Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemilu AS Bisa Menjadi Sengit dan Terbelah, Akankah AS Menuju "Krisis Konstitusional"?

9 November 2020   18:06 Diperbarui: 9 November 2020   18:22 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu tahun ini mungkin menjadi hal terpenting dalam kehidupan politik dan sosial AS. Tetapi keseluruhan pemilu tahun ini benar-benar membingungkan, jadi ketika kita mengamati pemilu AS, kita harus melihat bagaimana pemilu sebelum dan sesudahnya memengaruhi seluruh lanskap politik AS.

Apakah AS akan jatuh ke dalam "krisis konstitusional", kita semua prihatin tentang pemilihan AS. Pada malam 30 September lalu, Trump dan Biden mengadakan debat pertama mereka. Ketika debat baru saja berakhir, pembawa acara CNN menyesalkan "ini adalah debat pemilihan presiden paling kacau yang pernah ada".

Trump terus menyela Biden, dan menyela 73 kali dalam 90 menit. Keduanya saling menyerang secara pribadi. Trump menyebut Biden "tidak kompeten" dan "cacat mental". ", Biden memarahi Trump sebagai" badut "," presiden terburuk yang pernah ada di AS. "

CBS kemudian melakukan polling, yang menyatakan 83% penonton berkomentar negatif tentang debat, dan hanya 17% penonton yang menganggapnya positif.

Mengenai "Siapa yang memenangkan debat malam itu", 48% penonton percaya bahwa Biden menang, dan 41% percaya bahwa Trump menang. Jadi 69% dari kekhawatiran tentang pertanyaan "Bagaimana perasaan Anda tentang debat ini" menganggapnya sangat kesal, atau dengan satu kata "mengesalkan!"

Faktanya, ini hanya simbol dari kemunduran demokrasi di AS secara keseluruhan, melihat kembali ke 20 tahun terakhir, dapat dikatakan bahwa empat peristiwa besar secara kasar dapat merangkum kemunduran demokrasi AS.

Yang pertama, jika kita mengilas balik setelah peristiwa "11 September" (9.11) tahun 2001, Presiden Bush melancarkan dua perang dahsyat, yaitu Perang Afghanistan dan Perang Irak. Disini bisa diperhatikan latar belakang situasi dimana Bush Jr. mulai berkuasa pada tahun 2001. Setelah berakhirnya Perang Dingin, AS menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia.

Sebagai negara besar, Bush Jr. berharap dapat menggunakan keunggulan absolut AS, terutama keunggulan militernya, untuk mengekspor model AS (demokrasi) ke dunia untuk memaksimalkan kepentingan AS. Oleh karena itu, dia dengan jelas menganjurkan agar AS dapat melakukan "pre-emptive strike".

Setelah peristiwa "9.11", pemerintahan Bush bahkan mengklaim hal itu. Hanya melalui transformasi demokrasi di Timur Tengah, masalah terorisme dapat diselesaikan secara fundamental, sehingga AS meluncurkan apa yang disebut "Proses Transformasi Demokrasi Timur Tengah yang Lebih Besar." Melalui Perang Irak, Bush Jr. memperjelas bahwa dia ingin menjadikan Irak sebuah model bagi pembangunan demokrasi di Timur Tengah.

Tentu saja, perang ini tidak hanya membawa kekacauan dan bencana ke negara-negara ini, tetapi juga sangat merusak kekuatan lunak dan keras AS sendiri. Perkiraan paling konservatif dari Perang Irak menyebabkan lebih dari 100.000 kematian warga sipil.

Sistem jaminan sosial nasional Irak dan sistem kesehatan publik yang pada awalnya di Dunia Arab sedang memimpin, tetapi hampir semuanya telah dihancurkan oleh perang yang diingiankan AS untuk menjadikan mereka menjadi demokrasi model AS.

Konflik agama, serangan teroris, dan perselisihan partai-partai yang kejam di Irak telah menyebabkan negara itu jatuh ke dalam kekacauan dalam waktu yang lama.

Perang Irak telah membuat kerugian AS sendiri lebih dari 4.400 tentara AS tewas di Irak, dan bagi yang cacat dan luka karena perang dengan adanya perawatan medis modern telah meningkatkan tingkat kelangsungan hidup tentara yang terluka parah, Perang Irak membuat banyak tentara membutuhkan perawatan medis sepanjang hidup mereka. Menurut statistik yang relevan, jika biaya medis dan medis tentara yang terluka disertakan, pengeluaran AS dalam Perang Irak sekitar 300 juta dolar AS.

Belum lama ini, dua sejarawan senior AS, yang satu bernama Federick S. Pardee dan Andrew Bacevich, menerbitkan sebuah artikel di majalah "Foreign Affairs", yang menganggap bahwa AS menyalahgunakan kekuatan di arena internasional yang menjadi sebab utama penrurunan dan kemunduran AS.

Dan alasan utama mereka menerbitkan artikel ini karena mereka memperhatikan baik Trump maupun Biden  "tidak berniat untuk mendemiliterisasi kebijakan luar negeri AS." Kedua sarjana tersebut bertanya mengapa AS harus mengorbankan harga yang berdarah-darah yang begitu besar dengan mengorbankan kehilangan kekayaan. Dalam kaitannya dengan kesuksesan nyata, perang hanya memiliki pengaruh yang kecil, yaitu tidak terlalu berhasil atau bahkan sangat tidak berhasil

Dan banyak pandangan khalayak umum mengirakan bahwa AS melakukan kesalahan, namun demikian, kesalahan-kesalahan ini, termasuk yang ada di dalam negeri AS, belum melakukan diskusi mendalam tentang penyebab bencana ini.

Banyak pengamat pikir bencana AS ini terekspos dari kesalahan militer yang menghancurkan diri AS, termasuk sistem politik dalam negeri AS sendiri, mengapa mereka tidak bisa mencegah pengambilan keputusan yang tidak masuk akal, mengapa presiden yang bandel dapat melakukan apa pun yang dia inginkan, dapat memulai dua perang bodoh sesuka hati, dan sistem seperti itu tidak dilakukan reformasi politik.

Dengan keadaan seperti di atas ini tidak mengherankan jika AS menuju penurunan (kemerosotan), tapi alasana yang lebih besar menurut pengamatan analis ada dibaliknya, itu diperkirakan dengan kepentingan kelompok industri militer AS dan kelompok minyak yang diwakili oleh Bush Jr., maka diperkirakan masalah-masalah ini justru adalah masalah-masalah yang saat ini tidak dapat diselesaikan oleh AS dengan sistem.

Peristiwa kedua adalah krisis finansial AS yang meletus pada tahun 2008. Kemudian, sebagai tanda jatuhnya Lehman Brothers pada bulan September 2008, telah merusak perekonomian AS dan kepercayaan diri institusional Amerika secara parah.

Secara umum diperkirakan bahwa krisis ini membawa kerugian bagi AS minimal US$ 14 Triliunan, kekayaan bersih rumah tangga Amerika telah menurun seperlima menjadi seperempatnya, yang menyebabkan kekayaan bersih sebagian besar rumah tangga orang Amerika masih belum bisa pulih  ke tingkat tahun 2007, yang merupakan tingkat sebelum krisis ekonomi.

Cakupan dari krisis ini, dan proses pemulihan yang lambat menyebabkan kerugian ekonomi yang serius yang jarang terjadi sejak Depresi Besar pada tahun 1929. Hampir semua orang yang berwawasan di dunia mengarahkan jari mereka pada teori dan kebijakan ekonomi neoliberal, terutama kurangnya pengawasan keuangan pemerintah yang serius, dan perkembangan berbagai apa yang disebut "financial innovations and derivatives".


Mantan ketua Federal Reserve - Alan Greenspan mengakui dengan jujur setelah krisis ini bahwa dia berada dalam keadaan "sangat terkejut dan tidak dapat percaya" karena seluruh "alasan masuk akal atau banguan masuk akal" telah runtuh. Dia tidak dapat mempercayai keyakinannya pada pasar dan bagaimana perasaannya terhadap pasar, apakah pemahaman dengan operasinya telah salah.

Pemerintahan Bush Jr sendiri tidak pernah memprediksi krisis akan pecah sebelumnya, juga setelah krisis pecah tidak memiliki cara-cara terbaik untuk menangani krisis.

Oleh karena itu, pada tahun 2011, "Occupy Wall Street Movement" juga pecah untuk mengecam 1% keserakahan (kapitalis) dan kerusakan mereka terhadap 99% orang Amerika biasa. Dan sebagian besar orang-orang ini yang menjadi pendukung Trump.

Kemudian peristiwa ketiga adalah pemilihan Trump sebagai Presiden AS pada tahun 2016. Gaya memerintah Trump sudah tidak asing lagi bagi semua orang, terutama praktik populisme dan ekstremisme domestik.

Dia dapat secara terbuka pernah menyatakan: "Where I could stand in the middle of fifth avenue and shoot somebody and I wouldnt lose any voters, ok...its like, incredible (Saya bisa berdiri di fifth Avenue New York, menembak orang di tengah jalan tetapi tetap tidak akan kehilangan pemilih saya atau kehilangan dukungan mereka untuk saya, ok... ini sungguh luar biasa...).


Dibawah kepemimpinan Trump AS menjadi makin lama makin menjadi populis dan ekstrim, persaingan antara politisi telah menjadi persaingan hidup dan mati. Kedua belah pihak ingin menjebloskan satu sama lain ke dalam penjara.

Pemimpin tidak peduli dengan kredibilitas negara. AS lebih mengutamakan keunggulan unilateralisme internasional, tidak memainkan kartu menurut akal sehat, tidak bertindak sesuai dengan aturan internasional, dan terus menarik diri dari grup, sehingga menempatkan AS dalam situasi semakin terisolasi di dunia.

 Menurut laporan survei kredibilitas dunia bulan Juni-Agustus yang dirilis oleh "Pew Center of the United States" pada 16 September, kredibilitas internasional Trump menempati peringkat terakhir di antara para pemimpin dunia.

Kepercayaan orang dunia terhadap Trump hanya 16%, dibandingkan pada masa Obama kredibilitasnya setinggi 60%, sementara Prancis, Jerman, Inggris, Jepang, Kanada, dan Australia, yang disebut sebagai sekutu AS, menilai niat baik AS juga turun ke titik terendah dalam sejarah.

Yang ke-empat, penanggulangan AS terhadap Covid-19, tanggapan AS terhadap pandemi ini sangat buruk, sehingga menjadi negara yang paling parah terkena dampak di dunia, baik itu jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 atau jumlah kematian, keduanya menajdi yang tertinggi di dunia.

Selain itu, dengan terbunuhnya dengan kejam warga kulit hitam George Floyd oleh polisi AS, yang menyebabkan gerakan protes yang melanda AS. Semua ini telah mengungkap krisis sistem demokrasi AS ke dunia. Baca:

Apa Dampak Covid-19 dan Insiden Terbunuhnya "George Floyd" terhadap Ekonomi AS?

Penulis khusus AS di News Latter "Atlantic" George Parker menulis sebuah artikel berjudul "We live in a failed country." (Kita hidup di negara yang gagal) secara khusus berbicara tentang langkah-langkah kunci dalam kemerosotan AS. Menurut sudut pandang dia yang sangat konsisten. Yang pertama adalah terjadinya insiden "9.11" pada tahun 2001, Bush Jr. mengabaikan peringatan awal dari badan intelijen AS.

Sumber: Foreignaffairs.com
Sumber: Foreignaffairs.com
Pada Oktober 2001 melancarkan Perang Afganistan dan Perang Irak pada 2003. Kedua perang tersebut telah menjadi beban serangan teknis yang berat bagi AS. Hal ini telah melahirkan kebencian masyarakat terhadap elit AS.

Kemudian datanglah krisis keuangan yang diakibatkan oleh neoliberalisme pada tahun 2008, dan harta benda rakyat AS mengalami kerugian besar.

Tetapi Kongres meloloskan RUU bailout untuk menyelamatkan predator keuangan Wall Street yang menyebabkan krisis ini. Sebaliknya, warga AS kelas menengah dan kelas bawah terjerat hutang dan kehilangan pekerjaan. Kehilangan rumah dan tabungan pensiun mereka, sehingga mereka memiliki rasa sakit yang berkepanjangan dan kemarahan pada para elit politik dan sosial AS.

Kemarahan ini yang menempatkan para pemimpin ekstremis seperti Trump ke arena politik. Tentunya, dia tetap mengutamakan saham, suara, dan kepentingan modal.

George Parker berkata: pembohong dan partai dengan intelijen yang bangkrut, Partai Republik memimpin pemerintahan yang tidak efektif, dan suasana hati yang sinis dan kelelahan menyebar ke seluruh penjuru negeri. Anda tidak dapat melihat bahwa orang memiliki pemahaman yang sama tentang identitas atau visi yang sama.

Dalam bencana pandemi ini, masalah-masalah mendasar di AS telah terungkapkan, terutama polarisasi politik, ketidak-adilan sosial, konflik rasial, kesenjangan antara si kaya dan si miskin, ketiadaan perawatan kesehatan universal, dll.

Pilpres 2020 Mengarah Ke "Krisis Konstitusional" AS

Dalam konteks inilah, AS tersandung pada pilpres tahun 2020 yang benar-benar membuka mata masyarakat dunia. Semakin banyak analis percaya bahwa pemilu tahun ini di AS dapat jatuh ke dalam "krisis konstitusional".

Seperti yang diketui akhir-akhir ini, kedua kubu terus-menerus membuat keributan dan tidak siap untuk menyerah. Ini sebenarnya suatu hal yang langka dalam sejarah AS sebelumnya.

Pada pemilu 2016, Trump mengatakan di saat-saat terakhir bahwa dia tidak siap untuk mengaku kalah, tergantung apakah pemilu itu adil atau tidak.

Namun pemilihan kali ini sebelum dimulai saja, dan kedua tim sepertinya sedang melakukan persiapan untuk tidak bersedia dan bisa menerima untuk kalah.

Misalnya, ketika digunakannya surat suara yang dikirim dengan pos kali ini karena pandemi, Trump berkali-kali mengatakan bahwa Partai Demokrat dapat memanipulasi surat suara yang dikirim dengan pos. Dia mengatakan, jika Biden mendapat lebih banyak suara, itu pasti karena surat suara yang curang. Trump juga menegaskan jika kalah dalam pemilu, itu pasti hasil kecurangan Partai Demokrat.

Para penasihatnya bahkan menyarankan kepadanya bahwa jika pemilu gagal, "Counter Insurgency" 1807 harus digunakan untuk menangkap beberapa 'orang besar' dari Partai Demokrat untuk diadili. Semua orang tahu bahwa sistem pemilihan Amerika adalah sistem electoral dimana pemenang akan mengambil semua pemilih elektoral (American electoral system is a winner-takes-all electoral college system).

Dulu, dua kandidat Demokrat, Al Gore dan Hillary Clinton, dikalahkan oleh sistem winner-take-all Electoral College di pemilu populer AS yang lebih tinggi dari Bush dan Trump. Jadi kali ini saya melihat Hillary Clinton sangat lugas. Dia berkata, "Biden tidak boleh mengaku kalah dalam keadaan apapun karena saya pikir itu harus ditunda."

Hillary mengatakan: "Saya yakin dia (Biden) akan menang pada akhirnya." Alasan Hillary Clinton adalah bahwa pemungutan suara melalui surat itu sendiri dapat memperpanjang waktu pemilihan, dan hasilnya tidak akan tersedia sampai jumlah suara dihitung.

Selain itu, dia mengatakan bahwa ada pasal semacam itu di dalam Konstitusi AS, Amandemen (ke-12) Kedua Belas, jika sudah sampai tahun kedua masih belum ada presiden yang dipilih pada 20 Januari dan tidak dapat menjabat tepat waktu, Dewan Perwakilan Rakyat (The House) AS dapat memutuskan presiden berikutnya sebelum keputusan ini dibuat.

Sejak masa jabatan mantan Presiden AS Trump dan Wakil Presiden telah habis, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini Nancy Pelosi, pemimpin ketiga AS, secara otomatis dapat menjadi Presiden AS, bahkan DPR yang memutuskan calon presiden.

Kemudian Demokrat yang mayoritas di DPR, jadi Biden pasti menang. Lalu ada pepatah dalam politik elektoral AS yang disebut Kejutan Oktober "October Surprise." Artinya, mudah untuk menghentikan peristiwa mendadak atau dramatis yang dapat memengaruhi hasil pemilu di bulan Oktober saat memberikan suara di bulan November tahun pemilu.

Di masa lalu, banyak pengamat yang berspekulasi dengan krisis Selat Taiwan atau Laut Tiongkok Selatan (LTS), tetapi peristiwa paling tak terduga yang kita lihat sekarang adalah bahwa Trump tiba-tiba terjangkit Covid-19, dan kemudian secara ajaib dengan cepat "pulih dan keluar dari rumah sakit." Kemudian dia mengikuti pemilihan lagi.

Kemudian Ketua DPR AS, Pelosi, mengatakan pada 8 Oktober bahwa dia akan membentuk komite untuk memeriksa "kemampuan Trump menjalankan tugas presiden." Singkatnya, perjuangan dua partai menjadi semakin sengit.

Karena waktu yang tersisa bagi mereka untuk memenangkan pemilih hampir habis, apakah orang Amerika dapat memilih presiden baru pada hari pemilu 3 November, melihat komentar dari badan internal AS dan para ahli, jawabannya tidak optimis tapi ternyata tidak. Kebanyakan orang ketika itu khawatir akan ada "krisis konstitusional" yang luar biasa serius.

Dia mengatakan bahwa orang Amerika harus bersiap untuk kemungkinan kekacauan elektoral, penghitungan ulang suara, pertempuran sengit di pengadilan dan bahkan kerusuhan.

Sebelum ini memang analis strategi di AS meramalkan pilpres tahun ini diprediksi akan terjadi kemungkinan empat hasil dalam pemilu.

Pertama, Biden Menang, Trump kalah, tapi jika kesenjangan jumlah suara sangat besar, tetapi menurutnya Trump kemungkinan besar tidak akan menerima hasil ini, dan mayoritas pendukung kuat Republikan akan terus mendukung Trump dan bahkan menggunakan cara kekerasan untuk memprotes. AS mungkin akan mengalami turbulensi selama beberapa bulan, tetapi akhirnya Trump kehilangan kekuasaan. Ini adalah kemungkinan pertama

Kedua jika Biden menang tipis, Trump kalah dengan jumlah suara sangat sedikit, jika situasi ini muncul, dia yakin kubu Trump siap untuk memulai serangkaian pertempuran hukum. Mereka akan meminta pusat untuk menghitung suara di kota, kota kecil, dan negara bagian yang kontroversial, dan akhirnya Mahkamah Agung yang akan memutuskan.

Komposisi Mahkamah Agung sekarang mendukung Trump, dan Trump pada akhirnya dapat terpilih. Proses ini juga bisa memakan waktu beberapa bulan dan diiringi dengan kekacauan bahkan huru-hara.

Kemungkinan ketiga adalah kemenangan kecil Trump. Dia mungkin kalah dalam pemilihan umum, tetapi memenangkan Electoral College adalah kemenangan mutlak bagi Trump. Banyak pnegamat mengakui bahwa Electoral College adalah kelemahan terbesar dari sistem masyarakat sipil AS saat ini.

Jika hasil seperti itu yang terjadi, banyak orang Amerika akan merasa tertipu. Kerusuhan Trump mungkin terjadi di banyak tempat, tetapi Trump akan mengirim milisi dan pasukannya untuk menekan mereka, seperti yang terjadi baru-baru ini di Portland. Dan gas air mata membuat para demonstran berangsur-angsur menghilang.

Kemungkian ke-empat, Trump memenangkan pemilu dan memenangkan Electoral College. Pengamat percaya bahwa ini berarti bahwa seorang pria soliter akan berkuasa lagi di AS, dan banyak orang akan turun ke jalan untuk memprotes, tetapi Trump seperti seorang diktator. Memiliki kekuasaan untuk mengontrol mesin negara, dari penegakan hukum hingga internal keamanan, pengadilan dan sistem peradilan, dll.

Jadi pada akhirnya, kebanyakan orang mungkin tidak berdaya. Jika terjadi skenario keempat berarti periode kekacauan dan krisis akan terjadi lebih lama Pada saat yang sama, pandemi Covid-19, depresi ekonomi, keruntuhan masyarakat, dan runtuhnya kelas menengah terjadi pada saat yang bersamaan.

Dalam periode ini, Amerika Serikat mungkin tidak memiliki pemimpin atau presiden sejati. Jadi probilitasnya hasilnya seperti prediksi diatas kira-kira sama. Tapi tampaknya hasil akhir seperti kemungkin pertama Biden menang dengan selisih cukup besar. Jika tidak terjadi seperti tiga hasil di atas maka akan berakhir dengan kemerosotan sistem demokrasi Amerika, entah itu kemunduran yang lambat, cepat atau kemunduran mendadak.

Dengan kata lain, analisis ini meyakini bahwa sistem demokrasi Amerika memiliki probabilitas 75% kematian, bahkan jika mengalahkan sistem demokrasi Amerika dengan margin yang besar, dalam kata-katanya hanya berlanjut dalam kondisi "diserang penyakit" atau disebut lingering.

Singkat kata, di AS telah terjadi kemerosotan selama 20 tahun terakhir ini, dan demokrasi AS telah merosot.

Hasil Pelpres AS Tahun 2020

Sumber: 9news.com.au
Sumber: 9news.com.au
Meskipun hasil hari Sabtu 7 November lalu dinyatakan Biden menang dari Trump dengan mendapatkan 290 Electoral votes (dimana 270 electroal vote batas kemenangannya), tapi putusan pemilu hari Sabtu bukanlah langkah terakhir dalam memilih presiden AS.

Di bawah sistem yang telah diubah selama dua abad, masih ada jangka waktu selama berminggu-minggu di mana Lembaga Pemilihan yang beranggotakan 538 orang memilih presiden.

Langka-langka berikutnya adalah sebagai berikut:

- Ketika warga AS memilih calon presiden, mereka sebenarnya memilih elektor di negara bagian mereka. Para pemilih tersebut dalam banyak kasus berkomitmen untuk mendukung calon pemilih pilihan. Jumlah pemilih sama dengan jumlah suara elektoral vote yang dimiliki oleh setiap negara bagian.

Undang-undang negara bagian berbeda-beda tentang bagaimana elektor dipilih tetapi, umumnya, daftar pemilih untuk kandidat masing-masing partai dipilih pada konvensi partai negara bagian atau dengan pemungutan suara dari komite pusat partai.

- Setelah Hari Pemilihan, negara bagian menghitung dan mengesahkan hasil pemilihan umum. Setelah selesai, setiap gubernur diwajibkan oleh undang-undang untuk menyiapkan dokumen "sesegera mungkin" yang dikenal sebagai "Certificates of Ascertainment (Sertifikat Penetapan)" pemungutan suara.

Sertifikat tersebut mencantumkan nama para pemilih dan jumlah suara yang diberikan untuk pemenang dan yang kalah. Sertifikat, dengan cap masing-masing negara bagian, dikirim ke petugas arsip AS.

- 8 Desember adalah batas waktu penyelesaian sengketa pemilu di tingkat negara bagian. Semua penghitungan ulang negara bagian dan perselisihan pengadilan atas hasil pemilihan presiden akan selesai pada tanggal ini.

- 14 Desember: Para pemilih memberikan suara dengan surat suara di negara bagian masing-masing dan Distrik Columbia. Tiga puluh tiga negara bagian dan Washington DC memiliki undang-undang atau peraturan partai yang mewajibkan para pemilih untuk memberikan suara dengan cara yang sama seperti suara populer di negara bagian tersebut, dan di beberapa negara bagian, pemilih bahkan dapat diganti atau dikenakan hukuman, menurut Congressional Research Service (Layanan Riset Kongres).

Suara untuk presiden dan wakil presiden dihitung dan para pemilih menandatangani enam "Certificates of the Vote (Sertifikat Suara)". Sertifikat, bersama dengan surat-surat resmi lainnya, dikirim melalui pos tercatat ke berbagai pejabat, termasuk presiden Senat.

- 23 Desember: Sertifikat harus diserahkan ke pejabat yang ditunjuk. Jika tidak disampaikan, undang-undang memberikan jalan alternatif untuk menyampaikan hasilnya ke Washington.

- 6 Januari 2021: DPR (House of Represnetative/the House) dan Senat mengadakan sidang bersama untuk menghitung suara elektoral. Jika satu tiket telah menerima 270 atau lebih suara elektoral, presiden Senat, saat ini Wakil Presiden Mike Pence, mengumumkan hasilnya.

Anggota Kongres dapat menolak pengembalian dari negara bagian mana pun saat diumumkan. Keberatan harus dibuat secara tertulis oleh setidaknya satu anggota DPR dan satu di Senat. Jika keberatan memenuhi persyaratan tertentu, setiap majelis bertemu secara terpisah untuk memperdebatkan keberatan tersebut paling lama dua jam.

Setelah itu, setiap majelis memilih menerima atau menolak keberatan tersebut. Kembali dalam sidang bersama, hasil suara masing-masing diumumkan. Keberatan apa pun terhadap suara elektoral suatu negara bagian harus disetujui oleh kedua majelis agar suara yang diperebutkan dikecualikan.

Jika tidak ada calon presiden yang memenangkan sedikitnya 270 suara elektoral, DPR memutuskan pemilihan berdasarkan Amandemen ke-12 Konstitusi. Jika diperlukan, DPR akan memilih presiden melalui suara terbanyak.

-  20 Januari: Presiden terpilih dilantik pada hari pelantikan.

Pendapat Beberapa Pengamat Dunia Luar

Hasil pemilihan presiden AS tahun ini akan segera diumumkan, dan tetapi siapa pun yang terpilih, itu tidak akan mengubah keadaan buruk AS tahun ini. Ada banyak alasan untuk dilema ini, tetapi sistem yang ingin dibicarakan dalam tulisan ini adalah sistem itu sendiri adalah akar sumber yang sangat penting.

Jadi dalam tulisan ini, dengan berbicara tentang pilpres AS, akan fokus pada sistem presidensial AS. Secara umum, penemuan dari orang Amerika ini juga merupakan fitur penting dari sistem AS. Sistem presidensial telah menjadi kontroversi sejak lahir. Namun, di banyak negara di dunia, banyak elit akademis dan budaya yang sangat memuji jenis pemisahan trias politika kekuasaan sistem presidensial ini.

Kebiasaan yang ingin meniru dan mengejar sistem AS. Misalnya kita sering mendengar orang mengatakan bahwa sistem Amerika menekankan pemisahan kekuasaan dan "check and balances" antara tiga kekuatan legislasi, administrasi, dan peradilan, termasuk partai oposisi yang membatasi partai yang berkuasa, istilah sistem juga menghindari tirani kekuasaan, dan presiden yang dipilih secara demokratis barulah dapat mencapai demokrasi, dll.

Namun menurut sebagian pakar sistem ini terdapat banyak paradoks dalam klaim ini.

Pertama-tama, mari kita mulai dengan pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan ini memiliki bahaya tersembunyi yang fatal. Kongres dan Presiden sama-sama memperoleh kekuasaan dari pemungutan suara.

Jadi siapa yang bisa mewakili "rakyat" dengan lebih baik hal ini akan menjadi sautu perdebatan dalam teori hukum adalah sebuah pertanyaan. Jadi ketika Kongres dan presiden berkonflik, akan terjadi siapa yang memiliki kartu yang lebih kuat? Faktanya, tidak ada satu prinsip dalam sistem Amerika yang secara efektif menyelesaikan konflik ini dan mencapai konsensus.

Tentu ada MA (Mahkamah Agung). Tetapi kekuasaan kehakiman tidak dibentuk oleh pemilu. Ini mewakili kehendak tertinggi dari kelas penguasa. Dalam keadaan tertentu, MA dapat menjalankan fungsi kediktatoran otoritatif terakhir ini. Ini adalah fitur utama dari apa yang disebut sistem konstitusional.

Namun, masalah lain telah muncul di sini: Prinsip dari apa yang disebut pemilihan demokratis dan logika keputusan yudisial mewakili keinginan tertinggi dari kelas penguasa.

Dalam keadaan tertentu, MA dapat menjalankan fungsi kediktatoran otoritatif terakhir. Ini juga merupakan ciri utama dari apa yang disebut sistem ketatanegaraan, tetapi masalah lain telah muncul di dalamnya.

Bagaimana kontradiksi yang mengakar antara yang disebut prinsip pemilihan demokratis dan logika putusan pengadilan diselesaikan? Nyatanya, tidak ada solusi dalam sistem Amerika.

Kedua, mari kita lihat, ungkapan bahwa partai oposisi melakukan check and balances kekuasaan presiden. Banyak yang mengatakan itu sebenarnya sangat absurd. Kenapa?

Tidak ada konsep partai yang berkuasa dan partai oposisi dalam sistem Amerika. Karena sifat kedaulatan sistem Amerika sangat kabur, kita tidak dapat mengatakan bahwa partai presiden adalah partai yang berkuasa, atau partai yang dipimpin oleh Senat atau DPR adalah partai yang berkuasa.

Oleh karena itu, sistem ini berpotensi mensyaratkan kedua belah pihak tidak boleh melakukan konfrontasi yang tajam, begitu terjadi perselisihan antar pihak, sistem akan menimbulkan masalah serba salah.

Sistem ini memiliki persyaratan yang sangat tinggi untuk keamanan nasional dan kondisi sumber daya, dan harus ada kelompok penguasa yang dapat bertahan dengan baik sebelum dapat beroperasi.

Oleh karena itu, seorang filsuf politik bernama Walter Bagehot di Inggris pernah pernah mengatakan bahwa karena AS jauh dari negara lain dengan kondisi ekonomi yang baik, maka tidak ada yang perlu diperjuangkan. Oleh karena itu, sistemnya hampir tidak dapat dioperasikan begitu diuji,  sistemnya inkonsistensi.

Alexis de Torquilla dari Prancis juga pernah mengatakan, sistem Amerika hanya bisa ditrapkan di Amerika, jika ditrapkan di Eropa tidak akan bertahan. Tocqueville aktif dalam politik Prancis, pertama di bawah Monarki July (1830--1848) dan kemudian selama Republik Kedua (1849--1851) yang menggantikan Revolusi Februari 1848. (Empat jilid Demokrasi di Amerika karya Alexis de Tocqueville (1835-1840) umumnya dikatakan sebagai salah satu karya terbesar dari penulisan politik abad kesembilan belas.)

alexis-de-tocqueville-5fa87a6ed541df66b6108fb4.png
alexis-de-tocqueville-5fa87a6ed541df66b6108fb4.png
Sumber: theconversation.com

Ketiga, masih banyak orang yang berpendapat bahwa presiden AS dipilih oleh rakyat secara lebih demokratis. Pertama-tama, tidak seperti kepercayaan banyak orang, di AS tidak secara langsung memilih presiden, tetapi pemilihan tidak langsung melalui Electoral College, sehingga mayoritas pemilih belum tentu mendapatkan mayoritas suara elektoral. (seperti yang telah diulas di atas).

Ini telah muncul berkali-kali dalam sejarah AS, demikian juga akan bisa saja terjadi lagi tahun ini. Seperti apa yang telah dikatakan Walter Bagehot sebelumnya dengan sangat blak-blakan bahwa dia mengatakan bahwa sistem electoral college di AS adalah lelucon dan bohong.

Kedua, sistem presidensial AS telah menghasilkan prinsip pemungutan suara bahwa satu pemenang mengambil semua dalam pemilihan. Jadi selama Anda mendapatkan mayoritas yang misterius, Anda akan mendapatkan semua suara elektoral, dan yang kalah tidak akan mendapatkan apa-apa.

Coba bandingkan dengan pemilihan perwakilan proporsional yang lebih populer di Eropa. Berbagai partai politik akan memiliki hak perwakilan yang sesuai. Hanya saja beberapa partai memiliki kursi lebih banyak dari yang lain.

Jelas itu lebih padat daripada sistem pemilihan semacam ini di AS. Kinerja buruk AS dalam pandemi tahun ini jelas bukan masalah partai atau individu tertentu, tetapi akar penyebab sistem Amerika, sehingga menyebab wabah menjadi besar.

Tentu saja ini hanya sebagian kecil saja. Pemisahan vertikal kekuasaan yang disebabkan oleh sistem federal di AS termasuk perselisihan antara kedua belah pihak. Perlu memikul tanggung jawab yang lebih besar. Terakhir, dapat dirangkumkan bahwa sebagian orang selalu membicarakannya - Prinsip sistem Amerika adalah dengan suara bulat yang disebut nilai-nilai universal. Untuk hal ini perlu juga melihat penelitian dari pakar Amerika terkenal Robert Alan Dahl.

Robert Alan Dahl adalah seorang ahli teori politik, mantan Profesor Sterling dari Ilmu Politik di Universitas Yale. Dia mendirikan teori pluralis demokrasi --- di mana hasil politiknya diberlakukan melalui kelompok-kelompok kepentingan yang kompetitif, jika tidak setara --- dan memperkenalkan "polyarchy (polyararki)" sebagai deskripsi dari pemerintahan demokratis yang sebenarnya.

Pencetus "teori empiris" dan dikenal karena memajukan karakterisasi behavioralis dari kekuatan politik, penelitian Dahl berfokus pada sifat pengambilan keputusan di institusi aktual, seperti kota-kota di AS.

Dahl membuat perbandingan horizontal dari 22 yang disebut demokrasi tersembunyi Barat. Ternyata model institusional Amerika sangat sedikit. Misalnya, hanya ada tiga badan legislatif bikameral gaya AS, hanya dua yang mengadopsi independensi peradilan gaya AS, dan tiga di antaranya mengadopsi sistem dua partai gaya AS. Ternyata berapa banyak orang yang mengadopsi keseluruhan sistem gaya AS? Ternyata 0 (nul).

Jadi yang disebut nilai universal sebenarnya hanyalah sebuah prinsip sistem yang ketinggalan jaman yang tersisa dari era mesin uap (awal revolusi industri). Seberapa jauh sistem ini dapat bertahan di bawah tantangan baru abad ke-21? Menurut banyak pengamat pemilihan umum tahun ini adalah titik pengamatan yang sangat menarik.

Serangkaian desainnya tampak cukup pas, tapi jika diamati semakin mendalam semakin banyak masalah dalam desain ini. Bahkan para pakar AS sendri juga banyak berbicara tentang berbagai asosiasi industri yang diekspos oleh masyarakat AS saat ini. Menghasilkan "krisis konstitusional" di Amerika Serikat.

Apakah "Krisis Konstitusiaonal" itu?

Banyak orang mengira bahwa jika memiliki konstitusi adalah pemerintahan konstitusional. Nyatanya tidak. Definisi dari pemerintahan konstitusional sangat ketat. Artinya, minoritas dapat memveto kehendak mayoritas melalui prosedur hukum konstitusional, itu juga disebut konstitusionalisme.

Sedang minoritas ini adalah istilah yang netral, sepertinya melindungi hak minoritas adalah hal yang sangat adil. Tapi apa itu minoritas dalam kehidupan nyata? Mereka itu mewakili kelompok kekuatan atau kapitalis tertentu. Mereka sebenarnya menggunakan apa yang disebut pemerintahan konstitusional untuk mempertahankan ambang batas hak dalam kelompoknya.

Apa itu "krisis konstitusional"? Seluruh rangkaian mekanisme yang mengancam struktur kelembagaan negara Anda, tatanan politik dasar dan stabilitas sosial, atau distribusi kekuasaan mengancam hal ini. Dalam konteks ini disebut "krisis konstitusional" atau "Krisis Pemerintahan Konstitusional".

Jadi sebagian pakar ada yang mengatakan, AS saat ini merupakan "Krisis Konstitusional" terutama setelah Trump menjabat presiden. Kesembronoan Trump justru benar-benar mengekspos beberapa celah dalam desain ini.

Desain sistem itu sama dengan tubuh manusia, ketika kita berusia muda tidak ada masalah dengan tubuh kita jika terdapat sedikit penyakit akut, tetapi akan tidak tahan ketika kita bertambah tua.

Tetapi dari sudut pandang pribadi Trump, dia memang memiliki beberapa katalisis untuk sistem ini, dan beberapa meningkatkan efek seperti itu. Setelah Trump muncul, dia telah mengganggu banyak aturan politik.

Seperti banyak yang diketahui politisi di AS dan semua anggota KIongres mengatakan bahwa apakah seorang presiden dapat menyelesaikan sesuatu di kantor sangat bergantung pada hubungannya dengan Kongres.

Tapi Trump tidak melakukannya dengan baik dalam hal ini. Ini salah satunya. Yang lain hubungan dua partai di AS pada era Trump menjadi sengit dan bahkan mencapai puncaknya.

Yang ketiga adanya kelompok kepentingan yang berbeda, di masa lalu ada pemahaman yang mendalam di dalam kelompok penguasa, sehingga banyak masalah bisa diselesaikan dengan mudah. Sekarang, di antara kelompok modal yang berbeda, setiap pihak menjadi populer dengan menghunus bayonet, sehingga masalah yang timbul tidak mudah diselesaikan.

Yang keempat adalah hubungan antara Gedung Putih dan cabang eksekutif, nyatanya di dalam Gedung Putih tidaklah sempurna. (masih ingat dengan buku: The Room Where It Happened -- A White House Memoir -- oleh John Bolton mantan Penasehat Keamanan AS).

Pada awal Oktober, Trump mengkritik Pompeo, termasuk Jaksa Agung Willian Barr, Trump meminta mereka untuk menyelidiki "Russian Gate". Tapi mereka tidak menyelidiki apa pun, dan Trump mengkritik mereka begitu saja. Hal lain adalah bahwa Trump menjabat untuk suatu masa jabatan. Kemerosotan fiskal di AS telah menyebabkan banyak masalah. Tidak ada ruang untuk konversi semacam ini.

Poin terakhir adalah bahwa salah satu "kontribusi" besar Trump adalah memicu perselisihan tentang nilai-nilai masyarakat AS, semacam pertentangan antara identitas yang berbeda dan nilai yang berbeda.

Kemudian dampak terbesarnya adalah ideologi yang telah dibentuk oleh AS selama satu atau dua abad di dalam negerinya telah disebar secara internasional, hal ini yang oleh banyak pihak menjadi yang paling berbahaya bagi sistem Amerika sendiri.

Jadi sebagian pakar melihat bahwa sistem AS ini adalah produk masyarakat agraris selama revolusi pra-industri, dan sangat tidak cocok untuk masyarakat modern. Sekarang kita bisa lihat dengan melandanya pandemi kali ini telah dengan jelas menyingkap pemerintahan federasi ini.

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian belum diklarifikasi. Dulu, mereka membual tentang betapa bagusnya sistem mereka. Anggota DPR dipilih berdasarkan proporsi populasi dan proporsi masing-masing negara bagian. Senat diwakili dua per negara bagian terlepas dari populasinya, tetapi sekarang Masyarakat Amerika sama sekali berbeda dengan masyarakat Amerika yang berusia lebih dari dua ratus tahun lalu.

Pada saat itu, populasi AS hanya beberapa juta. Sekarang kita dapat melihat bahwa negara bagian California yang berpenduduk hampir 30 hingga 40 juta orang, tetapi negara bagian Maine yang lebih kecil yang berpenduduk satu jutaan orang, sama-sama diwakili dengan dua orang senator. Sehingga secara kenyataan ini tidak lagi benar-benar representatif. Tetapi sistem ini tidak dapat diubah meskipun mereka ingin mengubahnya.

Jadi bisa dilihat desain sistem seperti itu jauh dari modern. Dan dalam hal ini seharusnya diperlukan adanya "konsensus" adalah hal yang sangat penting mencari lesempatan yang baik untuk mencari konsensus. Siapa pun Anda harus mengumpulkan konsensus semua orang untuk membangun negara ini.

Tetapi ketika kita mengamati pemilu AS, kita akan menemukan bahwa konflik kepentingan sangat tajam, dan konsensus itu tidak dapat dibuat sama sekali.

Secara teori, kita sekarang dapat membaca banyak artikel tentang bagaimana mereformasi dan memangkas sistem demokrasi Amerika. Stiglitz dalam bukunya "American Truth" banyak memberikan saran, tetapi secara keseluruhan sangat sulit, terutama karena dari sudut pandang politik, pengaruh modal terlalu besar dan mengakar sangat dalam.

(Stiglitz, J. 2002. Globalization and ... Beyond Words: Implementing Latin American Truth Commission Recommendations).

Selain itu sistem hukum di AS, sudah sangat membebani. Jika harus mereformasi prosedurnya dulu. Reformasi prosedur ini tidak akan mengubah wakil (nomor) Senat yang baru saya sebutkan. , tidak bisa begitu saja memulai program ini. Jadi ini yang membuat sangat pesimis.

Karena sistem yang ada adalah lingkaran tertutup dan logika internalnya membutuhkan konsistensi diri.

Dalam konvensi ketatanegaraan tahun itu, karena beberapa pengusaha, kapitalis, dan beberapa pemilik tanah yang menyusun konstitusi, mereka hanya dapat mengadopsi sistem perwakilan seperti itu, tetapi karena telah memperoleh hak perwakilan oleh orang-orang yang memiliki properti, tidak mungkin mereka menolak seseorang yang tidak memiliki properti suatu hari nanti.  Saat itu, seorang perwakilan konstitusi bernama Madison, dan kemudian menjabat sebagai Presiden AS.

Mereka mengatakan cara terbaik untuk merancang sistem ini cukup rumit sehingga generasi yang akan datang tidak akan pernah bisa mengubahnya. Seberapa rumit?  Dalam hal ini adalah dengan menambahkan berbagai check and balances yang disebut "Check Stability Balance" ke sistem ini, dan kemudian menambahkan berbagai poin veto. Maka hasil akhirnya adalah Anda tidak dapat mengubah sesuatu yang ingin Anda ubah.

Faktanya, ketika sistem politik AS awalnya dirancang, itu adalah sistem republik, bukan sistem demokrasi sejati. Filosofi panduannya adalah untuk mencegah mayoritas meledak dan melindungi minoritas, termasuk sistem Electoral College yang menganut take-all. Sengaja, mereka bisa mendapatkan mayoritas hak pilih universal di seluruh negeri AS. Ini adalah mekanisme yang diatur di dalamnya. Ringkasnya adalah sistem sosial pertanian, yang sekarang menjadi masyarakat informasi dan sudah tidak sesuai lagi.

Sebuah sistem yang awalnya dirancang untuk melindungi beberapa orang, kini sulit bagi mayoritas untuk mendapatkan keuntungan. Ini adalah kontradiksi struktural alami yang sangat kaku dan hanya memiliki sedikit ruang untuk bisa dirubah.

Pengaruh Terhadap Sistem Barat (Eropa)

Ada banyak pakar yang sudah lama tidak optimis tentang sistem Barat, karena dianggapnya adanya cacat genetik, jadi ini belum tentu "krisis konstitusional" yang sama dengan AS. Ini mungkin krisis lain. Ciri-ciri sistem Barat ada tiga cacat genetik. Salah satunya adalah pengandaiannya, orang itu adalah rasional, dan orang rasional memberikan suara yang khusyuk. Hal ini membuat kita melihat berbagai pemilih irasional membuat berbagai macam pilihannya termasuk memilih Trump untuk berkuasa.

Selain itu, hak itu adalah mutlak, ini hak saya, maka saya harus mempertahankan hak saya. Jadi apa yang kita bicarakan dalam politik terpolarisasi ini adalah bahwa setiap negara seperti ini, berperang satu sama lain, tidak saling mengalah, memveto terlalu banyak poin, dan tidak ada yang bisa dilakukan.

Selain itu menganggap program itu maha kuasa, selama program itu benar, semuanya benar. Tampaknya bagi Anda tidak ada cara untuk mereformasi program tersebut, karena Anda perlu memodifikasi program, dan modifikasi program itu sendiri akan memakan waktu lama, dan tidak akan mungkin selama beberapa tahun. Hasil akhirnya adalah sistem tersebut mengalami berbagai krisis, yang terjadi di mana-mana.

Secara obyektif, semua sistem di bumi saat ini memiliki tantangan, tetapi secara umum, sistem Barat sekarang mungkin menunjukkan lebih banyak kegagalan ini.

Namun nyatanya, sistem AS sangat berbeda dengan Eropa, tetapi secara umum, mari kita bandingkan. Apa perbedaan terbesar antara Eropa dan AS? Ini lebih otoritatif daripada AS.

Faktanya, di banyak negara di benua Eropa, jika Anda melihat di mana letak kekuatan terakhir negara ini? Anda dapat menemukan titiknya, apakah itu raja atau parlemen, Anda tidak dapat menemukan titik otoritas terakhir di AS.

Jadi ketika dihadapkan pada tantangan, sistem seperti itu tanpa otoritas inti, tanpa sistem tenaga yang akan datang, mungkin lebih buruk daripada Eropa. Tetapi kita juga perlu menyadari bahwa sistem Eropa tidak dapat bertahan hingga hari ini tanpa AS. Jika tanpa sistem Amerika Serikat maka Eropa akan dikalahkan dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

Eropa berada di bawah sayap AS, masalah berikutnya bagaimana jika sistem AS ini gagal dan menemui masalah, apa yang harus dilakukan oleh orang Eropa?

Probabilitas tinggi Eropa adalah semacam pemotongan, dan mungkin perlu lebih banyak mengubah tradisi benua Eropa, maka sistem Eropa dapat berkembang ke arah yang baru.

Dengan kata lain, tidak mungkin "krisis konstitusional" di AS akan segera mempengaruhi negara-negara lain dan menghasilkan serangkaian reaksi, tetapi negara-negara ini juga akan menganggap AS sebagai kasus yang sangat klasik untuk dipelajari sebagai cermin perkembangan mereka sendiri.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

fas.org
wbur.org
theatlantic.com
globaltimes.cn
theatlantic.com
9news.com.au
theconversation.com
govinfo.gov

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun