Konflik antara Rusia dan Ukraina masih berlanjut dan semakin sengit. Pada 16 Maret 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato televisi lagi, membahas mengapa dia meluncurkan operasi militer khusus ini dan bagaimana Rusia siap untuk menanggapi sanksi Barat, yang sekali lagi menarik perhatian dan didiskusikan pada media global dan netizen.
Tampaknya selain keinginan Ukraina bergabung ke NATO, kekejaman kaum Neo-Nazi anti-Rusia yang membuat Putin marah. Selain itu provokasi AS dan Barat membuat Putin tak tertahankan lagi untuk menyerbu Ukraina.
Dari pidato Putin ini, kita dapat memahami perasasaan dia dengan disintegrasinya tanah airnya Uni Soviet, dan kita juga memahami secara mendalam kerusakan besar yang diakibatkan oleh disintegrasi Uni Soviet terhadap dunia dan Rusia. Tiga puluh tahun kemudian, kita dapat dengan jelas melihat buah pahit dari sebuah negara yang pernah besar yang harus meninggalkan keyakinannya.
Pertama marilah kita bicarakan tentang konflik Rusia-Ukraina yang dinyatakan oleh Putin sebagai serangan balik terakhir Rusia terhadap AS dan upaya Barat untuk memecah belah Rusia. Jika kita mengikuti situasi internasional untuk waktu yang lama, kita akan menemukan bahwa AS dan Barat telah memicu "revolusi warna" di bekas republik Soviet.
Ukraina mengalami "revolusi warna" pada 2013, yang mengarah ke insiden Krimea; Belarus telah mencoba kudeta pada Agustus 2020 dan Kazakhstan pada Januari tahun ini. Di balik ini tersembunyi tujuan strategis AS dan Barat untuk menggigit dan akhirnya mencabik-cabik Rusia.
Pidato Putin secara langsung menunjukkan hal ini: "Mereka berusaha melemahkan kita, menjatuhkan kita, memusnahkan kita, mengubah kita menjadi negara yang lemah dan tidak punya integritas, menghancurkan integrasi teritorial kita, dan mencabik-cabik Rusia menjadi apa yang terbaik bagi mereka. Saat itu mereka masih belum berhasil, tapi jangan harap mereka akan berhasil sekarang!"Â
Juru bicara Kemenlu Tiongkok pernah berkomentar: "Apakah AS dan Barat tidak pernah memikirkan konsekuensi dari mendorong kekuatan dunia ke sudut pojok?" Sebuah negara besar yang dipojokkan tanpa jalan keluar seperti orang dalam situasi putus asa. Di sini saya teringat akan penilaian terkenal Ketua Mao ketika dia berjuang melawan AS di Korea Utara (Perang Korea) yang mengatakan, 'Satu pukulan sudah cukup untuk menghindari seratus pukulan.' Perang terbagi menjadi dua jenis: adil dan tidak adil. Konflik ini merupakan respon adil Rusia terhadap AS dan niat Barat untuk memecah belah Rusia."
Kedua, ini adalah penyesuaian yang sulit bagi Putin setelah runtuhnya Uni Soviet. Semenanjung Krimea adalah tanah yang tadinyaberhasil direbut Rusia melalui sepuluh peperangan Rusia-Turki dalam satu abad, yang disumbangkan ke Ukraina pada tahun 1954 oleh Khrushchev, yang lahir di Ukraina.
Ironisnya, alasannya saat itu adalah untuk memperingati 300 tahun aliansi antara Rusia dan Ukraina. Sebelumnya Ukraina belum pernah menjadi republik sampai berdirinya Uni Soviet, Ukraina hanyalah cabang dari Slavia Timur, dan tidak ada filosofi nasional dan struktur politik yang jelas. Konsep politik yang disangga secara artifisial ini malah memperburuk perpecahan etnis antara Ukraina dan Rusia.
Selama periode Soviet, karena sistem sosialis yang sama, masalah etnis dan agama dapat diselesaikan di bawah kerangka negara tunggal. Â Tapi dengan disintegrasinya Uni Soviet dan ditinggalkannya gagasan komunisme, republik-republik dapat memilih nasionalisme untuk membangun sistem nasional mereka, dan kebangkitan populisme xenofobia tidak dapat dihindari.