Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pandangan dan Latar Belakang Barat Atas Teori "Keruntuhan RRT"

22 Desember 2020   15:17 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:06 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena itu terjadilah seperti AS saat ini yang kewalahan, merasa tertinggal dan mundur, bingun, mengambil tindakan-tindakan "aneh-aneh" dengan menjatuhkan sanksi terhadap Huawei,  menutup Institut Kongfusius, mencabut otensitas para sarjana Tiongkok untuk sementara waktu, mengklaim bahwa AS dan Tiongkok bersaing antara ras yang berbeda, menuntut pemisahan ekonomi. Namun fakta tak terbantahkan "Teori Keruntuhan Tiongkok" telah gugur.

Jadi jika kita mengkilas balik pada suatu periode waktu lalu, "Teori Keruntuhan Tiongkok" di Barat selama 30 tahun terakhir ini. Ada analis dan pengamat yang secara kasar membaginya menjadi 4 gelombang.

Gelombang pertama terjadi dari akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Barat pertama kali meramalkan "Tiongkok Runtuh" setelah kekacauan di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989.

Sekitar tahun 1991, Uni Soviet hancur dan Eropa Timur runtuh, dan mereka memprediksikan bahwa Tiongkok akan mengikuti Uni Soviet dan hancur berantakan.

Maka teori yang paling berpengaruh selama periode ini seharusnya adalah "The End of History " yang dikemukakan oleh sarjana AS keturunan Jepang, Francis Fukuyama.

Pada tahun 1989, dia menerbitkan artikel "The End of History " Di majalah "National Interest" AS. Tiga tahun kemudian, berdasarkan artikel ini diterbitkan bukunya yang berjudul "The End of History and the Last Man." Diyakini bahwa masyarakat manusia telah berkembang ke dalam sistem demokrasi liberal Barat dan sejarah ideologi manusia telah berakhir.

Tiga tahun setelahnya , kebetulan terjadi keruntuhan Uni Soviet dan Eropa Timur, dan berakhirnya Perang Dingin AS-Soviet, hal ini seakan menegaskan teori Fukuyama dan membuatnya terkenal.

Pandangannya diterima secara luas, dan memberikan narasi makro. Artinya, sistem politik apa pun yang berbeda dari Barat tidak memiliki masa depan. Banyak artikel dan buku yang meramalkan keruntuhan Tiongkok berulang kali dengan mengutip pandangannya.

Namun dalam perkembangan sejarah berikutnya, terutama dengan kebangkitan Tiongkok yang pesat, kegagalan berulang dari "revolusi warna" dan kemunduran model Barat itu sendiri, membuat "The End of History And The Last Man" Fukuyama semakin menjadi lelucon internasional.

Gelombang kedua adalah dari pertengahan 1990-an hingga sekitar 2001. Sejak sekitar pertengahan 1994, Barat memperhatikan bahwa Deng Xiaoping tidak lagi muncul di depan umum, dan kemudian mulai meramalkan bahwa setelah Deng Xiaoping, Tiongkok mungkin akan terjadi "pertempuran internal dan kekacauan".

Mereka juga memprediksikan bahwa setelah Hong Kong diserahkan kembali kepada Tiongkok tahun 1997, kemakmuran Hong Kong akan hilang selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun