkok tidak menciptakan kekacauan sosial disana, tapi beberapa negara lain melakukannya. Tiongkok masuk setelah kekuatan Barat pergi dengan meninggalkan kekacauan disana. Tiongkok bekerjasama dengan pemerintah, bukan dengan pemberontak untuk membeli minyak dan menawarkan sejumlah bantuan besar. Sekarang Eropa dan AS ingin kembali dan menyalahkan Tiongkok untuk perbuatan salah mereka. Tiongkok bersedia untuk berkompromi. Itu saja. Seperti juga Birma/Myanmar, itu tidak lebih hanya sebuah pemerintahan militer dibanding dengan Irak dan Afganistan, dan Tiongkok paham benar dengan Birma/Myanmar bukan seperti Arab Saudi atau Somalia. Birma/Myanmar berbatasan dengan Tiongkok, dan Tiongkok tahu Birma/Myanmar lebih baik dari AS. Seperti juga Jepang tahu Tiongkok lebih baik dari seluruh Barat dan mereka yang pertama berhubungan kembali dengan Tiongkok setelah peristiwa Tiananmen pada tahun 1989, sedikit orang tahu bahwa Tiongkok telah diam-diam membantu untuk mengubah daerah “Golden Triangle” menjadi tanah pertanian dan industri/manufaktur, yang sebelumnya daerah ini menjadi tempat terbesar dunia untuk memproduksi dan perdagangan narkoba. Yang-mana sekarang diambil alih Afganistan. Coba pikirkan apa yang telah AS lakukan di Columbia, kita tahu bahwa Tiongkok melakukan pekerjaan yang jauh lebih baik. Tekanan politik tinggi dibungkus dengan “hak asasi manusia”, itu terlihat aneh bagi semua orang Tiongkok tentang saham geopolitik ini. Namun Tiongkok bersedia untuk berkompromi. Singkat kata, Tiongkok bermaksud melakukan bisnis sambil menggunakan bagian keuntungan untuk bantuan, membantu negara-negara miskin untuk mengurangi kemiskinan. Ketika Tiongkok memberi bantuan kepada Afrika, mereka justru menyalahkan Tiongkok tidak mengamati “standar internasional”. Semua ingin mendikte apa yang harus dan tidak Tiongkok lakukan. Kekurangan kepercayaan yang membuat agak sulit bagi Tiongkok.

P : Tiongkok mengusulkan “dunia harmonis” sementara itu juga dengan cepat membangun kekuatan militer. Apakah Anda menganut doktrin realisme dalam hubungan internasional ?

J : Di satu sisi kita tahu bahwa jika dunia ini tanpa pemerintahan, dunia akan anarkis dan tidak aman; kadang-kadang bahkan hukum rimba diberlakukan. Di sisi lain kita tidak hanya di hutan-hutan; kita sebagai manusia memiliki rasa keadilan. Ketika kita percaya akal sehat keadilan, kita menjaga kekuatan militer yang “cukup” untuk pertahanan, dan kita meminimalkan penggunaan kekuatan militer di dunia. Sekarang setiap negara menyimpan kekuatan militer. Saya tahu bahwa bahkan dengan perlindungan AS, Inggris tetap membangun dua kapal induk baru. Tiongkok dengan garis pantai yang panjang masih tidak memilki satupun (ketika itu 2007, kini memiliki satu “Liaoning”), sedang India memiliki dua, dan Jepang memiliki beberapa kapal perang yang dapat memuat pesawat terbang. Kekuatan militer hanya untuk pertahanan Tiongkok. Selama perang dingin, ketika dua kekuatan adidaya dengan gila mengumpulkan sejumlah hulu ledak nuklir yang tidak perlu, Tiongkok dengan cerdasnya untuk yakin hanya perlu memiliki “beberapa” saja untuk pertahanan (deterrance). Hanya selama beberapa dekade ini, Tiongkok mulai memodernisasi kekuatan militer yang tertinggal. Alasannya cukup jelas, masalah Taiwan memburuk, dan AS telah melanggar janjinya untuk mengurangi penjualan senjata kepada Taiwan sampai akhirnya berhenti. Tentu saja, potensi konflik senjata bukanlah tentang perang dengan kekuatan militer dari Taiwan, tetapi dengan campur tangan kekuatan AS. Dalam dekade terakhir ini, pengeluaran militer AS telah berkembang dengan pesat dibanding dengan siapapun di dunia. Beberapa orang di Tiongkok percaya bahwa itu yang memaksa Tiongkok  untuk berkompetisi membangun kekuatan militernya, seperti permainan lama yang menghancurkan Ekonomi Uni Soviet. Tiongkok cukup waspada untuk itu, dan Tionkok tidak akan bersaing dengan unjuk gigi militer AS. Untuk “dunia harmonis” adalah suatu keinginan, dan kehendak baik, saya harap  jangan membuat dan mengintensifkan konflik dunia dengan mitos ideologis. Yunani kuno telah melakukan kesalahan dalam mencetuskan Perang Peleponnesia dengan persepsi yang salah. Anthena dan Sparta seharusnya menjadi dua kuda yang seharusnya bisa menarik kota untuk kemajuan kota Yunani. Tapi seperti apa yang  sejarahwan bisa lihat sekarang bahwa Athena yang kuat sengaja dibesar-besarkan perbedaan gaya hidupnya dengan Sparta, sehingga mereka anggap Sparta menjadi satu-satunya kendala dalam memperluas Kekaisaran Athena, Yang akhirnya memacu kearah kehancuran yang tragis bagi negara Kota Yunani.

P : Berikan komentar Anda tetang situasi hak asasi manusia di dalam dan di sekitar Tiongkok ( Korut, Birma/Myanmar, dll ). Apakah Anda pikir bahwa LSM Internasional, seperti Amnesty International, harus membantu ?

J : Saya pribadi percaya pada pemerintahan mandiri dari negara bangsa. Tekanan eksternal tidak membantu meringankan situasi kemanusiaan dalam negeri. Untuk tujuan kemanusiaan, kami dapat menawarkan bantuan, tapi tidak dengan rasa superioritas moral. Orang Tiongkok tidak suka mengajari orang lain bagaimana untuk melindungi “hak-hak” mereka. Kami dapat menawarkan pendidikan/pelatihan kita hanya jika diundang untuk melakukannya. Dan itu mengapa kami di Korut dan Myanmar pengaruhnya pada umumnya dianggap baik. Kita diam-diam telah banyak melakukan banyak hal untuk kedua negara ini, dan situasi di negara ini tidak menjadi lebih buruk, tidak seperti di beberapa daerah lainnya  dimana “hak” rakyatnya ditekan habis disana. Seperti situasi hak asasi manusia di Tiongkok, media disini (Barat) melukiskan gambaran yang suram untuk selera populer Barat, dengan menggunakan memberitakan kasus-kasus unik untuk mewakili dan men-generalisasikan situasi umum di Tiongkok. Secara umum, saya tidak ada masalah dengan beroperasinya LSM Internasional di Tiongkok. Namun, beberapa dari mereka datang hanya untuk “memperbaiki hak asasi manusia’, di Tiongkok, mereka ini secara langsung dan tidak langsung didanai oleh pemerintah untuk memenuhi tujuan kebijakan luar negeri pemerintahnya. Jadi mereka mendapat kredibilitas/kepercayaan di Tiongkok. Masalah HAM di Tiongkok, bagaimanapun kita akan mendefinisikannya, akan tetap berkembang cepat. Dan kami setidaknya memiliki kebebasan berbicara.  Marilah saya menceritakan, seorang pakar dari AS yang didanai Yayasan AS melakukan survei skala besar di Tiongkok, dan menemukan bahwa lebih dari 80% rakyat Tiongkok mendukung rezim  yang sekarang. Penerbit AS tidak suka mempublikasikan hasil penelitian ini, bagi penerbit itu yakin bahwa itu tidak benar. Rakyat Tiongkok dibawah kendali komunis tidak berani berbicara kebenaran. Mereka harus mengubah strategi untuk membuat pertanyaan penelitian : bagaimana rakyat Tiongkok begitu bodoh mau mendukung rezim komunis? Ketika kertas survei diterima, bagi orang Tiongkok terlihat aneh.

P : Bisakah Anda mendefinisikan “meritokrasi” ? Bagaimana Tiongkok saat ini di bawah pemerintahan satu partai dan tanpa pemilihan terbuka dan langsung memungkinkan adanya akunbilitas pemerintah, untuk menyingkirkan (mengganti) pemimpin yang buruk, dan mengurangi korupsi ?

J : Dengan “meritokrasi” maksud saya maka pemerintah masuk dalam ujian, dan menjadi dipromosikan untuk dievaluasi keinerjanya secara kontans/terus-menerus. Tiongkok telah menciptakan cara ini, yang kini menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ini merupakan kontribusi terbesar Tiongkok untuk peradaban politik di dunia. Intinya bahwa Tiogkok telah menekankan cara ini sampai hari ini. Saat ini baik pemerintah dan pejabat pemerintah harus melalui proses pemeriksaan dan evaluasi. Seperti akunbilitas, meritokrasi ini tidak kalah dengan cara elektoral. Pemerintah Tiongkok cukup bertanggung jawab terhadap tuntutan masyarakat, mengalahkan dari sebagian besar negara-negara berkembng/maju. Saya maish ingat Mr. Pattern, gubernur terkahir di Hong Kong pernah menulis : India pemimpin yang dipilih secara berkala, namun pemerintah India hampir selalu menyalahgunakan rakyatnya; sementara pemerintah komunis Tiongkok tidak benar-benar terpilih, tetapi mengurus kesejahteraan rakyatnya seperti selaku orang tua rakyat. Adapun penggantian kepemimpinan secara berkala, Tiongkok memiliki aturan penggantian yang dilembagakan. Pembatasan usia dan dua kali masa jabatan telah menyebabkan pemimpin-pemimpin pemerintahan menjadi termuda diantara negara-negara besar dunia. Faktanya, kini posisi pemerintah Tiongkok berada dalam komptisi kinerja yang sangat sengit, meskipun demikian hubungan patron-klien memang memainkan peran seperti dimana saja di dunia. Adapun tentang isu korupsi, itu tergantung pada pembentukan peradilan yang independen dan mandiri dan lembaga anti-korupsi yang mandiri, membangun supremasi hukum. Ada beberapa alasan mengapa terjadi ledakan korupsi pada pertengahan tahun 19990-an sampai hari ini (2007). Saya pribadi optimis tentang masa depan pemberantasan korupsi dibawah rezim komunis Tiongkok. Hong Kong, Singapura, Jepang sudah melakukannya, dan pemerintah Komunis Tiongkok sudah melakukan pada tahun 1950-an dalam semalam. Sebaliknya pemerintah Taiwan dengan pemilu, telah terjadi lebih korup dari sebelumnya; dan sama juga terjadi di negara-negara bekas Blok Soviet. Jelas dengan pemilihan kompetitif di tempat itu tidak mengekang/menghilangkan korupsi. Bagaimana pertarungan di AS dan Inggris ? Dua puluh tahun yang akan datang, kita mungkin bisa melihat pemerintah di Tiongkok yang cukup jujur dan bersih (coba lihat keadaan sekarang). Namun itu tergantung pada aturan hukum dibangun. Sulit untuk mempredisi dengan benar untuk masa depan dua puluh tahun kemudian; tapi saya punya naluri untuk percaya bahwa Tiongkok akan mengikuti Cara Hong Kong dan Singapura.

P : Lalu bagaimana Anda menjelaskan keberhasilan pemilu desa di pedesaan Tiongkok ? Ketika Anda berpikir bahwa pemilu pedesaan akan diperluas lebih lanjut ke tingkat kotapraja dan tingkat kabupaten ?

J : Saya kebetulan menjadi ahli tentang pedesaan Tiongkok. Saya menulis disertasi PhD dengan topik itu. Pemilu akar rumput bukanlah hal baru di Tiongkok. Sejak waktu di Yan’an menjadi pangkalan komunis sebelum pengambil alihan pemerintah (RRT berdiri), sampai sebelum reformasi, pemimpin akar rumput pedesaan selalu dipilih. Bedanya, di awal 1990-an pemilihan akar rumput diberlakukan dengan hukum, tidak ada usulan tidak diperbolehkan lagi calon usulan dari Partai; dan harus ada dua putaran pemilu, yang pertama untuk pemilihan kandidat. Ini hampir sebuah hukum yang melarang kepemimpinan Partai dalam pedesaan. Apa hasilnya kemudian ? Sekarang cukup jelas, bahkan pendukung aktif dari pemilihan umum yang bebas mengakui bahwa hal itu menciptakan lebih banyak masalah daripada memecahkan masalah. Ini tidak lagi menjadi penekanan pemerintah sekarang, untuk itupada umumnya secara luas diyakini gagal. Saya tidak berpikir itu akan diperpanjang hingga tingkat kota dan kabupaten. Secara hukum pemerintah desa bukan tingkat pemerintah, tetapi merupakan organisasi sendiri. Ini agak aneh bahwa di Tiongkok memiliki hukum nasional untuk mengatur organisir desa.

P : Bagaimana pengaruh pandangan “Rule of Law” Anda di kalangan para pemimpin Tiongkok ? Apakah mereka akan menerima pandangan Anda ?

J : Itu yang saya idak tahu. Saya hanya memiliki sedikit hubungan di pemerintahan, jadi saya tidak menjawab pertanyaan ini. Namun, usulan ini jelas di atas meja. Pandangan ini sekarang masih belum menjadi milik mainstream, resmi atau tidak resmi; namun saya pribadi percaya bahwa ini usulan sangat bagus untuk masa depan.

P : Bagaimana masa depan demokrasi di Tiongkok; dan bagaimana masa depan Tiongkok dengan aturan Satu-Partai ?

J : Hal ini tergantung pada bagaimana seorang mendefinisikan demokrasi. Demokrasi saat ini mempunyai banyak arti yang berbeda untuk banyak orang yang berbeda. Selama masa Mao, demokrasi berarti kepemilikan properti oleh semua orang dan partisipasi masyarakat dalam diskusi publik dan manajemen tempat kerja mereka. Hari ini demokrasi juga bisa berarti jaminan kesejahteraan rakyat, orang bebas dari penindasan asing atau domestik; atau bisa termasuk kebebasan berbicara dan pers. Apapun artinya, mungkin tidak hanya berarti pemilu bebas yang berkompetitif dari partai-partai. Partai Komunis Tiongkok adalah partai yang berkuasa, tetapi bukan “partai” dalam artian politik parlemen. Ini adalah organisasi elit yang memiliki dasar sosial tertentu.  Yangmana itu merupakan yang diwariskan dari praktek pemerintahan lama Tiongkok, yaitu sekelompok elit Konfusianis netral yang membentuk badan pemerintahan. Badan ini hanya akan mati ketika kelompok ini menjadi korup dan mulai menyalahgunakan kesejahteraan rakyat. Partai (PKT) ini bisa dikubur setiap saat, seperti Kuomintang (KMT/Parai Nasionalis) yang berkuasan didaratan Tiongkok pada tahun 1940-an. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa (PKT) bukan partai parlemen seperti pengertian Barat.

Terimaksih atas toleransinya.

( Bersambung............. )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun